BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dunia
pendidikan, terlebih pendidikan formal merupakan suatu sistem yang sangat
kompleks, yang penyelenggaraannya memerlukan waktu, biaya, tenaga dan kerjasama
berbagai fihak. Semua dilakukan untuk menghasilkan output yang
berkualitas dan siap guna di era kompetitif ini. Keberhasilan suatu pendidikan
selain dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar sistem, juga akan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam sistem. Pengukuran, merupakan salah satu
dari sekian faktor dalam sistem yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan.
Hasil belajar akan terlihat dengan adanya tingkah laku baru dalam tingkat
pengetahuan berpikir atau kemampuan jasmaniah.[1]
Dengan
dilakukannya pengukuran, seorang pendidik akan dengan mudah menilai sampai
sejauh mana tingkat pemahaman, penguasaan, bahkan dengan mudah dapat dihimpun
informasi sampai sejauh mana peserta didik mampu mengaplikasikan, membuat
sintesa, membuat analisis dan apakah peserta didik telah mampu melakukan kritik
terhadap suatu pelajaran. Hampir semua ahli teori belajar, baik pengikut faham behaviorisme
maupun kognitivisme, menekankan pentingnya umpan-balik (feed back)
berupa nilai guna meningkatkan belajar. Pengukuran dalam dunia pendidikan juga
sangat membantu dalam pengambilan-pengambilan keputusan, baik keputusan yang
sifatnya didaktik maupun administratif. Dimana pengambilan
keputusan tersebut haruslah didasari oleh informasi-informasi yang tepat,
akurat dan reliabel berkaitan dengan permasalahannya.
Tes prestasi belajar adalah salah satu alat ukur hasil belajar yang
dapat mencakup semua kawasan tujuan pendidikan, Benyamin S. Bloom membagi
kawasan tujuan pendidikan mejadi tiga bagian, yaitu kawasan kognitif, kawasan
afektif, dan kawasan psikomotorik. Fungsi utama tes prestasi dikelas adalah
mengukur prestasi belajar para siswa.
Banyaknya penggunaan tes prestasi belajar dalam proses pengambilan
keputusan dalam dunia pendidikan, selanjutnya menempatkan tes prestasi belajar
dalam beberapa fungsi, yaitu fungsi penempatan (placement), fungsi formatif,
fungsi diagnostik dan fungsi sumatif.
Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan, fungsi formatif adalah
penggunaan tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemampuan belajar yang
telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pendidikan, fungsi diagnostik adalah
penggunaan tes prestasi belajar untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam
belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera, dan
semacamnya, sedang fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar
untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan
pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan
apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program pendidikan tersebut atau
apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan tes dan penilaian?
2.
Apa saja jenis-jenis tes prestasi belajar yang
sering diselenggarakan di sekolah?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan
masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian tes dan penilaian;
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis tes prestasi
belajar yang sering diselenggarakan di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tes, Pengukuran dan Penilaian
Tes, pengukuran
dan penilaian merupakan tiga aspek yang saling berhubungan dalam kegiatan
pembelajaran. Tes merupakan alat ukur, pengukuran merupakan proses pemberian
angka yang bersifat kuantitatif dan penilaian merupakan proses pengambilan
keputusan yang bersifat kualitatif berdasarkan hasil pengukuran.
Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik
telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran dalam bidang pendidikan
sangatlah kompleks. Kemampuan dalam pengukuran ini dibutuhkan keahlian
tersendiri. Oleh sebab itu, kemampuan dalam membuat tes dan melakukan pengukuran
dan penilaian merupakan kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh guru.
Penilaian merupakan kegiatan pengukuran keberhasilan
pembelajaran dengan cara mengumpulkan data dan berbagai informasi yang
diperlukan untuk kemudian diolah, ditafsirkan, dan digunakan sebagai
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat keberhasilan belajar yang
telah dicapai peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.[2]
Tes merupakan cara penilaian yang dirancang dan
dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam
kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Tes sebagai alat
penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada
umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama
hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
B.
Jenis-Jenis
Tes
Ada dua jenis tes yakni tes uraian dan tes objektif. Tes uraian terdiri
dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes
objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar-salah,
pilihan berganda, menjodohkan, isian pendek dan melengkapi.
1.
Tes Uraian
Tes uraian merupakan alat penilaian hasil belajar yang
paling tua. Secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan
demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan
gagasannya melalui bahasa tulisan.
Adapun kelebihan atau keunggulan tes uraian ini antara lain
adalah :
·
dapat mengukur proses mental yang tinggi atau
aspek kognitif tingkat tinggi;
·
dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik
lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa;
·
dapat terlatih kemampuan berpikir teratur atau
penalaran, yakni berfikir logis, analitis, dan sistematis;
·
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
(problem solving);
·
adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat
soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung
melihat proses berfikir siswa.
Dilain pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini
antara lain adalah:
·
sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini
tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti
pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
·
sifatnya sangat subjektif, baik dalam
menanyakan, dalam membuta pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa
saja bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawaban nya juga
berdasarkan apa yang dikehendakinya;
·
tes ini biasanya kurang reliabel mengungkap
aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak
praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar.
a.
Jenis-jenis
Tes Uraian
Bentuk tes uraian dibedakan menjadi uraian bebas (free essay) dan uraian terbatas
(berstruktur).[3]
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan
siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya
umum. Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat
digunakan apabila bertujuan untuk :
·
mengungkapkan pandangan para siswa terhadap
suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya;
·
mengupas suatu persoalan yang kemungkinan
jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satupun jawaban yang pasti;
·
mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat
suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.
Kelemahan tes ini ialah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa
bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena
bergantung pada guru sebagai penilainya.
Bentuk kedua dari tes
uraian adalah uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan
kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan bisa dari
segi: ruang lingkupnya, sudut pandang menjawabnya, dan indikator-indikatornya.
Dengan adanya
pembatasan tersebut jawaban siswa akan lebih terarah sesuai dengan yang
diharapkan. Cara memberikan penilaian juga lebih jelas indikatornya. Kriteria
kebenaran jawaban bisa lebih mudah ditentukan. Oleh sebab itu, bentuk soal
uraian terbatas terasa lebih terarah dan lebih tepat digunakan dari pada bentuk
uraian bebas.
Di samping kedua bentuk uraian di atas adal pula bentuk tes uraian yang
disebut soal-soal berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara
soal-soal objektif dengan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan
serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas
menjawabnya. Soal yang berstruktur berisi unsur-unsur pengantar soal,
seperangkat data, dan serangkaian subsoal.
b.
Menyusun
Soal Bentuk Uraian
Agar diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memadai sebagai
alat penilaian hasil belajar, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut :
1)
Dari segi isi yang diukur
Segi yang
hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya, misalnya pemahaman
konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek kognitif
lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan maka soal atau pertanyaan
yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas tersebut.
2)
Dari segi bahasa
Gunakan bahasa
yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna yang terkandung dalam
rumusan pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat, tetapi jelas apa yang
ditanyakan.
3)
Dari segi teknis penyajian soal
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama
sekalipun untuk asibilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang
diajukan lebih komprehensif daripada segi lingkup materinya. Perhatikan waktu
yang tersedia untuk mengerjakan soal tersebut sehingga soal tidak terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Bobot penilaian untuk setiap soal hendaknya
dibedakan menurut tingkat kesulitan soal.
4)
Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban
yang diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal
untuk setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila jawaban dianggap
salah atau kurang memadai.
2.
Tes
Objektif
a.
Bentuk
Soal Jawaban Singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban
dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat
dinilai benar atau salah.
Kebaikan
bentuk soal jawaban singkat :
1)
Menyusun soalnya relatif mudah
2)
Kecil kemungkinan siswa memberi jawaban dengan
cara menebak
3)
Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan
singkat dan tepat
4)
Hasil penilaiannya cukup objektif
Kelemahan bentuk sosl jawaban singkat:
1)
Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang
lebih tinggi
2)
Memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya
sekalipun tidak selama bentuk uraian
3)
Menyulitkan pemeriksanaan apabila jawaban siswa
membingungkan pemeriksa
b.
Bentuk
Soal Benar-Salah
Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa
pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan
sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada umumnya bentuk soal
benar-salah dapat dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi,
dan prinsip.
Kebaikan bentuk soal benar-salah:
1)
Pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif dan
cepat
2)
Soal dapat disusun dengan mudah
Kelemahan bentuk soal benar-salah:
1)
Kemungkinan menebak dengan benar jawaban setiap
soal adalah 50%
2)
Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang
lebih tinggi karena hanya menuntut daya ingat dan pengenalan kembali
3)
Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya
dengan dua kemungkinan (benar dan salah)
c.
Bentuk
Soal Menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok peryataan yang
paralel. Kedua kelompok pertanyaan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok
sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari
jawabannya.
Kebaikan bentuk soal menjodohkan:
1)
Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan
objektif
2)
Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan
bagaimana mengidentifikasi antara dua hal yang berhubungan
3)
Dapat mengukur ruang lingkup dua pokok bahasan
atau subpokok bahasan yang lebih luas
Kelemahan bentuk soal menjodohkan:
1)
Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan
atas fakta dan hafalan
2)
Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan
yang mengukur hal-hal yang berhubungan
d.
Bentuk
Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang
benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda
terdiri atas :
-
Stem,
yaitu pernyataan yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan;
-
Option,
yaitu sejumlah pilihan atau alternatif jawaban;
-
Kunci, yaitu jawaban yang benar atau paling
tepat;
-
Distractor
(pengecoh), yaitu jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
Selain bentuk
soal pilihan ganda biasa, terdapat model bentuk pilihan ganda lainnya, yaitu
bentuk soal hubungan antar hal (hah) dan bentuk pilihan ganda kompleks (pgk).
Pada kedua bentuk soal tersebut, masing-masing pilihan jawabannya ditetapkan
dan berfungsi sebagai petunjuk jawaban soal.
Pada bentuk
soal hubungan antar hal, siswa dituntut untuk mengidentifikasi hubungan sebab
akibat antara pernyataan pertama (yang merupakan akibat) dan pernyataan kedua
(yang merupakan sebab). Kedua pernyataan dihubungkan dengan kata “sebab”. Kedua
pernyataan itu dapat benar, salah atau juga pernyataan yang satu benar dan yang
lainnya salah.
Kebaikan
bentuk soal pilihan ganda :
1)
Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian
besar dari bahan pengajaran yang telah diberikan;
2)
Jawaban siswa dapat dioreksi (dinilai) dengan
mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban;
3)
Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti
benar atau salah sehingga penilainnya bersifat objekif.
Kelemahan bentuk soal pilihan ganda:
1)
Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban
masih cukup besar
2)
Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan
nyata
C.
Pengembangan
Tes
Satuan pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kriteria
ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan
ideal.[4]
Dalam pengembangan tes, domain yang akan diukur dibagi menjadi domain
kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Level pembelajaran di atas
akan sangat tergantung pada pencapaian level di bawahnya.
Level pembelajaran domain kognitif:
1.
Knowledge yaitu mengingat sesuatu
2.
Comprehension yaitu menangkap/memahami arti sesuatu
3.
Application yaitu menggunakan sesuatu dalam situasi konkrit
4.
Analysis yaitu memecah sesuatu menjadi material pembentuknya
5.
Synthesis yaitu menyusun bagian-bagian menjadi satu
6.
Evaluation yaitu menilai sesuatu berdasar kriteria tertentu
Kategori utama domain afektif:
1.
Receiving
phenomena yaitu kewaspadaan, mau mendengar
2.
Responding
to phenomena yaitu partisipasi aktif sebagai pembelajar
3.
Valuing yaitu nilai seseorang melekat pada
perilaku
4.
Organization yaitu mengorganisasi nilai ke dalam
prioritas
5.
Characterization yaitu memiliki sistem nilai yang mengatur
perilaku
Kategori utama domain psikomotor:
1.
Perception yaitu mampu melakukan pergerakan
2.
Set yaitu kesiapan bertindak
3.
Guided
response yaitu melakukan
imitasi, trial & error
4.
Mechanism yaitu menjadi kebiasaan
5.
Complex
overt response yaitu pola pergerakan kompleks
6.
Adaptation yaitu memodifikasi pola pergerakan
7.
Origination yaitu menciptakan pergerakan baru
Dalam mengukur
indikator pencapaian hasil belajar baik kognitif, afektif maupun psikomotor
dapat menggunakan berbagai macam bentuk tes baik tertulis maupun lisan. Domain
kognitif dapat diukur menggunakan seperti misalnya tes lisan, tes pilihan
ganda, tes obyektif, tes uraian, tes jawaban singkat, menjodohkan, dan tes
unjuk kerja. Tes pada domain afektif untuk mengukur sikap dengan teknik antara
lain observasi, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi yang diukur dengan
menggunakan skala Likert. Sedang hasil belajar psikomotor yang indikator
keberhasilannya lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi fisik atau keterampilan
tangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tes merupakan alat
ukur, pengukuran merupakan proses pemberian angka yang bersifat kuantitatif dan
penilaian merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat kualitatif
berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran adalah proses pemberian angka atau
usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta
didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran dalam bidang pendidikan
sangatlah kompleks. Kemampuan dalam pengukuran ini dibutuhkan keahlian
tersendiri. Oleh sebab itu, kemampuan dalam membuat tes dan melakukan
pengukuran dan penilaian merupakan kemampuan profesional yang harus dimiliki
oleh guru.
Penilaian merupakan kegiatan pengukuran keberhasilan pembelajaran
dengan cara mengumpulkan data dan berbagai informasi yang diperlukan untuk
kemudian diolah, ditafsirkan, dan digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat
keputusan tentang tingkat keberhasilan belajar yang telah dicapai peserta didik
setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
Ada dua jenis tes yakni tes uraian dan tes objektif. Tes
uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur.
Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan
benar-salah, pilihan berganda, menjodohkan, isian pendek dan melengkapi.
B.
Saran
1.
Hendaknya para penyusun tes selalu memperhatikan
kaidah-kaidah yang telah dibakukan dalam pembuatan tes tersebut, sehingga
validitas dan reabilitas tes dapat teruji dengan baik;
2.
Seyogyanya guru dalam setiap akhir pembelajaran
selalu memberikan post test, sehingga berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran tersebut dapat diketahui;
3.
Para penyusun tes, sebaiknya juga memperhatikan
kondisi sosial budaya lokal setempat, sehingga hal-hal yang sensitif terhadap
kondisi sosial budaya setempat dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, Rahmat. 2010. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran. Yogyakarta : Magnum Pustaka.
Raharjo, Rahmat. 2012.
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum Membangun
Generasi Cerdas & Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa. Yogyakarta :
Baituna Publishing.
Sudjana, Nana &
Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian
Pendidikan, Cet. 5. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta : Bumi Aksara.
[1]
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi
Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Ed. 1,
Cet. 1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hal. 44.
[2]
Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Inovasi
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, (Yogyakarta
: Magnum Pustaka, 2010), hal. 60.
[3]
Dr. Nana Sudjana & Dr. Ibrahim, M.A, Penelitian
dan Penilaian Pendidikan, Cet. 5, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2009),
hal. 261.
[4]
Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter untuk
Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta : Baituna Publishing, 2012), hal. 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda