Selasa, 21 Juni 2011

Kumejing, Aku Datang untuk Menaklukan Jurangmu !!!










Rash Road to Job : SD 1 Kumejing




Psikoterapi Doa

Pada tahun 1984 WHO memasukkan dimensi spiritual keagamaan sama pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis dan psikososial. Seiring dengan itu, terapi terapi yang dilakukan pun mulai menggunakan dimensi spiritual keagamaan, terapi yang demikian disebut dengan terapi holistik artinya terapi yang melibatkan fisik, psikologis, psikososial dan spiritual (Ariyanto, 2006). The American Psychiatric Association (APA) mengadopsi gabungan dari empat dimensi di atas dengan istilah paradigma pendekatan biopsikososispiritual (Hawari, 2002). Lokakarya yang diselenggarakan APA pada tahun 1993 dengan judul Religion and Psychiatry Model of Partnership memberikan suatu anjuran untuk menambahkan terapi keagamaan disamping terapi psikis dan medis (Hawari, 2002).
Larson (1992) dan beberapa. pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan diabaikan begitu saja. Agama dapat berperan sebagai pelindung lebih dari pada sebagai penyebab masalah.
Pentingnya agama sebagai kelengkapan pemeriksaan psikiatrik dapat dilihat dalam textbook of psychiatry yang berjudul Synopsis of Psichiatry, Behavioral Sciences and Clinical Psychiatry karangan Kaplan dan Sadock (1991). Di dalam. buku tersebut disebutkan bahwa dalam wawancara psikiatri dokter (psikiater) hendaknya dapat menggali latar belakang kehidupan beragama dari pasien dan kedua orangtuanya, serta secara rinci mengeksplorasi sejauh mana mereka mengamalkan ajaran agama, yang dianutnya. Bagaimanakah sikap keluarga terhadap agama, taat atau longgar (strict or permissive); adakah konflik di antara kedua orangtuanya dalam. memberikan pendidikan agama kepada anak‑anaknya. Psikiater hendaknya dapat menelusuri riwayat kehiduipan beragama pasiennya, sejak masa kanak‑kanak hingga dewasa; sejauh mana. pasien terikat dengan ajaran agamanaya, sejauh mana kuatnya, dan sejauh mana mempengaruhi kehidupan pasien, pendapat pasien berdasarkan keyakinan agamanya terhadap terapi psikiatrik dan medik lainnya, serta bagaimanakah pandangan agamanaya terhadap bunuh diri dan sebagainya, (Hawari, 2002:).
Di ASEAN pentingnya terapi agama dalam psikoterapi mulai diperhatikan pada tahun 1995. Dalam Konggres ke lima Kedokteran Jiwa/Kesehatan Jiwa seASEAN di Bandung pada bulan Januari 1995, topik Psikiatri dan Agama merupakan salah satu topik bahasan dengan menampilkan tiga juduI makalah: New Concept of Holistic Approach in Indonesian Psychiatry and Mental Health; New Approach in the treatment of Depression; dan Religion issues in Psychiatric Practice (Hawari, 1997).
Di Indonesia beberapa konselor dan terapis telah memakai agama sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam konsultasi dan terapi psikisnya. Misalnya Prof. DR. Zakiah Daradjat dan Prof. DR. dr. Dadang Hawari. Keduanya juga menerbitkan beberapa buku yang berkaitan dengan konseling dan psikoterapi agama. Prof DR Zakiah Daradjat antara lain menerbitkan beberapa buku yang berjudul: Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1973), Islam dan Kesehatan Mental (1983), Do’a Menunjang Semangat Hidup (1992), Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1993)., Prof DR. dr. Dadang Hawari menerbitkan beberapa. Buku antara lain: Konsepsi Islam Memerangi AIDS dan NAZA (1996), Al Qur’,an Kedokteran Jiwa dan Kesehatan jiwa (1997), Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis (1997) Gerakan Nasional Anti mo limo., Madat, Minum, Main, Maling, dan, Madon (2000), Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofreni (2001), Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhi (Sistem terpadu) Pasien Naza (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain) Metode Prof Dr. dr. H. Dadang Hawari Psikiater (2001), Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) (2001), Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi (2002), Manajemen Stres Cemas dan Depresi (2002).
Di samping itu di beberapa pesantren, para kyai dan ustadz juga melakukan kegiatan konseling dan psikoterapi dengan menggunakan agama. Misalnya Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta, PesantrenAl-Ghafur Situbondo, Pesantren An-Nawawi Bojonegoro (Rendra, 2000), PesantrenAl-Islamy Yogyakarta (Arif, 2005), dan beberapa pesantren lainnya yang tidak disebutkan di sini.

Penelitian Terapi yang Menggunakan Doa
Di San Francisco, AS studi untuk mengetahui efektivitas doa dan zikir dilakukan terhadap 393 pasien jantung. Responden dibagi dalam dua kelompok secara acak. Kelompok pertama memperoleh terapi doa dan zikir, lainnya tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan terapi doa hanya sedikit yang mengalami komplikasi. Sementara pada kelompok yang tidak diberi terapi doa timbul berbagai komplikasi.
Dr. Oxman, TE dan kawan-kawan mengemukakan bahwa salah satu faktor prediksi yang kuat bagi keberhasilan operasi jantung adalah tingkat keimanan pasien. Dari studi yang mereka lakukan terbukti bahwa semakin kuat keimanan pasien, kian kuat pula proteksinya terhadap kematian akibat operasi. Kesimpulan itu mereka tuangkan dalam artikel berjudul Lack of Social Participation or Religious Strength or Comfort as Risk Factors for Death after Cardiac Surgery in The Elderly, yang dimuat Psychosomatic Medicine. Penelitian lain tentang kaitan doa dan kematian akibat penyakit juga dilakukan Comstock dan kawan-kawan sebagaimana termuat dalam Journal of Chronic Disease. Dinyatakan bahwa mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa, memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50% dibanding mereka yang tidak melakukan kegiatan keagamaan. Sementara kematian akibat emfisema (paru-paru) lebih rendah 56%, kematian akibat penyakit hati (sirosis hepatis) lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%.Bukti lain datang dari penelitian Robbins dan Metzner yang dilakukan selama 8-10 tahun terhadap 2700 responden didapati bahwa responden yang rajin menjalankan ibadah serta berdoa, angka kematiannya jauh lebih rendah dibandingkan yang tidak beribadah.Penelitian Larson dan kawan-kawan terhadap para pasien tekanan darah tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol (bukan pasien hipertensi), diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kontrol lebih kuat. Selanjutnya dikemukakan kegiatan keagamaan seperti doa dapat mencegah seseorang dari penyakit hipertensi.
Dokter Larry Dossey, M.D., seorang dokter dari Mexico, menjelaskan bahwa dalam sejumlah penelitian tentang doa menunjukkan bahwa doa dapat menyembuhkan. Jarak tidak mempengaruhi dalam kemanjuran doa, apakah doa tersebut dilakukan di dekat pembaringan pasien, di luar kamar, atau di seberang lautan. Dalam bukunya Healing Words dia menulis sebagai benkut:
Penyembuhan yang berkaitan dengan doa, yang menjadi pusat perhatian buku ini merupakan suatu terapi murni Era III Mengapa tak terikat tempat? Setelah banyak melakukan penelitian, saya tidak bisa menemukan seorang pakar pun yang mau mengatakan bahwa tingkat pemisahan jarak antara orang yang berdoa dengan pasien merupakan factor dalam hal kemanjurannya. Orang‑orang yang mempraktekkan penyembuhan melalui doa semuanya mengatakan bahwa pengaruh-pengaruh doa tidak dipengaruhi oleh jarak, doa itu sama manjurnya walaupun yang berdoa dan yang menjadi tujuan doa terpisah .oleh samudera atau ada di balik pintu atau cuma di sisi tempat tidur.
Studi terhadap sekelompok orang memperlihatkan bahwa doa secara positif mempengaruhi tekanan darah tinggi, luka, serangan jantung, sakit kepala, dan kecemasan. Subyek‑subyek dalam studi ini mencakup pula air, enzim, bakteri, jamur ragi, sel-sel darah merah, sel-sel kanker, sel-sel pemacu, benih, tumbuhan, ganggang, larva, ngengat, tikus, dan anak ayam; dan di antara proses‑proses yang telah dipengaruhi adalah proses kegiatan enzim, laju pertumbuhan sel darah putih leukemia, laju mutasi bakteri, pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai macam benih, laju penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok dan tumor, waktu yang dibutuhkan untuk bangun daripembiusan total, efek otonomi seperti kegiatan elektro-dermal kulit, laju hemolisis sel‑sel darah merah, dan kadar hemoglobin.
Perlu diingat bahwa akibat yang ditimbulkan oleh doa tidak terpengaruh jarak. Apakah orang yang berdoa berada dekat atau jauh dari dengan organisme (obyek) yang didoakan; penyembuhan dapat berlangsung entah di tempat itu juga atau di tempat lain. Tak ada satupun yang nampaknya sanggyp menghambat atau menghentikan doa. Bahkan walaupun “obyek ” yang didoakan itu ditempatkan di sebuah ruangan berlapis timah atau ruangan yang tidak bisa ditembus berbagai macam energi gelombang elektromagnetik,‑ toh akibat doa masih bisa menembus

Senada dengan di atas, Linda 0′ Riordan R.N., pendiri dan direktur Healthy Potentials, sebuah organisasi kesehatan integrative di Amerika Serikat dalam bukunya The Art of Sufi Healing menyatakan:
Artikel‑artikel penelitian tentang pengaruh yang terukur dari doa mulai diterbitkan dalam jurnal professional. Sebuah studi di VSCF Medical Center baru-baru ini menemukan bahwapasien operasi jantungyang didoakan oleh orang lain tampak jauh lebih mampu bertahan, pasien tersebut juga mengalami komplikasi yang lebih sedikit dan lebih singkat waktu perawatannya. Studi lain mengindikasikan bahwa orang yang berdoa teratur merasa lebih baik dan lebih merasa damai. Frekuensi doa sama halnya dengan ftekuensi membaca kitab suci, memiliki korelasi positif dengan kesehatan semakin sering berdoa, maka kesehatan semakin baik.
Institut Pengobatan dan Doa Santa Fe menyajikan bukti‑bukti ilmiah seputar masalah doa kepada para praktisi kesehatan dan mengembangkan metode menggabungkan praktik spiritual ke dalam praktik pengobatan aktual.

Prof Dr. Zakiah Daradjat, pakar dan praktisi konseling dan psikoterapi Islam, berpendapat bahwa doa dapat memberikan rasa optimis, semangat hidup dan menghilangkan perasaan putus asa ketika seorang menghadapi keadaan atau masalah-masalah yang kurang menyenangkan baginya. Dalam hal ini dia menyatakan:
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, ditemukan aneka ragam cara menghadapi masalah atau keadaan yang kurang menyenangkan. Ada orang yang mudah patah semangat, menyerah kepada keadaan, kehilangan kemampuan untuk mengatasi kesulitan, bahkan menjadi putus asa dan murung. Misalnya orangyang ditimpa suatu penyakit yang membahayakan, seperti penyakit jantung, kanker, lever dan sebagainya. Orang yang lemah semangat hidupnya, akan tenggelam dalam kesedihan, dan membayangkan kematian yang akan segera datang menghampirinya, seolah-olah setiap saat nyawanya akan putus. Orang yang dulu kuat bersemangat, kini menjadi lemah tak berdaya, sedih dan takut menghadapi maut yang terasa mengintip-intip kesempatan untuk menerkam dirinya.
Obat dan nasihat dokter tidak dapat menolongnya dari perasaan duka, kecewa, takut bercampur penyesalan terhada perangai dan ulahnya di masa lalu, karena ia dulu kurang menjaga kesehatan, bahkan kadang‑kadang ia menyesali Allah kenapa tidak meliondunginya dari penyakit. Selanjutnya ketakutan menghadapi maut dihubungkannya dengan azab kubur, neraka dan segala siksa yang ditimpakan kepada orang berdosa di hari kiamat nanti.
Orang yang demikian sering dikatakan kehilangan semangat hidup. Keadaan kejiwaan seperti itu, menyebabkan dirinya menjadi murung, putus asa, sedih dan seolah-olah ia tidak mau berjuang menghadapi penyakitnya. Bagi orang yang taat beribadah, dan selalu merasa dekat kepada Allah S. W T do’a menjadi penunjang bagi semangat hidup yang tiada taranya. Ia tidak akanpernah kehilangan semangat hidup, karena ia yakin bahwa yang memberi hidup itu adalah Allah, dan tiada
penyakit yang dapat membunuh, jika Allah tidak izinkan, dan ia yakin bahwa tiada perangai manusia dan kekalu tan keadan yang membawa kiamat, bila Allah tidak menghendakinya Jadi do’a amat penting dalam kehidupan manusia, baik mereka yang terbelakang, maupun yang maju. Dan doa adalah penunjang semangat hidup yang amat penting………………………… D’oa memang penting bagi ketenteraman batin. Dengan berdo’a kita memupuk rasa optimis di dalam diri, serta menjauhkan rasa pesimis dan putus asa. Lebih dari itu semua, do’a mempunyai peranan penting dalam penciptaan kesehatan mental dan semangat hidup. Do’a mempunyai makna penyembuhan bagi stress dan gangguan kejiwaan. Doa juga mengandung manfaat untuk pencegahan terhadap terjadinya kegoncangan jiwa dan gangguan kejiwaan. Lebih dari itu, do’a mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan semangat hidup. Atau dengan kata lain, do’a mempunyai fungsi kuratif, preventif dan konstruktif bagi kesehatan mental (Zakiah, 1992).

Dadang Hawari, Psikiater yang mengembangkan psikoterapi holistik, berpendapat bahwa doa menimbulkan ketenangan. Dia menulis sebagai berikut:

Para peneliti seperti Harrington, A., Juthani, N. V (1996) dan Monakov, V, Goldstein (1997) mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific concepts) dengan dimensi spiritual Yang hingga sekarang masih belum jelas, namun diyakini adanya hubungan tersebut. Dalam presentasinya yang berjudul Brain and Religion: Undigested Issues diyakini adanya God Spot dalam susunan sarafpusat (otak). Sebagai contoh misalnya orang Yang menderita kecemasan, kemudian diberi obat anti cemas, maka yang bersangkutan akan menjadi tenang. Namun orang Yang sama bila memanjatkan doa dan disertai zikir ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa juga akan memperoleh ketenangan. Oleh karena itu amatlah tepat apa Yang dikatakan oleh Christy, JH (1998) Yang menyatakan Prayer as Medicine; namun hal ini tidak berarti terapi dengan obat (medicine) diabaikan…. (Hawari, 2002).

Di samping itu doa juga menimbulkan rasa percaya diri (selfconfident) dan optimis (harapan kesembuhan). Ini. merupakan dua. hal yang amat essensial bagi penyembuhan. suatu penyakit, disamping obat‑obatan dan tindakan medis. Dalam hal ini dia menulis sebagai berikut:

Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur psikoteraputik Yang mendalam. Pasikoreligius terapi ini tidak kalah pentingnya dibandingkan denganpsikoterapipsikiatrik karena ia mengandung kekuatan spirituallkerohanian Yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme (harapan kesembuhan). Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self konfident) dan optimisme, merupakan dua hal Yang amat essensial bagipenyembuhan suatu penyakit di samping obat‑obatan dan tindakan medis Yang diberikan (Hawari, 1998: Cool.

Dr. Moh. Sholeh, psikiater, penulis disertasi Pengaruh Salat Tahajjud terhadap Peningkatan Respons Ketahanan Tubuh Imunologik, Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi (2000), menyatakan bahwa doa merupakan autosugesti yang dapat mendorong seseorang berbuat sesuai dengan yang didoakan dan dapat merubahjiwadanbadan. Diamenulis pengwuh doa sebagai berikut:

Dari segi hipnotis, Yang menjadi landasan dasar teknik terapi sakit jiwa. Ucapan sebagaimana tersebut di atas merupakan “autosugesti”, yang dapat mendorong kepada orang yang mengucapkan untuk berbuat sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapkan dan dipanjatkan dengan sungguhsungguh, maka pengaruhnya sangatjelas bagiperubahanjiwa dan badan (H. Aulia, 1970). Dan menurut Robert H. Thouless (1991) doa sebagai teknik penyembuhan gangguan mental, dapat dilakukan dalam berbagai kondisi yang terbukti membantu efektifitasnya dalam mengubah mental seseorang (Sholeh, 2005)

Menurut Ibrahim Muhammad Hasan al‑Jamal, dengan berdoa orang akan merasakan kehadiran Allah SWT, kedamaian, ketenangan, meninggikan spiritual, dan memperkuat motivasi yang positif disebutkan Dalam bukunya Al‑Istisfa’bi ad Do’a sebagai berikut:

Mereka juga mengatakan, “Kalau kita melihat doa secara medis dan dampak positifnya terhadap jiwa, maka kita akan mengetahui bahwa doa sesungguhnya berfungsi untuk mempersiapkan seorang Mukmin yang selalu bisa merasakan kehadiran Yang Mahatinggi lagi Mahakuasa di hadapannya. Sehingga dengan doanya dia akan merasa sedang melakukan kontak dengan Dzat Yang apabila menghendaki segala sesuatu hanya mengatakan, ‘Jadilah (kamu) maka jadilah ia

(kun fayakun). “Selain itu, dia akan dapat merasakan kedamaian dan ketenangan. Diajuga akan dapat merasakan betapa berharganya suatu kenikmatan ketika ia sudah tidak lagi mampu merasakan kenikmatan yang ada di dunia ini. Kesemuanya itu akan dapat memcu meningginya kekuatan nilainilai spiritualnya, memperkuat motivasinya dan menjadikan sebab segal ajenis penyaki tjiwa dan syaraf tidak menghinggapinya. ”
Sungguh, ucapan adalah modal dasar pengobatan modern untuk menguatkan nilai‑nilai mentalpengidap penyakit kefiwaan. Sedangkan doa adalah sarana terpenting untuk itu. Hal itu disebab‑kan karena doa mampu memberikan ilham kepada jiwanya dan karenanyapendoa bisa memperoleh makanan sekaligus obat bagi roh danjiwanya. Selain ity, doa juga sebagai penguat dan pengokoh motivasinya yang positif Sehingga doa dapat menjadikan roh dan jiwa mampu mengalahkan segala apa yang menimbulkan dampak negative terhadapnya. Pada gilirannya nanti roh danjiwa tersebut tidak bisa ditembus oleh sifatputus asa dan tidakpula bisa dicengkram oleh sifat lemah (mudah patah semangat) (Al‑Jamal, 2003)

Keimanan kepada Tuhan merupakan faktor amat penting untuk membuat orang percaya bahwa doa memang ampuh dalam membantu proses penyembuhan penyakit. Suatu survei mengenai hal itu pernah dilakukan majalah TIME, CNN, dan USA Weekend. Rata-rata survei itu menunjukkan lebih dari 70% orang menyatakan percaya bahwa doa dapat membantu proses penyembuhan. Dari survei tersebut terungkap bahwa banyak pasien membutuhkan terapi keagamaan selain obat-obatan atau tindakan medis lainnya. Lebih-lebih dari 64% orang berharap agar para dokter juga memberikan terapi psikoreligius dan doa.Dr. Dale A. Matthews, dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat mengamati paling tidak ada 212 penelitian tentang terapi doa yang telah dilakukan. Dari jumlah itu 75% menyatakan bahwa komitmen agama, di antaranya dalam bentuk doa dan zikir menunjukkan pengaruh positif pada pasien.

Doa dalam Islam
Rasulullah saw dilihat dari salah satu sisi kehidupannya adalah sebagai konselor dan terapis. Dia sering memberi beberapa nasihat pada orang yang sedih, cemas, takut, dan gangguan kejiwan lainnya melalui metode doa. Doa secara harafiah berarti ibadah, istighotsah memohon bantuan dan pertolongan (al-baqoroh 23) permintaan permohonan (Al-mukmin 60) percakapan (yunus 10) memanggil dan memuji (Al Israa 110). Adapun pengertian doa secara istilah ialah melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan hajat dan ketundukan kepada Allah (ariyanto, 2006).
Beberapa fadilah yang berkenaan dengan doa dapat kita lihat dari ayat berikut
1. Dan Tuhanmu berfirman berdoalah kepada-Ku niscaya akan aku perkenankan bagimu, sesungguhnya orang orang yang menyombongkan diri dari menyembahku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina. (surat Ghafir 60)
2. dan apabila hamba hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka jawablah bahwasannya adalah aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apa bila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada kebenaran (Al Baqoroh 186)
3. Dalam sabda Nabi saw doa adalah ibadah, Tuhanmu telah berfirman berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (H.R Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)
4. sabda Nabi saw tidak ada seorang muslimpun yang berdoa kepada Allah dengan suatu permohonan yang tidak mengandung unsur dosa maupun pemutusan tali kerabat kecuali Allah akan memberikan kepadanya satu diantara 3 hal yakni permohonan yang dikabulkan, permohonannya dia simpan untuk urusan akhiratnya, atau dia akan menjauhkannya dari kejahatan yang sepadan dengan doa yang dia baca. Para sahabat bertanya : jika demikian kami memperbanyak doa. Nabi bersabda Allah maha lebih banyak karunianya (HR Turmudzi dan Ahmad)
Dalam doa terkandung juga unsur dzikir dan dzikir ini memiliki pengaruh terapi terhadap jiwa seperti yang diuraikan oleh DR. Hanna menjelaskan bahwa secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya dalam bentuk yang meliputi hampir semua bentuk ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al-Quran, mematuhi orang tua, menolong teman dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan serta perbuatan zalim. dalam arti khusus, dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Salah satu petunjuk Alquran tentang pelaksanaan dzikrullah adalah : dan sebutlah (Nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Bagaimana penjelasan dzikrullah akan melahirkan penghayatan tenang dan tentram? Melongok pada tinjauan psikologis, dalam buku Integrasi Psikologi dengan Islam, dijelaskan bahwa dzikrullah dengan penuh kekhusyuan dan terus menerus akan membiasakan sanubari kita senantiasa dekat dan akrab dengan Allah SWT. Selanjutnya, secara tak disadari akan berkembanglah kecintaan yang mendalam kepada Allah SWT (hubbullah) dan semakin mantaplah hubungan hamba dengan Rabbnya (hablun minAllah). Secara psikologis akan berkembanglah penghayatan akan kehadiran Allah SWT dalam setiap gerak gerik kehidupan. Ia tak merasa hidup sendirian di dunia, karena ada Dzat yang Maha Mendengar segala kesusahan yang dihadapi. Ketenangan dari dzikrullah akan menghasilkan dampak relaksasi yang bermakna bagi seseorang yang menjalani proses penyembuhan)

Tahap tahap Psikoterapi Doa
1. Tahap kesadaran sebagai hamba
Inti dari terapi ini adalah pembangkitan kesadaran, kesadaran terhadap kehambaan dan kesadaran akan kelemahan sebagai manusia. Bentuk kesadaran ini akan menghantarkan seseorang yang berdoa berada pada keadaan lemah. Tanpa adanya kesadaran akan kelemahan diri ini maka kesungguhan dalam berdoa sulit dicapai. Hakikat berdoa adalah meminta, yang meminta derajatnya harus lebih rendah dari pada yang dimintai. Untuk itu sebelum seseorang berdoa diharuskan untuk merendahkan diri dihadapan Allah.
Bentuk kesadaran diri ini dapat dilakukan dengan melihat kepada diri sendiri misalnya melihat jantung bahwa jantung itu bergerak bukan kita yang menggerakkan, darah yang mengalir bukan atas kehendak kita, atau juga dapat melihat masalah yang sedang dihadapi, ketidakberdayaan, ketidakmampuan mengatasi hal ini dimunculkan dalam kesadaran sehingga bukan nantinya dapat menimbulkan sikap menerima dan sikap pasrah.
Pada tahap ini seseorang juga disadarkan akan gangguan kejiwaan atau penyakit yang dialami. Penyakit tersebut bukan ditolak namun diterima sebagai bagian dari diri kemudian dimintakan sembuh kepada Allah.
2. Tahap penyadaran akan kekuasaan Allah swt
Selanjutnya setelah diri sadar akan segala kelemahan dan segala ketidakmampuan diri maka pengisian dilakukan yaitu dengan menyadari kebesaran Allah kasih sayang dan terutama adalah maha penyembuhnya Allah. Tahap ini juga menimbulkan pemahaman tentang hakikat sakit yang dialami bahwa sakit berasal dari Allah dan yang akan menyembuhkan adalah Allah. Penyadaran akan kekuasaan Allah ini dapat dilakukan dengan melihat bagaimana Allah menggerakkan segala sesuatu, menghidupkan segala sesuatu
Tahap ini juga dapat menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan. Bagaimamana seseorang dapat berdoa kalau dirinya tidak mengenal atau meyakini bahwa Sang Penyembuh tidak dapat menyembuhkan. Yakin juga merupakan syarat mutlak dari suatu doa karena Allah sesuai dengan prasangka hambanya, jika hambanya menyangka baik maka Allah baik demikian pula sebaliknya. Kegagalan utama terhadap jawaban Allah atas doa yang kita panjatkan kepada Allah adalah keraguan kita. Seringkali ketika berdoa namun hati mengatakan ”dikabulkan tidak ya” atau mengatakan ”mudah-mudahan dikabulkan” kalimat ini maksudnya tidak ingin mendahului Allah tapi sebenarnya adalah meragukan Allah dalam mengabulkan doa kita.
Ada perbedaan antara mendahului kehendak Allah dengan keyakinan yang tujukan kepada Allah. Jika mendahului biasanya menggunakan kata seharusnya begini, harus begini, tapi jika yakin kita optimisme akan kehendak Allah dan tidak masuk pada kehendak Allah.
Sebagai contoh bila kita berdoa ya Allah hilangkan kesedihan hati saya maka kita yakin kepada Allah bahwa Allah memberikan kesembuhan. Hal yang penting juga adalah afirmasi terhadap doa yang kita panjatkan kalau berdoa harus yakin dikabulkan tidak ada alasan lain untuk tidak yakin selain dikabulkan. Sebab Allah akan mengabulkan apa yang kita yakini dari pada apa yang kita baca dalam doa kita.
3. Tahap Komunikasi
Setelah sadar akan kelemahan dan penyakit yang dialami, dan sadar akan kebesaran Allah maka selanjutnya adalah berkomunikasi dengan Allah sebagai bagian penting dari proses terapi. Tahap komunikasi ini dapat berbentuk
1. Pengungkapan pengakuan segala kesalahan dan dosa, ini merupakan langkah awal sebab dengan hati yang bersih kontak dengan Allah akan lebih jernih.
2. Pengungkapan kegundahan hati dan kegilasahan yang dialami, tahap ini dapat berefek katarsis yaitu memberikan segala permasalahan keluar diri, dalam kontek ini kita memberikan segala kegalauan hati kepada Allah. Selain itu dengan pengungkapan ini kita akan menumbuhkan rasa dekat kepada Allah. Tahap ini juga merupakan curhat seperti seorang anak dengan ibunya, begitu dekat dan tidak ada yang ditutupi, jujur kepada Allah dari apa yang dirasakan apa yang dipikirkan apa yang menjadi kekhawatiran. Tahap ini jika dilakukan dengan benar sudah merupakan terapi terhadap jiwa, seperti halnya seorang klien yang mencurahkan segala unek uneknya kemudian didengar oleh psikolognya dengan penuh penerimaan, dengan penuh kasih sayangnya.
3. Permohonan doa kesembuhan terhadap apa yang dialami. Permohonan doa bukanlah perminataan yang memaksa Allah untuk mengabulkan. Untuk itu doa yang dipanjatkan harus disertai dengan kerendahan hati, dengan segenap sikap butuh kepada Allah. Posisi hamba yang berdoa adalah meminta dia tidak berhak untuk memaksa, hamba tadi hanya diberi wewenang untuk meyakini bahwa doanya dikabulkan bukan memaksa allah untuk mengabulkan.
4. Tahap menunggu diam namun hati tetap mengadakan permohonan kepada Allah
Doa merupakan bentuk komunikasi antara yang meminta dan yang memberi. Ketika proses permintaan sudah disampaikan maka proses pemberian (dijawabnya doa) harus ditunggu karena pemberian atau dijawabnya bersifat langsung. Syarat untuk dapat menerima jawaban ini adalah dengan sikap rendah diri, terbuka, dan tenang (tidak tergesa gesa). Sikap ini akan dapat menangkap kalam Allah (jawaban doa) yang tidak berbentuk ucapan tidak berbentuk huruf tapi berbentuk pemahaman pencerahan, ilham (enlightment), atau berbentuk perubahan perubahan emosi dari tidak tenang menjadi tenang, dari sedih menjadi hilang kesedihannya.
Tahap ini merupakan tahap respon yang diberikan oleh Allah kepada kita sebagai jawaban doa yang kita panjatkan. Tahap ini juga disertai dengan sikap pasrah total kepada Allah mengikuti apa maunya Allah dan apa kehendak Allah, sikap ini akan dapat menangkap jawaban Allah.

Instruksi ringkas untuk proses terapi
1. Tumbuhkan niat dalam diri untuk minta disembuhkan Allah
2. Rilekskan tubuh, kendorkan dari mulai kaki hingga kepala, jangan ada ketegangan otot
3. Sadari keluhan yang dirasakan, amati keluhan itu, ikuti dengan kesadaran bahwa kita lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan apa apa.
4. Sadari kebesaran Allah, lihat alam semesta, bagaimana Allah menggerakkan alam ini, menghidupkan alam ini, Dia Allah yang memberi hidup dan memberi mati, dia yang memberi sembuh dan memberi sakit.
5. Ungkapkan seluruh keluhan yang dirasakan kepada Allah
6. Mintakan kesembuhan kepada Allah
7. Tetap relaks dan masih pada posisi memohon kepada Allah
8. Pasrah kepada Allah sertai dengan keyakinan bahwa Allah menjawab doa yang dipanjatkan.
9. (menunggu jawaban doa, diam namun tetap ingat memohon kepada Allah)
Metode ini merupakan pengalaman penulis dalam melakukan terapi melalui doa baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun pada orang lain, dari orang yang merasakan terapi ini perubahan-perubahan yang terjadi langsung bisa dirasakan. Namun metode ini secara empiris belum pernah diadakan suatu eksperimen yang terstruktur sehingga metode ini kurang dapat dipertahankan secara ilmiah. Dengan adanya diskusi ini penulis mengharapkan adanya kerjasama untuk mengembangkan terapi doa ini karena caranya yang praktis, hasilnya cukup dapat dirasakan dan tidak mengandung kesyirikan karena doa yang kita penjatkan langsung ke Allah.

Psikoterapi Behavior dalam Islam

Secara umum, manusia dalam hidupnya ingin memperoleh suatu perubahan yang berarti. Dalam proses pencapaian suatu perubahan tersebut biasanya ditemukan terdapat suatu kendala yang tidak diharapkan dan jika kendala tersebut mengalami kesulitan dalam pemecahan masalahnya, maka akan dapat menjadi penyebab seseorang mengalami perkembangan patologi dalam dirinya. Sejalan dengan masalah tersebut pada diri manusia, terdapat psikoterapi sebagai penyembuh atau jalan keluar untuk mengatasi berbagai masalah psikopatologi.

Selama ini kita sering menggunakan teori-teori dari psikologi Barat untuk menjelaskan psikopatologi dan psikoterapi, dimana salah satu paradigma tersebut ialah behavior. Selain paradigma tersebut, sekarang ini muncul 1 paradigma baru dalam psikologi untuk menjelaskan psikopatologi dan psikoterapi, yaitu psikologi berdasarkan pandangan agama yang dalam hal ini adalah Islam.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk melakukan perbandingan antara konsep psikopatologi dan psikoterapi dalam pandangan Islam dan behavior.

Penelitian ini adalah termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan kajian pustaka (library reseach). Berdasarkan derajatnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian "inferencial reseach", yaitu dengan cara melukiskan keadaan, kemudian akan dianalisa secara lebih mendalam. Dalam penelitian ini disamping akan dipaparkan tentang konsep psikopatologi dan psikoterapi dalam pandangan Islam juga akan dikomparasikan antara pandangan Islam dan pandangan dari psikologi behavior.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan dalam konsep psikopatologi dan psikoterapi menurut Islam dan psikologi behavior. Dalam psikologi Behavior psikopatologi merupakan perilaku maladaptif. Behavior menjelaskan psikopatologi hanya berdasarkan pada yang terlihat di permukaan. Dalam Islam psikopatologi dijabarkan secara lebih mendalam atau menyentuh sisi spiritual yang jarang sekali disentuh oleh psikologi Behavior, psikopatologi dalam Islam merupakan penyakit hati.

Konsep psikoterapi baik dalam pandangan Islam ataupun psikologi Behavior juga menunjukkan perbedaan yang mencolok. Psikoterapi dalam pandangan Behavior diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Dalam pandangan Islam, psikoterapi tujuannya lebih mendalam, yaitu membangun perbaikan atau kualitas jiwa dan mendorong seseorang hingga merasa dekat dengan Tuhan Perbedaan-perbedaan inilah yang selanjutnya menimbulkan perbedaan konsep psikopatologi ataupun psikoterapi yang ditawarkan kedua paradigma tersebut.

Pembelajaran Berbasis Multimedia

Multimedia merupakan salah satu bentuk teknologi komputer yang saat ini banyak digunakan dalam bidang pendidikan. Multimedia mencakup bebagai media dalam satu perangkat lunak (software). Menurut beberapa pakar, diantaranya Furt, Haffors, Thomson dan Jayant (Munir, 2001: 13) mendefinisikan multimedia sebagai gangunagn antara berbagai media seperti teks, numerk, frafik, gambar, animasi, video, fotografi, suat dan data yang dikendalikan dengan program komputer (dalam satu software digital) serta mempunyai kemampuan interaktif, menjadi salah satu alternatif yang baik sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
Elemen-elemen multimedia yang menggabungkan beberapa komponen seperti warna, teks, animasi, gambar/grafik, suara dan video sangat menunjang dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Konsep multimedia menurut Mayer (2001) meliputi tiga level, yaitu, pertama level teknis yang berkaitan dengan alat-alat teknik: alat-alat ini dapat dianggap sebagai kendaraan pengangkut tanda-tanda (signs); kedua, level semiotik yang berkaitan dengan bentuk representasi (yaitu teks, gambar atau grafik); bentuk representasi ini dapat dianggap sebagai jenis tanda (type of signs); ketiga, level sensorik yaitu berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi untuk menerima tanda (signs). Bila dalam suatu aplikasi multimedia, pemakai (user) diberikan suatu kemampuan untuk mengontrol elemen-elemen yang ada, maka multimedia tersebut dinamakan interactive multimedia (multimedia interaktif).
Pada dasarnya, pembelajaran diselenggarakan dengan harapan agar siswa mampu menangkap/menerima, memproses, menyimpan, serta mengeluarkan informasi yang telah diolahnya. Gardner (Rahmat, 2008) mengemukakan bahwa kemampuan memproses informasi itu dalam bentuk tujuh kecerdasan, yaitu (1) logis-matematis, (2) spasila, (3) linguistik, (4) kinestetik-keparagaan, (5) musik, (6) interpersonal, dan (7) inrapersonal. Media yang dapat mengakomodir persyaratan-persyaratan tersebut adalah komputer. Komputer mampu menyajikan informasi yang dapat berbentuk video, audio, teks, grafik, dan animasi (simulasi).
Misalnya, dalam pembelajaran matematika, beberapa topik yang sulit disampaikan secara konvensional atau sangat membutuhkan akurasi yang tinggi, dapat dilaksanakan dengan bantuan teknologi komputer/multimedia, seperti grafik dan diagram dapat disajikan dengan mudah dan cepat, penampilan gambar, warna, visualisasi, video, animasi dapat mengoptimalkan peran indra dalam menerima informasi ke dalam sistem informasi. Melalui animasi suatu bangun ruang dapat digerak-gerakkan, diputar, dipisahkan menurut bidang-bidang sisinya, sehingga dapat relatif lebih cepat membangun struktur pemahaman siswa tentang konsep bangun ruang. Hal ini juga memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Edgar Dale dalam Rakim (2008) menggambarkan pentingnya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinier, dan multidimensional secara interaktif. Visualisasi tersebut akan mempermudah dalam memilih, mensintesa danmengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahami. Multimedia hanya salah satu sarana yang mempermudah proses belajar mengajar tetapi belum tentu sesuai untuk menyajikan semua pokok bahasan dalam proses belajar mengajar. Selain itu perbedaan individual siswa, sesuai dengan kecepatan dan kemampuan belajarnya dapat dibantu dengan layanan program komputer yang disesuaikan dengan bahan ajar yang diperlukan dan komunikasi yang berlangsung antra siswa dan komputer di bawah fasilitator guru diwujudkan dalam bentuk stimulus-resplons (Kusumah, 2003: 1).
Selanjutnya Jonassen (Chaerumman, 2004) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis TIK (multimedia) dapat mendukung terjadinya proses belajar yang:
a.      Active, yaitu memungkinkan siswa terlibat aktif dikarenakan proses belajar yang menarik dan bermakna;
b.      Constructive, yaitu memungkinkan siswa menggabungkan konsep/ide baru ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna yang selama ini ada dalam pikirannya;
c.      Collaborative, yaitu memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau masyarakat untuk saling bekerja sama, berbagi ide, saran dan pengalaman;
d.     Intentional, yaitu memungkinkan siswa untuk aktif dan antusias berusaha mencapai tujuan yang diinginkannya;
e.      Conversational, yaitu memungkinkan siswa untuk melakukan proses sosial dan dialogis di mana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah;
f.       Contextualized, yaitu memungkinkan isswa untuk melakukan proses belajar pada situasi yang bermakna (real-world); dan
g.      Reflective, memungkinkan siswa untuk dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merengkannya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri.
Dari uraian tersebut, multimedia memungkinkan siswa untuk melatih kemamuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan dan lainnya) serta secara tidak langsung telah meningkatkan keterampilan penggunaan TIK atau Information and Communication Technology Literacy (Fryer, 2001).
Tahapan komunikasi yang dilalui pengguna aplikasi multimedia menurut Niman (dalam Anggora, lihat http://202.159/18/43/jsi/3toha.htm) diantaranya: 1) komputer menyajikan materi pelajaran, 2) siswa mempelajari materi tersebut, 3) komputer mengajukan pertanyaaan, 4) siswa memberikan respon, 5) komputer memeriksa respon tersebut, bila benar, komputer menyajikan materi berikutnya, tetapi jika jawaban salah, komputer memberikan jawaban benar dan penjelasan.
2.      Tahap Pengembangan Multimedia
Bila kita ingin menerapkan pembelajaran berbasis multimedia ada beberapa tahapan pengembangan yang perlu dilakukan (Sutopo, 2003) yaitu: concept, design, material, collecting, assembly, testing dan distribution.
a.      Concept. Tahap untuk menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikasi audience, dalam hal ini tentunya siswa). Selainitu menentukan macam aplikasi (presentasi, interaktif, dll) dan tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran, dan lainnya);
b.      Design. Tahap membuat spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk prgoram;
c.      Material Collecting. Tahap di mana pengumbulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan dilakukan. Tahap ini dapat dikerjakan paralel dengan tahap assembly atau dengan tahap linier;
d.     Assembly. Tahap di mana semua objek atau bahan multimedia dibuat. Proses pembuatan/produksi melibatkan tenga spesialis yang terampil atau mampu memanfaatkan berbagai jenis software. Pembuatan aplikasi multimedia ini berdasarkan storyboard dan struktur navigasi yang berasal dari tahap desain;
e.      Testing. Dilakukan setelah selesai tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi/program dan dilihat apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap ini disebut juga sebagai tahap pengujian alpha (alpha test) di mana pengujian dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnya sendiri;
f.       Distribution. Tahapan di mana aplikasi disimpan dalam suatu media penyimpanan. Pada tahap ini jika media penyimpanan tidak cukup untuk menampung aplikasinya, maka dilakukan kompresi terhadap aplikasi tersebut;
3.      Model Pembelajaran yang Dapat Diterapkan
Proses pembelajaran berbasis multimedia dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model sesuai dengan kemampuan sekolah dalam penyediaan sarana perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Model tersebut diantaranya model selektif (klasikal), sekuensial (berurutan), dan laboratorium (individual). Berikut uraian rinci mengenai model-model tersebut (Nuruddin dalam Suhada, 2003).
a.      Model Selektif (Klasikal). Bila perangkat komputer yang tersedia di skolah sangat minim, model selektif menjdai alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran, yaitu penggunaan komputer dengan sebuah media tayang lebar di dalam kelas. Melalui komputer dan LCD Projector, guru secara demonstrasi menyampaikan materi yang telah dibuat dalam bentuk CD interaktif. Multimedia di sini merupakan jenis multimedia presentasi pembelajaran yang digunakna sebagai alat bantu pembelajaran di kelas (presentasi), guru dapat menyajikan pointer-pointer materi.
b.      Model Sekuensial (Berurutan). Bila perangkat komputer yang tersedia di sekolah cukup banyak, namun belum memungkinkan seluruh siswa menggunakan komputer yang ada, maka hal tersebut dapat diatur untuk setiap dua atau tiga siswa dapat mengakses komputernya masing-masing bahan ajar yang telah diinstal pada server. Dalam model ini, siswa mendapat kesempatan melakukan sendiri, secara bergantian, menggunakan komputer untuk mengeksplorasi informasi yang dilakukan secara berurutan. Urutan tersebut yaitu penggunaan multimedia, belajar melalui buku, tatap muka dengan guru di kelas, dan diskusi kelompok.
c.      Model Laboratorium (Individual). Model laboratorium adalah model pembelajaran berbasis multimedia yang paling ideal di mana setiap siswa dapat menggunakan perangkat komputer untuk mengakses materi ajar. Model ini dapat digunakan bila sekolah memiliki banyak komputer (laboratorium), sehingga siwsa dapat belajar secara mandiri. Siswa juga dapat meng-copy software untuk digunakan di rumah sebagai bahan remedial. Selain itu siswa dapat menggunakan media internet di luar jam sekolah untuk menerima atau mengirim tugas, mencari bahan dari luar sekolah (Pustekkom, 2008). Multimedia di sini merupakanjenis multimedia pembelajaran mandiri.
4.      Beberapa Kelebihan dan Kekurangan
Pembelajaran berbasis multimedia memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut uraian tentang kelebihan dan kekurangannya (Rakim, 2008).
a.      Kelebihan
1)      Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif;
2)      Mampu menimbulkan rasa senang selama pembelajaran berlangsung, sehingga akan menambah motivasi belajar siswa;
3)      Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mengukung sehingga tercapai tujuan pembelajaran;
4)      Mampu memvisualisasikan materi yang abstrak;
5)      Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel;
6)      Membawa obyek yang sukat didapat atau berbahaya ke dalam lingkungan belajar;
7)      Menampilkan objek yang terlalu besar ke dalam kelas; dan
8)      Menampilkan objek yang tidak dapat dilihat secara langsung.
b.      Kekurangan
1)      Biaya relatif mahal untuk tahap awal;
2)      Kemampuan SDM dalam penggunaan multimedia masih perlu ditingkatkan;
3)      Belum memadainya perhatian dari pemerintah; dan
4)      Belum memadainya infrastruktur untuk daerah tertentu.
C.   Penutup
Multimedia merupakan salah satu sarana yang akan mempermudah proses belajar mengajar, dan dapat digunakan sebagai materi pembelajaran mandiri. Pembelajaran berbasis multimedia menunjang implementasi kurikulum, membantu upaya meningkatkan minat belajar, dan menjadi pelengkap sumber belajar. Kehadiran teknologi multimedia dalam pembelajaran hanya bertindak sebagai pelengkap, tambahan (suplemen) atau alat bantu bagi guru. Multimedia tidak akan mengambil alih peran dan fungsi guru, karena ada hal yang tidak dapat digantikan oleh multimedia. Multimedia hanya sebagai pilihan dalam menyampaikan informasi kepada siswa untuk menciptakan suasana belajar mandiri yang menyenangkan.
Bila akan menerapakan pembelajaran berbasis multimedia ada tiga model yang dapat dipilih diantaranya model selektif, model sekuensial, dan model laboratorium. Kesemuanya itu tentunya disesuaikan dengan kondisi yang ada di sekolah. Sudah saatnya setiap sekolah mempersiapkan implementasi e-pembelajaran dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada baik dari segi SDM, infrastruktur, dan biaya.
Daftar Pustaka
Anggoro, Toha, M., Pendidikan Jarak Jauh dan Penerapannya di Indonesia, [On-line]. Tersedia: http://202.159.18.43/jsi/3/toha.htm [20 Juli 2004]
Centron, MJ. (1998), An American Renaissance in the Year 2000, The Futurist, July-Agust.
Chaeruman, AU, (2004), Integrasi Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (TTI) ke dalam Pembelajaran, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, “Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional”, Jakarta: UT, PUSTEKKOM, IPTPI: Tidak diterbitkan.
Fryer (2001), Strategy for Effective Elementary Technology Integration, [On-line]. Tersedia: http://www.wtvi.com/teks/intregate/tcea2001/powerpointoutline.pdf [18 Agustus 2005]
Kusumah, Y., Tapilouw, M., Wahyudi, D., Cunayah (2003), Desain dan Pengembangan Model Bahan Ajar Matematika Interaktif Berbasis Teknologi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Analitis Siswa SMU, Laporan Penelitian, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Mayer, RE (2001), Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajr Mengajar, Mimbar Pendidikan, 3(21).
Pramono, H. (2004), Bilamanakah Multimedia Menunjang Kualitas Pembelajaran? Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional, Jakarta: UT, PUSTEKKOM, IPTPI: Tidak Diterbitkan.
Purwanto (2004), Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, “Menghadapi Tantang Daya Saing SDM Nasional dan Internasional”. Jakarta: UT, PUSTEKKOM, IPTPI: Tidak Diterbitkan.
Rahmat, AZ. (2008), Strategi Pembelajaran Berbasis TIK, Modul 5: Pelatihan Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran, Tingkat Nasional 2008. Depdiknas: Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.
Rakim (2008), Multimedia dalam Pembelajaran, [On-line] Tersedia: http://rakim-ypk.blogspot.com/2008/04/  [23 Desember 2008]
Suhada, B (2003), Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Media Interaktif CD GCSE Biologi Kelas 2 SMU Negeri 1 Bandung sebagai Computer Based Learning dalam Rangka Antisipasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Prosiding The 6th National Seminar on Sciensce and Mathematics Education, The Rule of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competency-Based Curriculum. JICA-IMSTEP.
Supriadi, D (2002), Internet Masuk Sekolah: Pemberdayaan Guru dan Siswa dalam Era Sekolah Berbasis E-Learning, Makalah disajikan dalam seminat “Implenetasi E-Learning untuk Sekolah Menengah” Diselenggarakan oleh Telkom Learning/Sinapsis Indonesia, Oktober 2002. Bandung: PT Telkom.
Sutopo, Ariesto Hadi., 92003), Multimedia Interaktif dengan Flash, Yogyakarta: Graha Ilmu
Suyanto, M. (2004), Multimedia Alat untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Yogyakarta: ANDI.
Rincian Peralatan dan Pemasangan Lab Bahasa: [On-line]. Tersedia: http://www.bima.net. Diakses tanggal 24 Januari 2009.

Pendidikan Seumur Hidup

“Pendidikan Seumur Hidup”/”Life-Long Education” (bukan “long life education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik, terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam pelbagai bentuk kelembagaan belajar.
Holistik memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Manusia selalu berusaha uintuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun seberapa besar usahapun kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta Alam.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar generasi dan kehidupan secara universal..
Dalam Pendidikan atau Belajar terdapat interaksi antara tantangan (challenge) dari alam luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai hidup kita.
Dalam agama sering kita dengar kalimat ” Belajarlah (tuntutlah ilmu) dari ayunan sampai liang lahat”.
Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai tugas tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk kemajuan individu atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar menghargai, belajar menghormati dan belajar semua hal.
Oleh karena itu sahabat-sahabatku sekalian, marilah kita tanamkan rasa ingin selalu belajar dan belajar sepanjang hidup pada diri kita, keluarga dan orang-orang di sekitar kita. Agar kita sebagai manusia yang diberi kehidupan dapat lebih menghargai hidup yang Tuhan berikan.

Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran biologi dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan inkuiri, keterampilan proses, konstruktivistik, dan sains teknologi masyarakat. Kesemua pendekatan tersebut bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting dalam kecakapan hidup. Oleh karena itu, pemberian pengalaman belajar menekankan pada penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Pengembangan keterampilan proses siswa dapat dilatihkan melalui suatu kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan.

Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Dengan demikian, Pendekatan Keterampilan Proses adalah perlakuan yang diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan kemudian mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan memperoleh pengetahuan dapat dengan menggunakan kemampuan olah pikir (psikis) atau kemampuan olah perbuatan (fisik).

American Association for the Advancement of Science (1970), mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar meliputi, observasi (pengamatan), clasifying (menggolongkan), communication (komunikasi), measuring (pengukuran), inferensi (menyimpulkan), prediksi (meramalkan). Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi pengontrolan variable, interpretasi data, perumusan hipotesa, pendefinisian variabel secara operasional, merancang eksperimen.

Penilaian dalam keterampilan proses dilakukan selama proses pembelajaran (penilaian proses) dengan menggunakan indikator dan kata operasional:

  1. Mengamati: melihat, mendengar, merasa, meraba, mambaur, mencicipi, mengecap, menyimak, mengukur, membaca.
  2. Menggolongkan (mengklasifikasikan): mencari persamaan, menyamakan, membedakan, membandingkan, mengontraskan, mecari dasar penggolongan.
  3. Menafsirkan (menginterprestasikan): menaksir, memberi arti, mengartikan, memposisikan, mencari hubungan, ruang-waktu, menentukan pola, menarik kesimpulan, mengeneralisasikan. 
  4. Meramalkan (memprediksi): mengantisipasi berdasarkan kecenderungan, pola atau hubungan antar data atau informasi. 
  5. Menerapkan/menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai atau keterampilan dalam situasi): menghitung, menentukan variabel, mengendalikan variabel, menghubungkan konsep, merumuskan konsep, pertanyaan penelitian, menyusun hipotesis, membuat modul. 
  6. Merencanakan penelitian: menentukan masalah/objek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan ruang lingkup penelitian, menentukan sumber data, menentukan alat, bahan, dan sumber kepustakaan, menentukan cara penelitian.
  7. Mengkomunikasikan: berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, merenungkan, meragakan, mengugkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak atau penampilan).

Penilaian dalam pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses dapat dilakukan secara tes dan nontes. Penilaian secara tes dapat dilakukan melalui ujian tertulis dan lembar kerja. Sedangkan tes perbuatan dapat dilakukan melalui observasi dan tes perbuatan. Namun demikian, secara spesifik penilaian sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan serta kreativitas dan kemampuan guru.

Pelestarian Lingkungan Hidup Menurut Islam

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya.



Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”. Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah.



Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat.  dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:

“……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup).



Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.


Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah  sumber  pengetahuannya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.


Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:


“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan  Tuhan”



Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang..”


Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”



Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.


Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”


Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, ”Dan kami telah  menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”


Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.


Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.


Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi


Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut.


Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;

 “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”


Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani.


Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5;  “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.”


Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.


Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.”

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”


Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:

Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah.  Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.


Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.


Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital”.



Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai  rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.



Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung berjangkit di mana-mana.


Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.



Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan 300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal jalannya roda pemerintahan.


Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.



Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai.


Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan.

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.

"Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

***

*Nishi Chiba, 17 Mei 2008*

Nabiel Fuad Al-Musawa. Islam dan Lingkungan Hidup, Kota Santri.com, Publikasi 13-05-2005 @ 18:06

 Dr. M. Quraish Shihab, MEMBUMIKAN AL-QURAN Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Cetakan 13, 1996 

Fazlun M. Khalid, pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental Sciences (IFEES) di Birmingham, Inggris. Islam dan Lingkungan Hidup, Green Press Network, 20 November 2007

Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Kadar Iman Kita, Hidayatullah.com, 27 Juni 2006

Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Aksioma Kerakusan, Hidayatullah.com, 4 Juli 2006

Al-Quran dan Hadist Terbukti Ampuh Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup, Eramuslim, 1 November 2007