Sabtu, 29 Juni 2013

Pengaruh Positivistik terhadap Dunia Ilmu Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.[1] Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
1.      Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial);
2.      Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu);
3.      Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).
Semua jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keahlian, sehingga makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang  dimiliki seseorang tetap saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan eksistensial).
Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu : 1) manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya; 2) manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya. Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan manusia.
Filsafat dipandang sebagai bagian dari ilmu pendidikan yang merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.[2] Filsafat merupakan suatu sistem yang dapat menentukan sikap hidup, dari filsafat yang dianut tergambar nilai-nilai yang dipegang, juga harapan-harapan yang didambakan.[3] Salah satu aliran filsafat yang terbentuk adalah positivisme.
Positivisme yang dirintis oleh Augeste Comte (1798 – 1857) menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif sebagai pengetahuan yang sahih. Filsafat positivisme Comte mengalami perkembangan dramatis dengan lahirnya kaum positivisme logis, khususnya di dalam lingkaran Wina (Vienna Circle). Kaum positivisme logis memusatkan diri pada bahasa dan makna. Bagi kaum positivisme logis, semua metafisika secara literal adalah “nonsense“, tanpa makna. Salah seoranag tokoh terkemuka yang tergolong positivisme logis pada lingkaran Wina adalah Rudolf Carnap (1891 – 1970).
Beliau menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir (ultimate cause) dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelaskan fenomena akan ditinggalkan dan ilmuwan hanya akan mencari korelasi antar fenomena. Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi (fictionalist). Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup), pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebut logika positivisme (logical positivism).
Pengaruh positivisme dalam filosofi ilmiah menurun tajam mulai tahun 1960 sampai tahuan 1970. Tidak ada penerus yang dapat mengisi kekurangan dalam filosofi positivisme. Beberapa bentuk ajaran Popper nampaknya mampu untuk mengisi kekurangan ini. Karl Popper yang mengkritik induktivisme dan konfirmationisme, bapak dari falsifikasionisme dan rasionalisme kritis ini mempunyai cukup banyak pandangan dan pengaruh pada ahli filsafat generasi berikutnya. Mulai dari J. Agassi sampai Elie Zahar, dan termasuk beberapa pemikir seperti W.W. Bartley, P.K. Feyerabend, Noretta, Koertge, Imre Lakatos dan J.W.N. Watkins yang semua ahli filsafat tersebut mempunyai kritik atau pendapat yang dapat membuat pemikiran Popper terus berkembang. Pemikir lainnya adalah Thomas Kuhn yang telah berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan normal dan revolusioner, paradigma dan matriks disiplin, serta pengembangan dalam analisis sosiologi yang menitikberatkan pada norma dan nilai ilmiah. Versi radikal dari pendekatan Kuhn adalah dalam ilmu sosiologi yang sekarang dikembangkan oleh grup sarjana dari Universitas Edinburgh, termasuk Barry Barnes dan David Bloor. Grup lain yang turut mengembangkan adalah Joseph Sneed dan Wolfgang Stegmuller dari sekolah strukturalis serta Ricahard Rorty dalam pengembangan pragmatis baru. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apakah pengembangan positivisme akan menjadi satu doktrin atau pandangan lain yang lebih sederhana dalam dunia ilmiah.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana paradigma positivisme kaitannya dengan ilmu pengetahuan?
2.      Bagaimana pengaruh positivisme terhadap dunia ilmu pendidikan?


C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui paradigma positivisme kaitannya dengan ilmu pengetahuan;
2.      Untuk mengetahui pengaruh positivisme terhadap dunia ilmu pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Paradigma Positivisme
Orang yang pertama menggunakan istilah sosiologi adalah August Comte (1798-1857). Beliau mengatakan ada tiga tingkatan intelektual yang harus dilalui masyarakat, ilmu pengetahuan, individu atau bahkan pemikiran masyarakat dan dunia sepanjang sejarahnya. Pertama, tahap teologis yang menjadi teologis yang menjadi menerangkan segala sesuatu, bukanlah para dewa. Dengan demikian pandangan terhadap ciptaan tuhan  mengalami degradasi kekuasaan dihadapan manusia, Ketiga, pada tahun 1800 dunia memasuki tahap positivistikyang ditandai oleh keyakinan terhadap sains.
Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Menurutnya, untuk menciptakan masyarakat baru yang serba teratur, maka perlu adanya perbaikan jiwa atau budi terlebih dahulu. Menurut Comte, pemikiran, jiwa atau budi manusia berkembang dalam tiga tahap atau zaman: zaman teologis, zaman ontologis atau metafisis, dan zaman positivistis.[4]
Masa Comte haruslah mengabdikan ilmu yang disebutnya positif. Disamping matematika, fisika, biologi dalam ilmu ke masyarakatan pun semangat positif itu akan dapat kita alami dan daripada itu baiklah orang yang mengatakan bahwa ia tidak tahu saja.
4

Dengan demikian pada prinsipnya zaman positif atau zaman ketika orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakikat yang terjadi dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya yaitu dengan pengamatan dengan memakai akalnya. Pada zaman ini pengertian menerangkan berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja seperti, gaya berat.

Paham ini tidak hanya besar pengaruhnya dibidang filsafat, akan tetapi juga besar pengaruhnya dibidang ilmu-ilmu yang lain. Dalam hal ini terbukti Comte menjadi besar pengaruhnya dalam sosiologi. Pengaruh positivisme tampak pula dalam ilmu jiwa, logika, sejarah, dan kesusilaan.
Nama positivisme diintroduksikan Aguste Comte dari kata positif yang artinya faktual. Menurut positivisme pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Positivisme menolak cabang filsafat seperti metafisika. Karena menanyakan hakikat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya bagi positivisme tidak mempunyai arti apapun juga. Ilmu pengetahuan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungannya. Tugas khusus filsafat antara mengkoordinasi ilmu-ilmu lain dan memperlihatkan kesatuan antara berbagai macam ilmu. Maksud positivisme sama dengan empirisme, yang menerima pengalaman bathiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan.
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Salah satu bagian dari tradisi positivisme adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’[5] pada awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif.[6] Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, dan filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan teologi, tingkatan metafisik, dan tingkatan positif.[7]
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami  hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan  keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal  itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui)  alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti  dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Hukum dalam 3 tahap ini berlaku dibidang ilmu pengetahuan sendiri. Segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikeruhkan oleh pemikiran metafisis, dan akhirnya tiba dizaman hukum-hukum positif yang cerah. Pengaturan ilmu pengetahuan yang berarti harus disesuaikan dengan pembagian kawasan gejala-gejala atau penampakan-penampakan yang dipelajari ilmu itu.
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam metafisika. 
B.     Pengaruh Positivistik bagi Dunia Ilmu Pendidikan
Pandangan filosofis merupakan cara melihat pendidikan dari hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia.[8] Selain itu, filsafat dapat diartikan juga sebagai pola pikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal dan spekulatif.[9]
Sementara itu, pengaruh positivisme yang sangat besar dalam zaman modern sampai sekarang ini, telah mengundang para pemikir untuk mempertanyakannya, kelahiran post modernisme yang narasi awalnya dikemukakan oleh Daniel Bell dalam bukunya The cultural contradiction of capitalism, yang salah satu pokok fikirannya adalah bahwa etika kapitalisme yang menekankan kerja keras, individualitas, dan prestasi telah berubah menjadi hedonis konsumeristis.[10]
Positivisme merupakan salah satu akar utama dari filsafat modern selain analisis linguistik. Para postivitis Perancis abad ke-19, di bawah kepemimpinan Auguste Comte, berpegang bahwa pengetahuan (knowledge) harus didasarkan pada persepsi rasa (sense perception) dan investigasi ilmu pengetahuan (science) yang objektif, oleh karena itu, positivisme telah membatasi pengetahuan kepada statements  fakta yang dapat diobservasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya, dan menolak pandangan dunia yang bersifat metafisik atau pandangan dunia yang berisi unsur-unsur yang tidak dapat diverifikasi secara empiris.  Sikap negatif terhadap setiap realitas di luar rasa (sense) manusia telah mempengaruhi banyak bidang-bidang pemikiran modern, termasuk pragmatisme, behaviorisme, naturalisme saintifik, dan gerakan analitik tersebut. Positivisme menjadi tempat berkumpul bagi kelompok ilmuwan abad 20 yang dikenal dengan nama ”Perkumpulan Vienna (Vienna Circle)”  . Kelompok ini terdiri dari ilmuwan ahli matematika, ahli logika simbol (symbolic logician) yang tertarik pada filsafat. Perkumpulan Vienna tersebut melihat filsafat sebagai logika sains dan bentuk pemikiran mereka yang kemudian dikenal sebagai positivisme logis. Tujuan utama kelompok ini adalah  untuk menemukan suatu sistem terminologis dan konseptual yang bersifat inklusif tapi umum (berlaku) terhadap semua sains. Perlu dicatat bahwa filsafat analitik merupakan istilah payung (umbrella term) yang mencakup beberapa pendirian yang agak berbeda yang biasanya mengacu kepada positvisme logis, empirisme logis, analisis linguistik, atomisme logis, dan analisis oxford.
Pada dasarnya logical positivisme berfikir bahwa tidak ada dalil yang dapat diterima dengan penuh arti kecuali jika dapat diverifikasi dengan alasan-alasan formal  (yaitu : logika dan matematika) atau diverifikasi pada tataran empiris, atau data yang nyata.
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo positivism dikembangkan oleh Bertrand Russell yang berakar pada dan meneruskan filsafat positivisme dari Comte yang merupakan peletak dasar pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (science), dengan meletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu.
 Positivisme memiliki pengaruh yang kuat pada metode ilmiah. Konsep-konsep positivisme menyumbangkan pendekatan baru dalam penemuan kebenaran ilmiah yang melahirkan revolusi paradigm. Prinsip dan prosedur dalam ilmu alam dan ilmu sosial,yang berasal dari asumsi John Stuart Mill (1843), terus hidup sampai sekarang sebagai paradigm metodologis. Mill tidak membedakan metodologi ilmu social dan ilmu kealaman.
August Comte ( 1798-1857 ) positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal abad 20-an dengan menetapkan criteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh manusia maupun alam untuk disebut sebagai ilmu yang benar. Kriteria adalah eksplanatoris dan prediktif. Demi terpenuhnya kriteria-kriteria tersebut, maka ilmu-ilmu harus memiliki pandangan dunia positivistic sebagai berikut : 1) objektif, teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai; 2) fenomenalisme, ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang yang teramati; 3) reduksionisme  semesta di reduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati; 4) naturalisme, alam semesta adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam.
Pengajaran utama dalam logika positivisme dikembangkan pada tahun 1920 oleh Moritz Schlich, Herbert Feigl, Kurt Gödel, Hans Hahn, Otto Neurath, Friedrich Waismann, Rudolf Carnap and kelompok lain yang sering disebut Vienna Circle.
Logika positivisme menempati posisi sebagai filosofi empiris yang radikal, dan para pendirinya percaya bahwa hal ini merupakan awal babak baru dalam penyelidikan filosofi. Tujuan dari seluruh analisis filosofi adalah analisis logika dari ilmu yang dinyatakan sebagai positif, atau empiris, yang merupakan label dari logika positivisme.
Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa yang menjadi tuntutan dalam penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah untuk menganalisis bentuk logika dari suatu pernyataan. Pernyataan yang tidak hanya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara kognitif (cognitively significant) atau bermakna.
Semua pernyataan lain tidak nyata secara kognitif bila: tidak bermakna, bersifat metafisik, dan tidak ilmiah. Analisis filosofi yang menggunakan pernyataan seperti itu mungkin sebagai ekspresi sikap emosi, atau sikap umum mengenai kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan.
Untuk menjalankan program ini, para pengikut logika positivisme membutuhkan kriteria yang obyektif yang dapat membedakan antara pernyataan sintetis yang tidak bermakna. Salah satu pemikiran awal untuk menjawabnya adalah mengemukakan prinsip dapat diverifikasi (verifiability): pernyataan hanya bermakna bila dapat diverifikasi. Sayangnya, pernyataan dalam bentuk universal (seperti: semua burung gagak berwarna hitam), yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat diverifikasi. Kriteria lainnya adalah dapat ditolak (falsifiability), sedangkan Ayer berpendapat harus dapat diverifikasi meskipun lemah, Carnap menambahkan dapat diubah bentuknya (translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi (confirmability). Tetapi, tidak ada satupun dari kriteria tersebut yang mampu membenarkan dalam memutuskan suatu persoalan. Dilema lain adalah adanya terminologi teori dalam pernyataan yang dibuat oleh ilmuwan. Beberapa ilmuwan positivis mengikuti Mach dalam mendesak untuk menghilangkan kriteria tersebut dalam dunia ilmiah, tetapi beberapa ilmuwan lain memegang teguh pernyataan tersebut.
Program akhir dari para ilmuwan positivis adalah menggabungkan tesis dalam ilmu pengetahuan, yaitu semua ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan metode yang sama.
Hahn meninggal pada tahun 1934 dan Schlick dibunuh pada tahun 1936 oleh muridnya yang gila. Pada waktu Hitler berkuasa dan akhirnya memerangi para intelektual menjadi penyebab utama perpecahan dalam kelompok Vienna Circle pada tahun 1930. Logika positivisme mengalami modifikasi dan akhirnya digantikan selama dua dasa warsa dengan bentuk yang lebih matang dari pengajaran para positivis yang disebut logika empirisme (logical empiricism). Dikelompokkan melalui adanya perbedaan dalam membuat analisis, ahli falsafah yang mempunyai sumbangan pemikiran adalah Carnap, Ernest Nagel, Carl Hempel, dan Richard Braithwaite.
Ide para ilmuwan positivis mendapat tantangan yang hebat pada pertengahan abad ke-20. Kemungkinan tetap diterimanya model hypothetico-deductive dalam struktur teori dan tesis pengujian tidak langsung tergantung dari kemampuan menjelaskan perbedaan antara terminologi yang dapat diobservasi (mengacu pada dapat diobservasi secara langsung sampai fakta tentang atom) dan terminologi yang tidak dapat diobservasi secara teoritis. Sayangnya dalam dunia ilmiah ada tingkatan observasi dan tidak ada batasan yang jelas antara terminologi teori yang mengacu pada hal yang tidak dapat diobservasi dan terminologi bukan teori yang mengacu pada hal yang dapat diobservasi. Lebih jauh lagi, karena hal yang berhubungan dengan observasi ini bukan aktivitas yang netral tetapi memerlukan pemilihan data dan interpretasi, maka ada yang berpendapat (dari kritik yang disampaikan Karl Popper dan Norwood Hanson) bahwa semua observasi tergantung dari teori. Berdasarkan konfirmasionisme, kegagalan memecahkan problem dalam induktif dari Hume dan sejumlah paradoks dalam penggalian pengesahan ilmu pengetahuan maka ilmuwan berusaha membangun pengesahan secara logis induktif. Bahkan Popper menantang untuk membuat pernyataan yang layak yang mempunyai probabilitas induktif yang tinggi. Pada akhirnya, banyak penjelasan dalam bermacam-macam ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi dua model hukum penjelasan ilmiah tersebut.
Dalam konteks pendekatan positivistik logis, menurut Kunto Wibisono (1997), positivism merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan (knowledge) yang di dalam langkah kerjanya menempuh cara melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan dalam ilmu kealaman, dan model ini dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial.  Positivisme mempergunakan presisi, verifiabilitas, konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal,[11] dengan sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan derajat yang optimal pula. Dengan demikian kebenaran ilmiah dan keberhasilan pendidikan  diukur secara positivistik, dalam arti yang benar  dan yang nyata haruslah konkrit, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.
Implikasi paham positivisme  dalam pengembangan ilmu pendidikan tidak mengenal ilmu pendidikan secara utuh, namun yang ada adalah ilmu-ilmu pendidikan seperti : psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, administrasi pendidikan, dll. Ilmu-ilmu tersebut merupakan aplikasi dari llmu murni sebagai ilmu dasarnya. Positivisme merupakan model pendekatan ilmiah kuantitatif dalam keilmuan, para penganutnya menyebut dirinya berparadigma ilmiah. 
Dalam prinsip pendidikan haruslah dapat merangsang intelektual subjek didik untuk mencerahkan pemikiran yang akhirnya mencapai penerangan budi (moral light) serta pemahaman akan kebenaran (understanding of the truth). Dan ini memang sudah menjadi fitrah manusia yang selalu ingin tahu dan mencari kebenaran.[12] Selain itu, masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan anak didik untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah.[13]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dasar-dasar filsafat positivisme dibangun dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal abad 20-an dengan menetapkan criteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh manusia maupun alam untuk disebut sebagai ilmu yang benar. Kriteria adalah eksplanatoris dan prediktif. Demi terpenuhnya kriteria-kriteria tersebut, maka ilmu-ilmu harus memiliki pandangan dunia positivistik sebagai berikut : 1) objektif, teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai; 2) fenomenalisme, ilmu pengetahuan hanya membecarakan tentang semesta yang yang teramati; 3) reduksionisme  semesta di reduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati; 4) naturalisme, alam semesta adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis.
Dalam konteks pendekatan positivistik logis, positivism merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan (knowledge) yang di dalam langkah kerjanya menempuh cara melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan dalam ilmu kealaman, dan model ini dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial.  Positivisme mempergunakan presisi, verifiabilitas, konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal, dengan sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan derajat yang optimal pula. Dengan demikian kebenaran ilmiah dan keberhasilan pendidikan  diukur secara positivistik, dalam arti yang benar  dan yang nyata haruslah konkrit, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.
B.     Saran-saran
1.      Pendidikan merupakan proses yang harus ditempuh oleh setiap manusia, oleh karena itu, seyogyanya positivism dapat diterapkan dalam konsep pendidikan tersebut;
2.      Pendidikan dimulai sejak anak lahir dan sepanjang hayat (long life education), seyognyanya konsep-konsep positif empiris yang diutamakan dalam proses pendidikan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
…. Calhoun, C. 2002. Dictionary of the Social Science. Oxforf : Oxford University Press.
…. Hasan Basri. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1. Bandung : Pustaka Setia.
…. IG.A.K. Wardani. 2009. Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan 3. Jakarta : Universitas Terbuka.
…. Ihat Hatimah. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Edisi I Cetakan 4. Jakarta : Universitas Terbuka.
…. Qodri Abdillah Azizy. 2000. Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, Cet. 1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
…. Rahmat Raharjo. 2010. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Cetakan 1. Yogyakarta : Magnum Pustaka.
…. Rahmat Raharjo. 2012. Pengembangan & Inovasi Kurikulum, Cetakan 1. Yogyakarta : Baituna Publishing.
…. Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Cetakan 1. Jakarta : Rineka Cipta.
…. Uhar Saputra. 2004. Filsafat Ilmu, Jilid 1. Kuningan : Universitas Kuningan.
…. Uyoh Sadulloh. 2003.  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.


[1] Drs. Uhar Saputra, M.Pd, Filsafat Ilmu, Jilid 1, (Kuningan : Universitas Kuningan, 2004), hal. 15.
[2] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Pengembangan & Inovasi Kurikulum, Cetakan 1, (Yogyakarta : Baituna Publishing, 2012), hal. 28.
[3] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Cetakan 1, (Yogyakarta : Magnum Pustaka, 2010), hal. 31.
[4] Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Cetakan 1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), 
hal. 332

[5] Calhoun, C, Dictionary of the Social Science, (Oxforf : Oxford University Press, 2002), hal. 436.
[6] Ibid., hal. 437.
[7] Drs. Uhar Saputra, M.Pd, Op. Cit.,  hal. 41.
[8] Prof. Dr. IG.A.K. Wardani, dkk, Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan 3, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), hal. 1.19.
[9] Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 9.
[10] Drs. Uhar Saputra, M.Pd, Op. Cit. , hal. 42 – 43.
[11] Uyoh Sadulloh,  Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2003), hal. 22.
[12] Dr. H. A. Qodri Abdillah Azizy, M.A, dkk, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, Cet. 1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), hal. 65 – 66.
[13] Dra. Ihat Hatimah, M.Pd, dkk, Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Edisi I Cetakan 4, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal. 1.16.

Sistem Pendidikan di AS dan Kanada


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Menurut seorang ilmuwan muslim Bangladesh, Dr. Muhammad S.A Ibrahimy, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elan vitale yang menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu memberikan jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi. Sedangkan Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut Dr. Mohammad Natsir, maksud ‘didikan’ di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.
Pada intinya, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tiga unsur dimana hal ini juga sebagai asal muasal manusia dan ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu jasad, ruh dan intelektualitas. Semua manusia adalah sama dalam komposisi ini. Mereka semua tercipta dan dilahirkan ke alam dunia ini dengan dasar penciptaan dan kehidupan yang tidak berbeda.
 Berdasarkan hal-hal di atas, Islam memandang pendidikan sebagai sesuatu yang identik dan tidak terpisahkan. Dengan demikian, pendidikan dalam pandangan Islam meliputi tiga aspek yang tidak dapat dipilah-pilah, yaitu 1) Pendidikan jasad (tarbiyah jasadiyah); 2) pendidikan ruh (tarbiyah ruhiyah); dan 3) pendidikan intelektualitas (tarbiyah 'aqliyah).[1]
Pemahaman tentang pendidikan menurut Islam sebagaimana yang telah dijelaskan memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok dengan bagaimana dunia barat memahami pendidikan. Jika dalam Islam pendidikan harus meliputi tiga aspek seperti di atas, maka dalam pandangan barat semua aspek itu tidak perlu selalu diidentikkan. Dalam pendidikan barat juga lebih ditekankan pada rasionalitas semata.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan pendidikan –secara tidak langsung merupakan tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain. Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara. Dan pengertian kuat menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani. Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Dan Plato menjelaskan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam utopia. Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Mazhab-mazhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua mazhab Yunani lama tersebut, dan semua mazhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada mazhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada mazhab Empirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa); ada mazhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah lebih banyak pendidikan; ada mazhab yang berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada mazhab fenomenologi atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan.
Dari segi karakteristik, terdapat perbedaan antara pendidikan Islam dan Barat. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, dalam Islam pendidikan memiliki karakteristik, yaitu pertama, penguasaan ilmu pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu. Kedua, pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu penetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak. Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum. Kelima, penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak. Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Keenam, pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik diberikan kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap murid dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik dan mental adalah anugerah Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai sistem Islam, sehingga setiap anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam. Ketujuh, penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak.
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya. Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana sistem pendidikan di Amerika Serikat?
2.      Bagaimana sistem pendidikan di Kanada?
C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui sistem pendidikan di Amerika Serikat;
2.      Untuk mengetahui sistem pendidikan di Kanada.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem Pendidikan di Amerika Serikat
1.      Pendidikan Dasar dan Menengah
Sistem pendidikan di Amerika Serikat (AS)  mencerminkan ciri dari  sistem pemerintahan di sana yaitu federal dengan desentralisasi  melalui pemerintahan negara-negara bagian (states).  Penanggung  jawab utama sistem pendidikan di sana adalah Departemen  Pendidikan Pemerintah Federal di Washington D.C, namun kegiatan  sehari-hari didelegasikan penuh kepada pemerintah setiap negara  bagian yang kemudian mendelegasikannya lagi kepada Kantor  Pendidikan Distrik (Public School District), dan kepada badan-badan  penyantun college dan universitas.[2] 
Tugas dari Local Public Sschool Districts adalah mengawasi sekolah-sekolah dasar dan menengah milik negara dalam kawasan sebesar  kota atau desa.  Pada setiap district ini, badan pembuat kebijakan  tertinggi adalah Board of Education atau School Committee yang  anggotanya biasanya dipilih secara berkala, setiap dua atau tiga  tahun, oleh para pemilih yang berada dalam wilayah School Districts  itu.  Untuk menjadi calon anggota  School Districts tersebut,  seseorang tidak perlu memiliki kualifikasi pendidikan atau  profesional tertentu.  Yang terpenting adalah si calon adalah warga di  daerah yang menjadi cakupan  School Districts tersebut dan  mempunyai kepedulian akan maju mundurnya sistem pendidikan di  daerahnya.  Keberadaan School Districts ini (semacam rayon, kalau  di Indonesia) sangat memudahkan penduduk AS termasuk pendatang  seperti mahasiswa asing untuk menempuh pendidikan yang bermutu  karena terus dijaga kualitasnya oleh School District, murah (tidak  ada uang sekolah dan sebagian besar fasilitas belajar dijamin), dan  aman (letak sekolah tidak jauh dari rumah, sehingga keberadaan  siswa lebih mudah diawasi). 
Selain pemerintah, organisasi swasta dan kelompok keagamaan juga  boleh membuka sekolah dasar dan sekolah menengah di semua  negara bagian.  Sekolah-sekolah swasta ini tidak berkait dengan  School Districts setempat, dan memperoleh kebebasan dalam  mengembangkan sistem pendidikan yang berbeda dengan yang telah  ditetapkan pemerintah negara bagian.  Boarding school (sekolah  dengan sistem asrama) adalah salah satu contoh dari jenis sekolah  yang dibuka organisasi swasta atau keagamaan.  Sekitar 50%   sekolah-sekolah swasta di AS dimiliki oleh gereja Roma Katolik, dan  30% lagi dibuka oleh berbagai kelompok keagamaan yang lain.
Mulai usia 6 tahun, anak-anak Amerika dapat masuk SD. Pendidikan dasar dan menengahnya terdiri atas SD (Elementary School) selama 6 tahun, SMP (Junior High School) selama 2 tahun dan SMA (High School) selama 4 tahun.[3]
2.      Pendidikan Strata Satu
Seperti halnya pendidikan dasar dan menengah, penyelenggaraan  pendidikan tinggi di AS  juga dilakukan oleh pihak pemerintah  negara bagian dan organisasi swasta/keagamaan.  College atau  universitas yang dimiliki pemerintah mempunyai konsep yang  berbeda dengan universitas negeri di Indonesia yang mengacu  langsung kepada Kemdiknas di Jakarta.  Sampai tingkat tertentu,  universitas-universitas pemerintah di AS mempunyai kebebasan  dalam menjalankan organisasinya sehingga kadang-kadang agak  sukar dibedakan apakah universitas tersebut milik negara atau milik  swasta 100%.  Setiap universitas milik pemerintah bebas mencari  sumber dana sendiri baik dari proyek-proyek penelitian, donasi,  ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.  Bahkan mereka juga dapat  menentukan berapa besar uang sekolahnya (tuition) per semester  berikut iuran-iuran kegiatan (fees) lainnya.  Akan tetapi, penentuan  besarnya tuition and fees tersebut harus mendapat persetujuan badan  penyantun universitas tersebut.  Di setiap negara bagian, biasanya ada  Higher Education Board yang terdiri dari tokoh-tokoh pemerintah  dan swasta, yang berwenang memberikan persetujuan akan perubahan  tuition and  fees suatu universitas.  Meskipun pihak pimpinan  universitas sudah setuju untuk menaikkan tuition and  fees, kalau  Board tidak setuju maka secara hukum kenaikan tidak dapat  dilaksanakan.  Selain itu,  Board juga bertugas untuk  memperjuangkan kenaikan anggaran bagi universitas-universitas  milik pemerintah tersebut kepada pemerintah negara bagian (kantor  gubernur). 
Secara umum, Sistem pendidikan tinggi di AS dapat dibedakan atas  University dan  College.  University pada umumnya menawarkan  pendidikan  undergraduate dan  graduate, sedangkan  College  umumnya lebih berfokus pada pendidikan  undergraduate dengan  beberapa perkecualian.  Di university, istilah College mempunyai arti  yang sama dengan Fakultas kalau di Indonesia.  Fakultas teknik,  misalnya, biasa disebut sebagai  College of Engineering, Fakultas  Hukum sebagai  College of Law dan lain-lain.  Istilah  College  tersebut, seperti telah dijelaskan di atas, hanya berfokus pada  pendidikan undergraduate atau dengan kata lain administrasi College  hanya mengurusi mahasiswa undergraduate.  Mahasiswa graduate,  secara administratif, berhubungan dengan Graduate College (seperti  Fakultas Program Pasca Sarjana di Indonesia).  Apabila anda seorang  lulusan Fakultas Ekonomi di Indonesia dan hendak menempuh studi  Master of Economics di AS, maka  College yang akan menerima  lamaran adalah  Graduate College.  Graduate College tersebut  kemudian akan meneruskan lamaran ke Department of Economics,  dan kemudian Department akan mengembalikannya lagi ke Graduate  College untuk membuat keputusan akhir apakah diterima atau tidak.   Kalau  diterima, secara administratif  akan tercatat sebagai  mahasiswa  Graduate College dan secara akademis akan tercatat  sebagai mahasiswa Department of  Economics. 
Khusus untuk pendidikan  undergraduate,  College dapat dibagi  menjadi tiga jenis.  Yang hanya disebut sebagai College tanpa embel-embel apapun di depannya biasanya menawarkan pendidikan  undergraduate  penuh selama empat tahun sampai si mahasiswa  meraih gelar Bachelor.  Umumnya pendidikan di College memakan  waktu empat tahun dimana setiap tahun mahasiswa mengalami  semacam kenaikan tingkat berdasarkan beban kredit yang  diambilnya.  Mahasiswa yang baru masuk, disebut  freshman,  kemudian tahun kedua disebut sophomore, tahun ketiga junior, dan  tahun keempat atau terakhir senior.  Jenis College lainnya adalah  Community College yang umumnya berada di bawah jurisdiksi suatu  kota kecil atau desa.  Community College lebih ditujukan untuk  pendidikan keterampilan dengan memberikan sertifikat bagi  lulusannya.  Lama pendidikannya biasanya dua tahun, dan gelar yang  diberikan bagi lulusannya adalah Associate Degree. Meskipun lebih  dititik beratkan pada keterampilan,  Community College juga  membuka jurusan yang umumnya ada di  College biasa seperti  Engineering, Business, Accounting, Computer Science.  Para  mahasiswa yang mengambil jurusan-jurusan tersebut, setelah  mendapatkan gelar  Associate Degree,  biasanya bermaksud untuk  pindah ke College yang menawarkan gelar Bachelor.  Dalam proses  perpindahan ini, mereka dapat mentransfer sebagian besar kredit  yang telah mereka dapatkan di Community College ke College biasa.   Dengan demikian, mereka masuk ke College biasa langsung sebagai  mahasiswa junior dan biasanya membutuhkan dua sampai tiga tahun  lagi untuk mendapatkan gelar Bachelornya.  Jenis College terakhir  adalah Junior College (Juco) yang menyelenggara-kan pendidikan  undergraduate selama tiga tahun.  Konsep College ini hampir sama  dengan  Community College, hanya mereka mensyaratkan waktu  belajar lebih lama dan ketrampilan yang lebih tinggi.  Di Indonesia,  mungkin College ini dapat diasosiasikan dengan program D3.  Sama  halnya dengan Community College, lulusan Juco dapat pindah ke  College biasa dengan memindahkan sebagian besar kredit yang sudah  didapat. 
3.      Pendidikan Pascasarjana
Setiap universitas di AS umumnya  mempunyai program  graduate atau pasca sarjana yang berada di  bawah  Graduate College.  Tidak semua universitas atau jurusan  dalam universitas menawarkan program doktor.  Banyak jurusan yang  hanya menawarkan program master, terutama jurusan-jurusan yang  bertujuan mendidik lulusannya sebagai praktisi.  Sesuai dengan  perkembangan, makin banyak jenis-jenis  master yang ditawarkan  kepada calon mahasiswa terutama mahasiswa asing.  Sejalan dengan  sistem pendidikan yang bebas, persyaratan untuk program S2, waktu  penyelesaiannya, dan gelar yang diberikannya pun berbeda-beda.   Program master dapat dikelompokkan menjadi master terminal dan  master berkelanjutan.  Yang dimaksud dengan master terminal adalah  program master berjangka waktu satu tahun dengan orientasi pada  aplikasi suatu ilmu dan biasanya hanya berupa kuliah-kuliah tanpa  penelitian atau tesis akhir.  Lulusan program  master  terminal ini  diharapkan untuk langsung terjun mengaplikasikan ilmunya di  profesinya, dan bukan calon mahasiswa doktor.  Apabila si lulusan  berniat menjadi calon doktor, maka ia harus mengajukan lamaran  kembali untuk program doktornya dan apabila diterima, harus  memulai kuliahnya dari nol atau dianggap sebagai mahasiswa tahun  pertama master, bukan sebagai lulusan master.  Implikasinya adalah  adanya kerugian waktu yang dialami si mahasiswa apabila ia berniat  menjadi doktor tetapi mengambil program  master terminal.  Yang  dimaksud dengan master berkelanjutan, adalah program master bagi  mahasiswa yang memang berniat menjadi doktor.  Gelar  master  diberikan, dengan atau tanpa tesis, setelah mahasiswa menyelesaikan  sejumlah kredit tertentu dari seluruh program kuliahnya (biasanya  setelah dua tahun).  Gelar yang diberikan biasanya adalah  MA  (Master of Arts).  Pada master jenis ini, sejak awal si mahasiswa  memang mengajukan lamaran untuk program doktor atau bisa juga  seorang mahasiswa program  master pindah ke program doktor  setelah satu atau dua tahun kuliah, tentu saja dengan mengajukan  lamaran baru. Di antara kedua ekstrim di atas, master terminal dan  master berkelanjutan, ada kombinasi di antara keduanya.  Master  jenis kombinasi ini mensyaratkan seorang mahasiswa yang diterima  di program master untuk menyelesaikan semua kuliahnya ditambah  master thesis atau  master project untuk mendapatkan gelar  masternya, dan setelah gelar didapat maka dilakukan evaluasi atas  prestasinya selama program master tersebut.  Apabila dianggap  memenuhi syarat, maka si mahasiswa dapat diterima di program  doktor dan tinggal melanjutkan kuliah-kuliah program doktor yang  belum ia dapatkan di program master. 
Makin derasnya arus mahasiswa asing belajar ke universitas-universitas di AS, terutama dari Asia Timur dan Tenggara termasuk  Indonesia, dilihat pihak pimpinan universitas sebagai peluang untuk  menambah pemasukan mereka.  Dengan segala kreativitasnya,  mereka menciptakan program-program master yang berorientasi pada  aplikasi dan khusus ditujukan untuk mahasiswa asing.  Biasanya  program ini mempunyai embel-embel executive program.
Seperti sudah disinggung di atas, program master ada yang  mensyaratkan pesertanya untuk menulis karya akhir dan ada yang  tidak.  Untuk program master yang tidak mensyaratkan karya akhir,  maka kelulusan ditentukan oleh GPA (Grade Point Average) atau  IPK yang berada di atas angka minimum (biasanya 3.0 dari skala  4.0).  Selain itu biasanya juga diperhatikan bagaimana GPA untuk  pelajaran-pelajaran wajib (core courses) dan GPA untuk pelajaran-pelajaran spesialisasi (specialization courses).  Untuk program  master yang mensyaratkan karya akhir, mahasiswa bisa memilih  antara membuat Master thesis atau Master project.  Master thesis  biasanya lebih condong pada pendekatan metodologis dan teoritis  dalam membahas suatu masalah, dan menurut peraturan,  Master  thesis harus dibuat mengikuti format-format yang telah ditetapkan  graduate college, untuk kemudian thesis tersebut dimasukkan dalam  koleksi perpustakaan universitas.  Master project biasanya mencakup  aplikasi suatu pendekatan terhadap suatu masalah yang nyata di  lapangan, dan berbeda dengan Master thesis, Master project tidak  harus dibuat dalam format yang ditetapkan Graduate College dan  tidak akan menjadi koleksi perpustakaan.  Ujian akhir dari Master  thesis merupakan ujian lisan yang melibatkan pembimbing tesis  sebagai ketua tim penguji ditambah satu atau dua pengajar lain  sebagai anggota.  Ujian ini bersifat formal dan harus sepengetahuan  Graduate College.  Untuk Master project, ujian bersifat informal  dalam pengertian tidak sepengetahuan Graduate College.  Ujiannya  biasanya dipimpin pembimbing project dengan satu pengajar lain  sebagai anggota. 
Beberapa universitas menawarkan program master yang cukup unik  yaitu double degree dimana seorang mahasiswa bisa mendapatkan  dua gelar master yang berlainan tanpa menghabiskan waktu yang  terlalu lama.  Pendaftaran untuk double degree ini bisa dilakukan  pada saat aplikasi awal atau setelah kuliah berjalan satu tahun.   Strategi yang biasa diambil adalah mengambil mata kuliah wajib  program master utama, sedangkan jatah mata kuliah pilihan dipakai  untuk mata kuliah wajib program master tambahan.  Sisanya dipakai  untuk mata kuliah spesialisasi yang cocok untuk kedua program  master tersebut.  Beberapa contoh  double degree master adalah  master akuntansi dengan Sistem informasi, MBA dengan Master of  Civil Engineering (khusus untuk construction management), Master  planning dengan arsitek. 
Pada beberapa universitas di Amerika Serikat, seorang mahasiswa  yang sudah berstatus ABD atau kandidat doctor tetapi akhirnya tidak  menyelesaikan disertasinya atau memilih untuk meninggalkan studi  program doktoralnya tersebut mendapatkan gelar M.Phil (Master of  Philosophy).  Dengan penjelasan di atas, bisa disimpulkan kalau  M.Phil sebenarnya setingkat lebih tinggi dari master biasa (MA atau  Msc) yang dihasilkan melalui program master.  Akan tetapi akreditasi  pendidikan luar negeri yang dilakukan direktorat jendral pendidikan  tinggi belum mengenal gelar tersebut, dan sebagai akibatnya  seseorang dengan gelar M.Phil akan disetarakan dengan yang baru  lulus dari master program. 
B.     Sistem Pendidikan di Kanada
1.      Pendidikan Dasar dan Menengah
Sama seperti AS, sistem pendidikan di Kanada berbeda di setiap  propinsi.  Menurut UU Kanada, pendidikan merupakan tanggung  jawab tiap propinsi.  Umumnya anak-anak Kanada masuk taman  kanak-kanak selama satu atau dua tahun pada usia 4 atau 5 tahun  secara sukarela.  Semua anak masuk kelas SD pada usia 6 tahun.   Lamanya masa sekolah dasar di Kanada berbeda untuk tiap propinsi.  
Pendidikan dasar dan menengah di Kanada pada umumnya terdiri atas SD selama 6 tahun, SMP selama 3 tahun dan SMA selama 3 tahun.[4] Propinsi-propinsi seperti Quebec, Ontario, dan Manitoba mempunyai  masa pendidikan dasar lebih panjang dibanding propinsi lainnya  karena di propinsi-propinsi tersebut sistem pendidikan dasar dan  menengahnya hanya terdiri dari sekolah dasar dan menengah.   Dengan sistem ini, seorang anak di Quebec harus menghabiskan enam  tahun untuk sekolah dasar, kemudian lima tahun untuk sekolah  menengah.  Sebelum masuk universitas, ia harus menjalani masa  pendidikan pra-universitas (disebut CEGEP) selama dua tahun.   CEGEP bisa dianggap sebagai kursus tambahan yang dapat  dikreditkan ke dalam kredit universitas atau  college.  Propinsi  Ontario dan Manitoba mempunyai masa pendidikan dasar lebih  panjang, 8 tahun dan pendidikan menengah selama 4-5 tahun.  Di  kedua propinsi ini, lulusan sekolah menengah dapat langsung  melamar ke universitas tanpa melalui pendidikan pra-universitas.  Di  luar ketiga propinsi di atas, pendidikan menengahnya terdiri dari SLP  dan SLA yang lamanya masing-masing berkisar antara 2-3 tahun.   Propinsi-propinsi yang memakai sistem ini membolehkan warganya  untuk mendaftar ke universitas lebih dahulu dibanding-kan dengan di  Ontario dan Quebec. 
Seperti di tempat-tempat lain, pembinaan sekolah dasar dan  menengah di Kanada ada yang dilakukan pemerintah dan ada yang  swasta.  Sekolah-sekolah negeri pada tingkat lokal dibina oleh  perwakilan sekolah yang telah dipilih.  Perwalian sekolah tersebut  ada yang berlatar belakang non-agama dan ada yang berlatar  belakang agama.  Sekolah-sekolah yang aktif merekrut pelajar  internasional mengadakan program ESL (pelajaran bahasa Inggris  sebagai bahasa kedua) dan progrm homestay.  Kebijaksanaan dalam  penerimaan pelajar internasional berikut biaya yang dikenakan sangat  bervariasi tergantung yayasan yang mengaturnya.  Sedangkan sekolah  swasta yang beroperasi di Kanada harus terdaftar pada departemen  pendidikan di setiap propinsi dan memenuhi kurikulum serta standar  lainnya yang telah ditentukan pemerintah.  Beberapa sekolah swasta  menerapkan agama tertentu, menekankan ajaran moral, dan standar  akademik tertentu. 


2.      Pendidikan Strata Satu
Kanada memiliki banyak universitas dan akademi yang tersebar di  tiap wilayah dalam kota maupun di luar kota.  Pada tahun 1663,  seminari Quebec menjadi institusi pendidikan tingkat lanjut pertama  di negeri cikal bakal Kanada.  Institut berbahasa Inggris pertama  adalah universitas New Brunswick yang pertama kali membuka  pintunya untuk mahasiswa pada tahun 1785.  Kebanyakan universitas  Kanada dibiayai oleh negara, dan semua menjaga kualitas canggih  secara konsisten tanpa memandang lokasinya.  Kesemuanya menjaga  mutu pendidikan akademis canggih secara otonomi.  Jumlah  mahasiswa di setiap universitas bervariasi dari 35.000 sampai kurang  dari 1000.  Sebagai tambahan, banya universitas memiliki  mahasiswa-mahasiswa yang belajar part-time dan tingkat lanjut (S2  dan S3). 
Biaya kuliah pada tiap universitas di Kanada bervariasi tergantung  dari daerah, institusi, dan program studinya.  Secara umum bisa  disimpulkan bahwa universitas-universitas di negara bagian British  Columbia, Ontario, Quebec, dan New Brunswick mempunyai rata-rata uang sekolah lebih tinggi dibandingkan propinsi-propinsi  lainnya.  Queen’s university dan Ryerson Polytechnic University  yang terletak di Ontario mempunyai uang sekolah tertinggi yaitu  sekitar 11,500 dollar Kanada pada tahun 1996. 
Tahun ajaran di universitas-universitas di Kanada sama dengan di  AS, yaitu dari bulan September sampai Mei tahun berikutnya.   Beberapa universitas memakai sistem satu semester atau trimester,  dengan beberapa mata kuliah yang dapat diikuti pada musim panas.   Tiap universitas memberlakukan standar penerimaan mahasiswanya  dan pengujian untuk penerimaan mahasiswanya masing-masing.  Di  Kanada tidak berlaku sistem pengujian penerimaan mahasiswa yang  tersentralisasi.  Gelar sarjana di Kanada diakui sepadan dengan gelar  dari Amerika maupun universitas di negara-negara persemakmuran.   Karena Kanada memiliki dua bahasa nasional, Inggris dan Perancis,  seorang pelajar internasional dapat mengambil gelarnya di institusi  pendidikan berbahasa Inggris atau Perancis.  Beberapa universitas  memiliki dosen dalam kedua bahasa tersebut. 
Untuk dapat mengikuti program S-1 di hampir seluruh universitas  berbahasa Inggris, bagi pelajar yang bukan berbahasa utama Inggris  harus terlebih dulu lulus tes dalam bahasa Inggris.  Hasil TOEFL  umumnya dapat diterima, tapi universitas di Kanada biasanya  mengadakan tes tersendiri.  Untuk universitas berbahasa Perancis,  harap diperhatikan bahwa tidak ada tes standar bahasa Perancis yang  diperlukan bagi pelajar yang ingin mendaftar.  Universitas akan  menentukan tingkat kepandaian bahasa Perancis kasus per kasus dan  bila perlu akan mewajibkan calon mahasiswa mengikuti tes tertulis  kalau kepandaian bahasa Perancisnya diragukan. 
Selain bentuk universitas biasa untuk pendidikan S-1 seperti juga  yang terdapat di AS, Kanada juga mempunyai bentuk pendidikan  tinggi lain yaitu : college university, community college, technology  college, career college, dan ESL/FSL.  College university pada  dasarnya adalah campuran universitas dan community college, dan  dirancang sesuai tuntutan komunitas tertentu.  Hasilnya, mahasiswa  dengan beragam usia mengikuti program yang juga beragam di  lembaga tersebut.  Cakupan materi pelajarannya mulai dari program  universitas sampai pelajaran dasar untuk orang dewasa.  Ukuran  kelasnya biasanya lebih kecil dari universitas.  Pimpinan  college  university tersebut menggaji dosen-dosen sesuai keinginan dan  kemampuan belajar mahasiswanya. College university biasanya tidak  sebesar universitas, akan tetapi lebih besar dari community college.   College university ini banyak terdapat di British Columbia. 
Semua  community college di Kanada merupakan anggota dari  Association of Canadian Community College (ACCC), dan dikenali  secara resmi dari gelar akademisnya.  Community college di Kanada  bisa berupa sebuah institusi, akademi, maupun CEGEP.  Secara  umum  community college di Kanada mempunyai tujuan yang  seragam yaitu menjawab kebutuhan pelatihan untuk dunia bisnis,  industri, jasa, serta pendidikan kejuruan untuk lulusan sekolah  menengah atau orang dewasa.  Dulu institusi ini memberikan  diploma, bukan gelar, tetapi karena definisi dari berbagai komunitas  perlu dirubah, beberapa akademi di ACCC sekarang memberi gelar.  
Dari 2 atau 3 tahun program ajarannya, kebanyakan  community  college berorientasi kurikulum kejuruan, seperti akademi umumnya.   Karena itu, beberapa mahasiswa universitas sering nyambi di  community college untuk mendapatkan ketrampilan khusus yang akan  sangat bermanfaat dalam mencari pekerjaan.  Community college  biasanya memiliki kurikulum yang lebih menjurus dari universitas,  ukuran kelas yang lebih kecil, kuliah luar kampus lebih banyak,  perbandingan jumlah laboratorium yang lebih banyak dari ruang  kelas, cara mengajar yang lebih interaktif, dan kriteria uji masuk yang  lebih khusus.  Community college ini bersifat dinamis, dalam artian  kurikulumnya berubah secara teratur untuk memenuhi tuntutan  ekonomi dan sosial dari komunitas tempat kerja warga setempat.   Bila pola kebutuhan masyarakat berubah, program  community  college pun akan berubah. 
Career college atau tecnology college adalah college yang dimiliki  dan dikelola oleh pihak swasta dengan tujuan mempersiapkan  siswanya untuk menghadapi pasar tenaga kerja setelah latihan dalam  masa tertentu.  Penekanan program di institusi ini terletak pada  ketrampilan praktis yang akan didapat dari berbagai program  latihannya dengan kekhususan dalam bidang bisnis, komputer, dan  sekretaris.  Walaupun milik swasta, career college ini diakui oleh tiap  propinsi dan mereka wajib memelihara kualitas dan standar program  mereka. 
ESL dan FSL adalah lembaga pendidikan bahasa Inggris dan  Perancis bagi pelajar internasional yang berminat belajar di Kanada.   Karena bahasa Inggris lebih dominan, maka kebanyakan pelajar akan  memilih ESL (English as Second Language).  Hampir seluruh  universitas dan community college memilik program ESL, dan  umumnya sekolah swasta sangat fleksibel dalam hal persyaratan  program dan waktu untuk mengikuti ESL.  Kondisi yang sama juga  berlaku untuk FSL (French as Second Language) yang sebagian  besar terdapat di negara bagian Quebec. 
3.      Pendidikan Pascasarjana
Secara umum sistem pendidikan pasca sarjana di Kanada hampir  sama dengan di AS.  Perbedaan signifikan, yang juga berlaku untuk  pendidikan S-1, mungkin terletak pada musim kuliah dimana kalau di  AS musim perkuliahan terdiri dari semester musim gugur, semester  musim semi, dan semester musim panas.  Mengingat Kanada lebih  “sejuk” daripada AS, maka semester musim panas tidak dikenal di  Kanada.  Musim kuliah dimulai dengan semester musim gugur  (September – Desember), disusul dengan semester musim dingin  (Januari – April) dan diakhiri dengan semester musim semi (Mei –  Juli). Musim-musim perkuliahan seperti inilah yang disebut dengan  trimester seperti sudah disebutkan di bagian sebelumnya. 
Bagi mahasiswa asing yang hendak menjalankan program pasca  sarjana di Kanada, perlu melengkapi persyaratan pendaftaran seperti  yang sudah dijelaskan pada bagian AS.  Umumnya perguruan tinggi  di Kanada mensyaratkan calon mahasiswa pasca sarjana internasional  untuk mempunyai skor TOEFL paling sedikit 550 dengan skor  minimal untuk setiap bagian dalam TOEFL tidak kurang dari 50.  
Calon mahasiswa asing juga harus memperhatikan sebaik-baiknya  batas waktu pendaftaran untuk semester musim gugur.  Kebanyakan  universitas meminta para pelamar sudah memasukkan semua  dokumen yang dibutuhkan paling lambat 1 Februari.  Patut  diperhatikan bahwa kebanyakan program pasca sarjana hanya  menerima mahasiswa baru untuk semester musim gugur, bukan pada  semester lainnya.  Sebagai tambahan dokumen-dokumen pendaftaran,  calon mahasiswa juga harus menyertakan  application fee yang  besarnya bervariasi setiap universitas (umumnya antara 40-60 dollar  Kanada) dalam bentuk money order dan bersifat non-refundable. 
Persyaratan minimal untuk dipertimbangkan sebagai calon mahasiswa  master di Kanada adalah nilai rata-rata B selama masa pendidikan S-1, baik di Kanada maupun di luar Kanada sejauh universitas tersebut  dikenal oleh pihak universitas di Kanada.  Persyaratan yang sama  juga berlaku untuk program doktor dengan tambahan si pelamar  harus mampu menunjukkan kemampuannya dalam melakukan riset   Surat resmi penerimaan mahasiswa pasca sarjana di Kanada adalah  permit to register yang dikeluarkan oleh pihak  graduate studies  office. 
Salah satu keunikan sistem pendidikan pasca sarjana di Kanada  adalah fleksibilitas universitas dalam menerima mahasiswa baru  program master.  Apabila seorang calon mahasiswa sudah memenuhi  persyaratan yang diajukan pihak universitas, maka ia segera diterima  sebagai mahasiswa program master dengan status regular student.   Biasanya regular student mempunyai latar belakang pendidikan S-1  yang sesuai dengan bidang yang ingin ditempuh dalam program pasca  sarjana.  Apabila seorang calon mahasiswa ternyata tidak mempunyai  nilai rata-rata B selama masa pendidikan S-1-nya, ia masih dapat  diterima sebagai mahasiswa program master dengan status  probationary student dimana ada dua syarat tambahan yang  dikenakan padanya; calon mahasiswa mempunyai pengalaman kerja  minimal tiga tahun setelah menyelesaikan S-1-nya, dan nilai rata-rata  si calon pada tahun terakhir S-1 lebih dari B.  Perbedaan  probationary student dengan regular student terletak pada jumlah  mata kuliah yang diambil untuk mendapatkan gelar  Master.   Probationary student diwajibkan untuk mengambil mata kuliah lebih  banyak dibandingkan dengan  regular student  Selain itu prestasi  probationary student terus dimonitor oleh pihak departemen terutama  untuk dua semester pertama.  Selama dua semester tersebut,  probationary student harus mampu meraih nilai minimal 70%  (sekitar B-) agar bisa dipertimbangkan untuk melanjutkan studinya  sebagai mahasiswa program  master.  Apabila seorang calon  mahasiswa mempunyai latar belakang pendidikan S-1 yang berbeda  dengan program master yang dilamar, maka si calon akan diterima  sebagai  transitional student.  Kewajiban dari  transitional student  adalah menyelesaikan suatu program yang terdiri dari paling banyak  lima mata kuliah S-1 atau satu semester dengan nilai rata-rata  minimal 70%, agar bisa melanjutkan studinya sebagai mahasiswa  program master. Apabila menurut opini departemen, seorang calon  mahasiswa tidak mempunyai latar belakang memadai untuk  menyelesaikan program  master dalam jangka waktu satu tahun  diwajibkan mengikuti qualifying program. 
Peserta qualifying program atau qualifying student belum dianggap  sebagai kandidat untuk gelar master, dan karenanya tidak disebut  sebagai mahasiswa pasca sarjana.  Sebuah  qualifying program  biasanya berupa satu tahun pendidikan S-1 dengan minimum  pendaftaran untuk dua semester.  Kuliah-kuliah dalam program ini  biasanya berfokus pada mata pelajaran S-1 yang merupakan syarat  utama suatu program master, tetapi belum pernah diambil sama sekali  oleh calon mahasiswa sebelumnya.  Lulusan  qualifying program  tidak otomatis menjadi mahasiswa program master.  Mereka harus  mendaftar untuk masuk program master dengan prosedur biasa. 
Sedikit berbeda dengan AS, program master di Kanada mensyaratkan  pesertanya untuk membuat suatu karya tulis akhir yang bisa berupa  master thesis, master project, ataupun sebuah essay mengenai bidang  yang ditekuninya.  Jumlah keseluruhan mata kuliah yang diambil  (termasuk karya tulis akhir) untuk mendapatkan gelar  master  umumnya adalah delapan mata kuliah.  Selama kuliah-kuliah tersebut,  mahasiswa harus mampu mencapai nilai minimal 70% (sekitar B-)  agar selamat dari ancaman dikeluarkan dari program.  Di Kanada,  seorang mahasiswa program  master dibatasi tiga  tahun untuk  menyelesaikan program masternya. 
Untuk program doktor, universitas-universitas di Kanada biasanya  mentargetkan para pesertanya untuk bisa meraih gelar doktor dalam  waktu tiga tahun setelah menyelesaikan master.  Sama seperti di AS,  ada tahapan-tahapan ujian yang harus dilalui seorang calon doktor di  Kanada, dan ujian pertama yang harus ditempuh adalah   comprehensive exam.  Setelah menyelesaikan seluruh program  kuliahnya, pihak departemen segera menugaskan sebuah komite  untuk comprehensive exam seorang mahasiswa doktor yang diketuai  oleh advisor mahasiswa tersebut.  Setelah lolos dari ujian tersebut,  mahasiswa atau kandidat doktor dapat memulai penelitian dan  menulis disertasi dengan bimbingan sebuah komite baru yang  dibentuk pihak departemen disebut advisory committee yang kembali  diketuai oleh advisor mahasiswa tersebut  Komite tersebut bertugas  hanya selama mahasiswa melakukan penelitian dan penulisan, dan  apabila mahasiswa siap untuk melakukan ujian akhir, maka dibentuk  komite baru yaitu examining board.  Board inilah yang nantinya akan  menentukan apakah disertasi yang diuji tersebut bisa diterima atau  diterima dengan syarat atau bahkan ditolak. 
Mengingat pentingnya peran advisor dalam kualitas penelitian serta  disertasi yang akan dibuat, universitas di Kanada membuat suatu  ketentuan untuk memberikan akreditasi bagi para pengajar yang  sudah layak untuk membimbing disertasi.  Seorang profesor dengan  identifikasi sebagai seorang  Approved Doctoral Dissertation  Supervisor (ADDS), berhak untuk menjadi ketua komite disertasi  seorang mahasiswa program doktor.  Akreditasi ini dilakukan  berdasarkan pengalaman dan aktivitas setiap profesor di universitas.   Seorang profesor yang belum mempunyai sertifikat ADDS hanya bisa  menjadi  co-advisor/supervisor bersama dengan profesor lain yang  sudah mempunyai ADDS. Setiap departemen dalam suatu universitas  biasanya akan selalu memberikan daftar nama profesor yang sudah  mempunyai akreditasi ADDS sebagai petunjuk bagi setiap mahasiswa  program doktor.  



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mulai usia 6 tahun, anak-anak Amerika dapat masuk SD. Pendidikan dasar dan menengahnya terdiri atas SD (Elementary School) selama 6 tahun, SMP (Junior High School) selama 2 tahun dan SMA (High School) selama 4 tahun. Dilanjutkan dengan pendidikan strata satu selama 4-5 tahun dan pendidikan pascasarjana.
Pendidikan dasar dan menengah di Kanada pada umumnya terdiri atas SD selama 6 tahun, SMP selama 3 tahun dan SMA selama 3 tahun. Kemudian dilanjutkan pendidikan strata satu dan pendidikan pascasarjana.
B.     Saran
1.      Dengan mempelajari perbandingan pendidikan, diharapkan Indonesia dapat lebih meningkatkan kompetensi hasil lulusan pendidikannya, sehingga tidak kalah berkompetisi dengan lulusan-lulusan dari pendidikan Barat baik dari sisi keilmuan maupun pragmatisme;
2.      Pemerintah seyogyanya dapat mengambil model pendidikan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia dengan mengadopsi dari berbagai sistem pendidikan di dunia yang sekiranya relevan dengan keindonesiaan.


DAFTAR PUSTAKA


Abd. Rachman Assegaf. 2003. Internasionalisasi Pendidikan. Yogyakarta : Gama Media.
http://indo-america.com/buku-panduan-america.pdf.html


[2] http://indo-america.com/buku-panduan-america.pdf.html, diakses pada 21/04/2013.
[3] Drs. Abd. Rachman Assegaf, M.A, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta : Gama Media, 2003), hal. 229.
[4] Drs. Abd. Rachman Assegaf, M.A, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta : Gama Media, 2003), hal. 214.