Selasa, 14 Juni 2011

Hakikat, Kode Etik dan Kebutuhan Peserta Didik


BAB I
PENDAHULUAN

Modul ini membahas tentang hakikat peserta didik. Modul ini merupakan kelanjutan dari pembahasan modul sebelumnya tentang pendidik. Pembahasan tentang peserta didik meliputi pembahasan tentang hakikat, kepribadian, kode etik dan karakter serta kebutuhan peserta didik.
Mempelajari modul ini diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam memahami permasalahan pendidikan terutama pada aspek peserta didik. Dengan memahami hakikat, kepribadian, kode etik, karakter dan kebutuhan peserta didik, diharapkan memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dalam memahami peserta didik. Dengan demikian akan lebih mudah menganalisis permasalahan yang terdapat di dalamnya.
Untuk dapat menguasai kompetensi tersebut, diharapkan dapat menguasai indikator-indikator sebagai berikut :
a.         Mampu menjelaskan hakikat peserta didik;
b.        Mampu menjelaskan kepribadian peserta didik;
c.         Mampu menjelaskan kode etik dan karakter peserta didik; dan
d.        Mampu menjelaskan kebutuhan peserta didik.
Dengan memahami modul ini, akan lebih terbantu dalam memahami permasalahan pendidikan terutama yang berkenaan dengan peserta didik. Pemahaman terhadap peserta didik ini merupakan landasan dalam mengembangkan peserta didik. Manfaat mempelajari modul ini juga dapat memposisikan peserta didik sesuai dengan kepribadian dan kebutuhannya.
Secara sistematis, modul ini membahas, pertama, hakikat dan kepribadian peserta didik, kedua, etika dan kebutuhan peserta didik.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat dan Kepribadian Peserta Didik
1.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan bagian dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik adalah objek atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua faktor antara pendidikan dan peserta didik merupakan komponen paling utama dalam suatu sistem pendidikan.
Secara bahasa, peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dan seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
Abdul Mujib (2006 : 103) mengatakan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang lebih tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik.
Lebih lanjut Abdul Mujib mengatakan peserta didik cakupannya sangat luas, tidak hanya melibatkan anak-anak tetapi mencakup orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya mengkhususkan bagi individu yang berusia anak-anak. Penyebutan peserta didik mengisyaratkan tidak hanya dalam pendidikan formal seperti sekolah, madrasah dan sebagainya, tetapi penyebutan peserta didik mencakup pendidikan non formal seperti pendidikan di masyarakat, majlis taklim atau lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
Lain halnya dengan Ahmad Tafsir (2006 : 164-165) berpendapat bahwa istilah untuk peserta didik adalah murid bukan pelajar, anak didik atau peserta didik. Beliau berpendapat bahwa pemakaian murid dalam pendidikan mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru, keprihatinan guru terhadap murid. Dalam konsep murid ini terkandung keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib, dalam perbuatan mengajar dan belajar terdapat keberkahan tersendiri. Pendidikan yang dilakukan oleh murid dianggap mengandung muatan profane dan trancedental.
Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengatakan, sebutan murid lebih umum sama halnya dengan penyebutan anak didik dan peserta didik. Istilah murid memiliki ciri khas tersendiri dalam ajaran Islam. Istilah murid ini pertama kali diperkenalkan oleh kalangan sufi. Istilah murid dalam tasawuf mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan searah. Pengajaran berlangsung dari subjek (guru) ke objek (murid). Dalam ilmu pendidikan hal seperti ini disebut pengajaran berpusat pada guru.
Murid dalam pengertian pendidikan umum adalah tiap kelompok atau sekelompok individu yang menerima pengaruh dan seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Murid dalam pengertian pendidikan secara khusus adalah anak yang belum dewasa menjadi tanggung jawab pendidik (Barnadib, 1989 : 1).
Abuddin Nata (2005 : 131) mengatakan dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dalam pandangan lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan harus perlakuan sebagai subjek pendidikan. Karena hal ini dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Menurut Muhammad Abduh, peserta didik adalah semua orang, baik laki-laki ataupun perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam hal pendidikan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw :
Artinya :
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim. (HR. ath-Thabrani melalui Ibnu Mas’ud ra.)
Hadits di atas, walaupun tidak memakai kata muslimah, mencakup pula perempuan sesuai dengan kebiasaan teks al-Qur'an dan as-Sunnah yang menjadi redaksi berbentuk maskulin mencakup pula feminim, selama tidak ada indikator yang menghalanginya. Kendali demikian, Quraish Shihab (2006 : 356) berpendapat bahwa hadits di atas dinilai lemah oleh ulama, namun mereka sepakat menyatakan bahwa kandungannya benar dan sejalan dengan tuntunan al-Qur'an.
Abdullah Nashih Ulwan (Raharjo, 1999 : 59) mengatakan peserta didik adalah objek pendidikan. Ia merupakan pihak yang harus dididik, dibina dan dilatih untuk mempersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan Islamnya serta berakhlak mulia. Beliau lebih lanjut mengatakan keberhasilan dalam merealisasikan tujuan pendidikan secara optimal, faktor anak didik harus menjadi perhatian. Dalam hal ini, peserta didik harus dipersiapkan sedemikian rupa, agar tidak mengalami banyak hambatan dalam menerima ajaran tauhid dan nilai-nilai kemuliaan lainnya.
Dari sekian pendapat di atas, peserta didik adalah menusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan baik anak-anak  maupun orang dewasa yang sedang mengalami fase perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Proses ini dilakukan dengan cara dididik, dibina dan dilatih untuk menjadi makhluk yang taat kepada Allah Swt melalui pendidikan Islam.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Syamsul Nizar sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2006 : 77) mendeskripsikan enam kriteria peserta didik adalah sebagai berikut :
a.       Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Peserta didik memiliki metode belajar mengajar tersendiri, ia tidak boleh dieksploitasi oleh orang dewasa dengan memaksakan anak didik untuk mengikuti metode belajar mengajar orang dewasa, sehingga peserta didik kehilangan dunianya;
b.      Peserta didik memiliki masa atau periodisasi perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, kebutuhan taraf dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial) dan harga diri. Kedua, metakebutuhan (meta needs) meliputi aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan sebagainya;
c.       Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor endogen (fitrah) seperti jasmani, intelegensi, sosial, bakat dan minat. Sedangkan faktor eksogen (lingkungan) dipengaruhi oleh pergaulan dan pengajaran yang didapatkan di mana ia berada;
d.      Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu;
e.       Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri atas banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa, dan karsa); dan
f.        Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis (fleksibel).
Senada dengan pernyataan di atas, Syaiful Bahri Djamarah (2000 : 51-52) mengatakan bahwa peserta didik memiliki karakteristik-karakteristik yang penting untuk diperhatikan. Karakter-karakter tersebut antara lain :
a.       Belum menjadi orang dewasa, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik;
b.      Masih menyempurnakan aspek tertentu untuk menyempurnakan kedewasannya;
c.       Memiliki sifat dasar yang sedang berkembang secara terpadu yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, emosi dan sebagainya.
Pendapat Syaiful tersebut cenderung menempatkan pendidikan dari pendekatan pedagogis. Dalam pendekatan pedagogis peserta didik lebih ditempatkan sebagai sosok yang sangat membutuhkan pendidik untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peserta didik diposisikan sebagai anak didik.
Setiap manusia memiliki perkembangan termasuk peserta didik. Dalam kehidupannya manusia mengalami beberapa tahapan perkembangan sebagai berikut :
a.       Al-Janin yaitu tingkat anak yang berada dalam kandungan. Allah Swt. berfirman :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan daya nalar agar kamu bersyukur. (QS. an-Nahl : 78);
b.      Al-Thiflu yaitu tingkat anak dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan, sehingga mengetahui baik dan buruk;
c.       Al-Tamyis yaitu tingkat anak yang sudah dapat membedakan yang baik dengan yang buruk, akal pikirannya sudah berkembang;
d.      Al-Aqli yaitu tingkat manusia yang telah berakal sempurna;
e.       Al-Auliya dan al-Anbiya yaitu tingkat tertinggi perkembangan manusia (al-Abrasyi, 1970 : 34-44).
2.      Kepribadian Peserta Didik
Dalam setiap jiwa manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, All Port mendefinisikan kepribadian sebagai susunan yang dinamis dalam sistem psikofisik (jasmani dan rohani). Hal inilah yang menandakan dan membedakan antara satu individu dengan individu lain. Lain halnya dengan Hartmann mendefinisikan kepribadian sebagai susunan yang terintegrasikan dalam corak khas yang tegas yang memperhatikan kepada orang lain.
Berdasarkan definisi di atas, Ramayulis (2006 : 110-111) mengutip pernyataan Wetherington menyimpulkan bahwa kepribadian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Manusia pertama kali hanyalah sebagai sosok individu atau perorangan kemudian barulah merupakan suatu pribadi disebabkan pengaruh belajar dan lingkungan sosialnya;
b.      Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasi dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu;
c.       Kata kepribadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang;
d.      Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statistik seperti bentuk badan atau ras tetapi menyatakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang;
e.       Kepribadian tidak berkembang secara pasif tetapi setiap orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial.
Pendapat di atas merupakan teori psikologi Barat yang banyak dipengaruhi oleh falsafah materialistis yang menjadikan kekayaan dunia menjadi tujuan hidup. Kalaupun mereka menyebut tentang Tuhan, agama dan keyakinan dalam teorinya, tetapi semuanya itu terpisah dari pergaulan dan tata laksana kegiatan duniawi. Fungsi agama menurut mereka hanya bersifat seremonial semata.
Berbeda halnya dengan konsep ajaran Islam mengenai kepribadian seorang muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang patuh dan taat kepada Allah Swt dalam perbuatan dan tingkah laku hidupnya tanpa batas akhir. Seorang muslim hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas kedalamannya, tanpa akhir ketinggiannya dan lebih utama lagi kepribadian seorang muslim haruslah dapat memahami makna-makna ayat al-Qur'an.
Dalam kepribadian seorang muslim, manusia harus dapat mengembangkan dirinya dengan bimbingan dan petunjuk Illahi, dalam rangka mengemban tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah untuk selalu melakukan pengabdiannya. Kepribadian anak didik dijelaskan oleh Abuddin Nata (2006 : 136) yang mengutip pendapat Thasyi Kubra Zaidah mengatakan bahwa seorang peserta didik tidak diperbolehkan menilai rendah atau menganggap tidak penting  terhadap ilmu pengetahuan yang ia tidak kuasai ataupun tidak ia senangi. Sebaliknya, peserta didik harus menganggap bahwa ilmu tidak dikuasainya itu sama manfaatnya dengan ilmu yang ia miliki.
Kepribadian peserta didik yang paling penting Al Abrasyi yaitu :
a.       Peserta didik hendaknya tekun dan bersungguh dalam menuntut ilmu;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda