Ada beberapa tips jitu yang ditulis di fotografer.net sana oleh maestro landscape Yadi Yasin, tentang bagaimana cara mengimprovisasi foto landscape dengan ‘baik dan benar’. Berikut ini 14 tips dari beliau untuk kita pelajari bersama-sama.
1. Maksimalkan Depth of Field (DoF)
Sebuah pendekatan konsep normal dari sebuah landscape photography adalah “tajam dari ujung kaki sampai ke ujung horizon”. Konsep dasar teori “oldies” ini menyatakan bahwa sebuah foto landscape selayaknya sebanyak mungkin semua bagian dari foto adalah focus (tajam). Untuk mendapatkan ketajaman lebar atau dgn kata lain bidang depth of focus (DOF) yang selebar2nya, bisa menggunakan apperture (bukaan diafragma) yang sekecil mungkin (f number besar), misalnya f14, f16, f18, f22, f32, dst.
Tentu saja dgn semakin kecilnya apperture, berarti semakin lamanya exposure.
Karena keterbatasan lensa (yang tidak mampu mencapai f32 dan/atau f64) atau posisi spot di mana kita berdiri tidak mendukung, sebuah pendekatan lain bisa kita gunakan, yaitu teori hyper-focal, untuk mendapatkan bidang fokus yang “optimal” sesuai dgn scene yang kita hadapi. Inti dari jarak hyper-focal adalah meletakan titik focus pada posisi yang tepat untuk mendapatkan bidang focus yg seluas-luasnya yg dimungkinkan sehingga akan tajam dari FG hingga ke BG.
Dengan DoF lebar, akibat penggunaan f/20 dan pengaplikasian hyper-focal distance untuk menentukan focus.
2. Gunakan tripod dan cable release
Dari #1 diatas, akibat dari semakin lebarnya DOF yang berakibat semakin lamanya exposure, dibutuhkan tripod untuk long exposure untuk menjamin agar foto yang dihasilkan tajam. Cable release juga akan sangat membantu. Jika kamera memiliki fasilitas untuk mirror-lock up, maka fasilitas itu bisa juga digunakan untuk menghindari micro-shake akibat dari hentakkan mirror saat awal.
3. Carilah Focal point atau titik focus
Titik focus disini bukanlah titik dimana focus dari kamera diletakkan, tapi lebih merupakan titik dimana mata akan pertama kali tertuju (eye-contact) saat melihat foto.
Hampir semua foto yang “baik” mempunyai focal point, atau titik focus atau lebih sering secara salah kaprah disebut POI (Point of Interest). Sebetulnya justru sebuah landscape photography membutuhkan sebuah focal point untuk menarik mata berhenti sesaat sebelum mata mulai mengexplore detail keseluruhan foto. Focal point tidak mesti harus menjadi POI dari sebuah foto.
Sebuah foto yang tanpa focal point, akan membuat mata “wandering” tanpa sempat berhenti, yang mengakibatkan kehilangan ketertarikan pada sebah foto landscape. Sering foto seperti itu disebut datar (bland) saja.
Focal point bisa berupa berupa bangunan (yg kecil atau unik diantara dataran kosong), pohon (yg berdiri sendiri), batu (atau sekumpulan batu), orang atau binatang, atau siluet bentuk yg kontrast dgn BG, dst.
Peletakan dimana focal point juga kadang sangat berpengaruh, disini aturan “oldies” Rule of Third bermain.
Pada contoh foto disamping, focal point adalah org berpayung yang berbaju merah
4. Carilah Foreground (FG)
Foreground bisa menjadi focal point bahkan menjadi POI (Point of Interest) dalam foto landscape anda.
Oleh sebab itu carilah sebuah FG yang kuat. Kadang sebuah FG yang baik menentukan “sukses” tidaknya sebuah foto landscape, terlepas dari bagaimanapun dasyatnya langit saat itu.
Sebuah object atau pattern di FG bisa membuat “sense of scale” dr foto landscape kita.
5. Pilih langit atau daratan
Langit yang berawan bergelora, apalagi pada saat sunset atau sunrise, akan membuat foto kita menarik, tapi kita tetap harus memilih apakah kita akan membuat foto kita sebagian besar terdiri dari langit dgn meletakan horizon sedikit dibawah, atau sebagian besar daratan dgn meletakkan horizon sedikit dibagian atas.
Seberapa bagus pun daratan dan langit yang kita temui/hadapi saat memotret, membagi 2 sama bagian antara langit yang dramatis dan daratan/FG yang menarik akan membuat foto landscape menjadi tidak focus, krn kedua bagian tersebut sama bagusnya.
Komposisi dgn menggunakan prisip “oldies” Rule of Third akan sangat membantu. Letakkan garis horizon, di 1/3 bagian atas kalau kita ingin menonjolkan (emphasize) FG nya, atau letakkan horizon di 1/3 bagian bawah, kalau kita ingin menonjolkan langitnya.
Tentu saja hukum “Rule of Third” bisa dilanggar, andai pelanggaran itu justru memperkuat focal point dan bukan sebaliknya. Juga tidak selalu dead center adalah jelek.
6. Carilah Garis/Lines/Pattern
Sebuah garis atau pattern bisa membuat/menjadi focal yang akan menggiring mata untuk lebih jauh mengexplore foto landscape anda. Kadang leading lines atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto tersebut.
Garis-garis, juga bisa memberikan sense of scale atau image depth (kedalaman ruang).
Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan pohon, bayangan, garis jalan,tangga, dst.
7. Capture moment & movement
Sebuah foto Landcsape tidak berarti kita hanya menangkap (capture) langit, bumi atau gunung, tapi semua elemen alam, baik itu diam atau bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon2 yang bergerak, pergerakan awan, dst, dapat menjadikan sebuah foto landscape yang menarik.
Sebuah foto landscape tidak harus mengambarkan sebuah pemandangan luas, seluas luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik object yang statis maupun yg secara dinamis bergerak, bisa menjadi sebuah subject dari sebuah foto landscape. Untuk itu lihat Rule #13.
8. Bekerja sama dengan alam atau cuaca
Sebuah scene dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu menentukan kapan saat terbaik untuk memotret adalah sangat penting. Kadang kesempatan mendapat scene terbaik justru bukan pada saat cuaca cerah langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau setelah hujan atau badai, dimana langit dan awan akan sangat dramatis.
Selain kesabaran dalam “menunggu” moment, kesiapan dalam setting peralatan dan kejelian dalam mencari object dan Focal Point seperti awan, ROL (ray of light), pelangi, kabut, dll.
1. Maksimalkan Depth of Field (DoF)
Sebuah pendekatan konsep normal dari sebuah landscape photography adalah “tajam dari ujung kaki sampai ke ujung horizon”. Konsep dasar teori “oldies” ini menyatakan bahwa sebuah foto landscape selayaknya sebanyak mungkin semua bagian dari foto adalah focus (tajam). Untuk mendapatkan ketajaman lebar atau dgn kata lain bidang depth of focus (DOF) yang selebar2nya, bisa menggunakan apperture (bukaan diafragma) yang sekecil mungkin (f number besar), misalnya f14, f16, f18, f22, f32, dst.
Tentu saja dgn semakin kecilnya apperture, berarti semakin lamanya exposure.
Karena keterbatasan lensa (yang tidak mampu mencapai f32 dan/atau f64) atau posisi spot di mana kita berdiri tidak mendukung, sebuah pendekatan lain bisa kita gunakan, yaitu teori hyper-focal, untuk mendapatkan bidang fokus yang “optimal” sesuai dgn scene yang kita hadapi. Inti dari jarak hyper-focal adalah meletakan titik focus pada posisi yang tepat untuk mendapatkan bidang focus yg seluas-luasnya yg dimungkinkan sehingga akan tajam dari FG hingga ke BG.
Dengan DoF lebar, akibat penggunaan f/20 dan pengaplikasian hyper-focal distance untuk menentukan focus.
2. Gunakan tripod dan cable release
Dari #1 diatas, akibat dari semakin lebarnya DOF yang berakibat semakin lamanya exposure, dibutuhkan tripod untuk long exposure untuk menjamin agar foto yang dihasilkan tajam. Cable release juga akan sangat membantu. Jika kamera memiliki fasilitas untuk mirror-lock up, maka fasilitas itu bisa juga digunakan untuk menghindari micro-shake akibat dari hentakkan mirror saat awal.
3. Carilah Focal point atau titik focus
Titik focus disini bukanlah titik dimana focus dari kamera diletakkan, tapi lebih merupakan titik dimana mata akan pertama kali tertuju (eye-contact) saat melihat foto.
Hampir semua foto yang “baik” mempunyai focal point, atau titik focus atau lebih sering secara salah kaprah disebut POI (Point of Interest). Sebetulnya justru sebuah landscape photography membutuhkan sebuah focal point untuk menarik mata berhenti sesaat sebelum mata mulai mengexplore detail keseluruhan foto. Focal point tidak mesti harus menjadi POI dari sebuah foto.
Sebuah foto yang tanpa focal point, akan membuat mata “wandering” tanpa sempat berhenti, yang mengakibatkan kehilangan ketertarikan pada sebah foto landscape. Sering foto seperti itu disebut datar (bland) saja.
Focal point bisa berupa berupa bangunan (yg kecil atau unik diantara dataran kosong), pohon (yg berdiri sendiri), batu (atau sekumpulan batu), orang atau binatang, atau siluet bentuk yg kontrast dgn BG, dst.
Peletakan dimana focal point juga kadang sangat berpengaruh, disini aturan “oldies” Rule of Third bermain.
Pada contoh foto disamping, focal point adalah org berpayung yang berbaju merah
4. Carilah Foreground (FG)
Foreground bisa menjadi focal point bahkan menjadi POI (Point of Interest) dalam foto landscape anda.
Oleh sebab itu carilah sebuah FG yang kuat. Kadang sebuah FG yang baik menentukan “sukses” tidaknya sebuah foto landscape, terlepas dari bagaimanapun dasyatnya langit saat itu.
Sebuah object atau pattern di FG bisa membuat “sense of scale” dr foto landscape kita.
5. Pilih langit atau daratan
Langit yang berawan bergelora, apalagi pada saat sunset atau sunrise, akan membuat foto kita menarik, tapi kita tetap harus memilih apakah kita akan membuat foto kita sebagian besar terdiri dari langit dgn meletakan horizon sedikit dibawah, atau sebagian besar daratan dgn meletakkan horizon sedikit dibagian atas.
Seberapa bagus pun daratan dan langit yang kita temui/hadapi saat memotret, membagi 2 sama bagian antara langit yang dramatis dan daratan/FG yang menarik akan membuat foto landscape menjadi tidak focus, krn kedua bagian tersebut sama bagusnya.
Komposisi dgn menggunakan prisip “oldies” Rule of Third akan sangat membantu. Letakkan garis horizon, di 1/3 bagian atas kalau kita ingin menonjolkan (emphasize) FG nya, atau letakkan horizon di 1/3 bagian bawah, kalau kita ingin menonjolkan langitnya.
Tentu saja hukum “Rule of Third” bisa dilanggar, andai pelanggaran itu justru memperkuat focal point dan bukan sebaliknya. Juga tidak selalu dead center adalah jelek.
6. Carilah Garis/Lines/Pattern
Sebuah garis atau pattern bisa membuat/menjadi focal yang akan menggiring mata untuk lebih jauh mengexplore foto landscape anda. Kadang leading lines atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto tersebut.
Garis-garis, juga bisa memberikan sense of scale atau image depth (kedalaman ruang).
Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan pohon, bayangan, garis jalan,tangga, dst.
7. Capture moment & movement
Sebuah foto Landcsape tidak berarti kita hanya menangkap (capture) langit, bumi atau gunung, tapi semua elemen alam, baik itu diam atau bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon2 yang bergerak, pergerakan awan, dst, dapat menjadikan sebuah foto landscape yang menarik.
Sebuah foto landscape tidak harus mengambarkan sebuah pemandangan luas, seluas luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik object yang statis maupun yg secara dinamis bergerak, bisa menjadi sebuah subject dari sebuah foto landscape. Untuk itu lihat Rule #13.
8. Bekerja sama dengan alam atau cuaca
Sebuah scene dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu menentukan kapan saat terbaik untuk memotret adalah sangat penting. Kadang kesempatan mendapat scene terbaik justru bukan pada saat cuaca cerah langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau setelah hujan atau badai, dimana langit dan awan akan sangat dramatis.
Selain kesabaran dalam “menunggu” moment, kesiapan dalam setting peralatan dan kejelian dalam mencari object dan Focal Point seperti awan, ROL (ray of light), pelangi, kabut, dll.
Sumber : dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda