Sabtu, 29 Juni 2013

Perkembangan Pend Islam pada Masa Orba


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang sudah berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda dan penduduk Jepang, pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidikan Islam dengan ciri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik di Indonesia.
Pemerintahan pada masa Orde Baru yang dimaksudkan kepada rentang waktu 1945 sampai dengan 1965 diberi tugas oleh UUD 1945 untuk mengusahakan agar terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. Oleh karena itu, pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah Orde Baru memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat. Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Secara khusus pendidikan Islam dan bertanggung jawab atas kelangsungan tradisi ke Islaman dalam arti yang seharusnya. Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan tentang pendidikan dapat dilihat bahwa posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi : pendidikan Islam seperti mata pelajaran, pendidikan Islam sebagai lembaga, pendidikan Islam sebagai nilai. Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran adalah diberikan mata pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kedudukan mata pelajaran ini semakin kuat dari satu fase ke fase yang lain.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan  permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan Islam? Dan
2.      Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada Masa Pemerintahan Orde Baru?
C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adl sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tentang  pengertian pendidikan Islam; dan
2.      Untuk mengetahui perkembangan pendidikan Islam pada Masa Pemerintahan Orde Baru.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologis, pendidikan menurut bahasa Arab adalah “tarbiyah” dengan kata kerjanya “robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.[1] Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[2] Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[3]  Menurut Arifin, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.[4]
Menurut Undang-Undang Sisdiknas Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Zakiah Drajat, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis.[5]  Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).
B.     Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Orde Baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang kemudian menyusun GBHN. Selain itu, dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin di kembangkan. Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan. Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri.[6]
Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.[7] Pada awal – awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama Islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian Pancasila melalui rencana pembangunan nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidikan agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hasil dari kebijakan pemerintah tentang pengajaran agama yang diberikan ke semua murid merupakan kewajiban mendapat reaksi yang positif bagi rakyat dimana disini pemerintah tidak membedakan siapapun dalam pengajaran pendidikan agama. Dan menjadikan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan. Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan  dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen pemerintah madrasah oleh pemerintah.
Seiring dengan struktur madrasah yang semakin lengkap, pada tanggal 10 sampai 20 Agustus 1970 telah diadakan pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka penyusunan kurikulum madrasah dalam semua tingkatan secara nasional. Langkah ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Orde Baru dalam mendekatkan hubungan madrasah dengan sekolah. Otonomi yang diberikan Kementrian Agama untuk mengelola madrasah terus dibarengi dengan kebijakan  yang mengarah kepada penyempurnaan sistem pendidikan nasional. Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal pemerintahan Orde Baru.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang “Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan”. Isi keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal:
1.      Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
2.      Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.      Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.[8]
Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama”.6 Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 dan Inpres No.15 Tahun 1974, penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Mendikbud. Selanjutnya, Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membentuk “SKB Tiga Menteri” (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri) tahun 1975.[9]
Kesepakatan tiga menteri itu mengenai “peningkatan mutu pendidikan madrasah”, dan memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.[10]
Hanun Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen Agama melalui penertiban, penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada madrasah-madrasah dengan langkah-langkah[11] :
1.      Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri.
2.      Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
3.      PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga harus diubah statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Dalam Bab I Pasal 2 berbunyi : madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a) Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah  Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat Sekolah Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan.[12]
Orda baru secara harfiyah juga berarti masa yang baru yang menggantikan masa kekuasaan orde lama. Namun secara politis Orde Baru diartikan  suatu masa untuk mengembangkan negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara sebagaimana yang terdalam dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta falsafah negara pancasila secara murni dan konsekuen.[13] Perpindahan kekuasaaan orde lama kepada Orde Baru ini dilakukan berdasar analisis yang menyatakan banyaknya kebijakan pemerintahan yang telah melenceng dari UUD 1945 dan Pancasila, sehingga apabila kekuasaan ini di teruskan maka tujuan dan cita-cita proklamasi kemerdekaan akan jauh dari keberhasilan.
Secara umum kebijakan Orde Baru diarahkan pada pembangunan ekonomi yang didukung oleh kondisi politik dan keamanan yang stabil. Berdasarkan kebijakan ini maka kerjasama yang harmonis antara pemerintah, angkatan bersenjata dan kaum pengusaha perlu dibangun dengan seerat-eratnya. Untuk mendukung terlaksananya ini, pemerintah menggunaka pendekatan sentralistik dan monoloyalitas dalam seluruh aspek kehidupan.[14]
Sentralisasi dalam bidang politik ini adalah menyederhanakan partai politik menjadi tiga partai dengan satu ideologi. Adapun dari tiga partai ini ada yang tergolong partai mayoritas dan partai minoritas. Paratai Golongan karya (Golkar) mewakili pemerintah, pegawai, dan karyawan dan ia merupakan partai pemerintah yang memiliki sarana prasarana, biaya dan lainnya. Sehingga kedudukannya menjadi partai yang menghegemoni dua partai minoritas sangat mudah dicapai. Sehingga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili kelompok Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang mewakili kelompok nasionalis dan lainnya adalah partai minoritas yang segala sesuatunya sangat sulit untuk bersebrangan dengan partai mayoritas. Jika pimpinannya sependapat atau sejalan dengan Golkar maka mereka akan mendapat kemudahan dan dukungan. Dan  sebaliknya jika mereka berani menentang ataupun sekedar terjadi tanda-tanda yang tidak sejalan maka mereka akan mendapat gangguan, kesulitan bahkan Golkar berani memecah belah pimpinannya.
Selanjutnya kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi mengambil bentuk sentralisasi dan monopoli. Upaya ini dilakukan oleh Golkar dengan cara membentuk organisasi atau asosiasi yang mengatur dan mengendalikan  perekonomian mulai dari tingkat nasional sampai daerah. Dengan organisasi dan asosiasi ini, maka seluruh organisasi dan asosiasi perekonomian dapat dikendalikan oleh kepentingan Golkar.[15]
Karena politik, ekonomi, dan militer sudah dikuasai oleh Orde Baru untuk mendukung kepentingannya, maka dengan mudah Orde Baru dapat menguasai segala bidang di masyarakat.[16] Kebijakan pemerintah yang bersifat sentralistik, monoloyalitas, monopoli, otoriter, dan represif tersebut telah membungkam kebebasan berbicara, mematikan demokrasi, menutup inovasi dan kreativitas masyarakat, menimbulkan apatisme di kalangan masyarakat, merajalelanya praktik KKN, kesenjangan sosial, membesarnya utang, dan kekacauan dalam masyarakat. Keadaan ini  telah memicu timbulnya gelombang protes dari kalangan elite politik, mahasiswa, dan seluruh lapisan masyarakat yang menyatakan tidak puas kepada pemerintah Orde Baru, menurut DPR atau MPR untuk menurunkan Soeharto. Gelombang demo dan protes ini terus membesar, dan berbagai upaya untuk mengatasinya sudah mengalami jalan buntu, hingga Soeharto secara terpaksa harus lengser keprabon,  meletakkan jabatannya dan menyerahkan kepada wakilnya Prof. Dr. Ing.Habibie pada tahun 1998. Dan sejak itulah Soeharto berakhir kekuasaannya.
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman Orde Baru, termaasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik selanjutnya bisa di lihat sebgai berikut : Pertama,  masuknya pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 M), yaitu Mentri Pendidikan Nasional, Mentri Agama, dan Mentri dalam Negri. Di dalam SKB 3 Mentri tersebut antara lain dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan, sarana prasarana dan diakui ijazahnya.
Kedua, pembaharuan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaharuan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku, perpustakaan, dan peraltan labolatorium. Adapun pada aspek nonfisik meliputi pembaharuan bidang kelembagaan, menejemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringan Information Technology (IT), dan lain sebagainya. Pembaharuan Madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar para lulusannya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas. Hal ini di anggap penting, agar lulusan madrasah dan pesantren dapat memiliki berbagai peluang untuk memasuki lapangan kerja yang lebih luas, dengan demikian umat Islam tidak hanya menjadi objek atau penonton pembangunan, melainkan dapat berperan sebagai pelaku atau agen pembaharuan dan pembangunan dam segala bidang. Dengan cara demikian, umat Islam dapat meningkatkan kesejahteraannya di bidang ekonomi dan lain sebagainya.[17] Pembaharuan pendidikan madrasah dan pesantren tersebut dibantu oleh pemerintah melalui dana, baik yang berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) maupun dana yang berasal dari pinjaman luar negri, seperti dari Islamic Development Bank (IDB) dan Asian Development Bank (ADB).
Ketiga, pemberdayaan pendidikan Islam nonformal. Pada zaman Orde Baru pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nonformal yang dilakasanakan atas inisiatif masyarakat mengalami peningkatan yang amat signifikan. Pendidikan Islam nonformal tersebut antara lain dalam bentuk majlis taklim baik untuk kalangan masyarakat Islam kelompok masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas. Berbagai majlis taklim baik yang diselenggarakan lembaga-lembaga kajian, maupun majlis taklim mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Keempat, peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan. Dalam kaitan ini, pemerintah Orde Baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya dan kesenian Islam. Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Harian Umum Republika, Undang-Undang Peradilan Agama, Festifal Iqbal, Bayt Al-Qur’an, dan lainnya adalah lahir pada zaman Orde Baru. Semua ini antara lain merupakan buah dari keberhasilan pembaharuan pendidikan Islam sebagaimana tersebut di atas.
Beberapa faktor pendukung kemajuan pendidikan Islam antara lain : Pertama, semakin membaiknya hubungan dan kerjasama anntara umat Islam dan pemerintah. Kedua, Semakin membaiknya ekonomi nasional. Dan ketiga, semakin stabil dan amannya pemerintahan.
1.       Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan[18] diantaranya adalah :
a.       Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
b.      Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
c.       Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
Selanjutnya pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar Islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan buku-buku agama Islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai tahun 1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan Negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor. Selain itu, penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama Islam yang dilaksanakan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat Islam terdidik dan kelas menengah muslim perkotaan
2.       Kebijakan Pemerintah Orde Baru mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.[19]
Pada awal – awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama. Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden No. 34 tanggal 18  April tahun 1972 tentang Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
a.       Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan;
b.      Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri;
c.       Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.
Selanjutnya, Kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh Inpres No. 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 dan Inpres 1974, penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Mendikbud.
3.       Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Setelah SKB ( Surat Keputusan Bersama ) Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah di keluarkannya SKB tiga Menteri P&K No. 299/u/1984 dengan Menteri Agama No. 45 / 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah – sekolah umum yang lebih tinggi. SKB 2 menteri di jiwai oleh TAP MPR No. II / TAP/MPR/1983 tentang perlunya penyesuaian sistem pendidikan sejalan dengan daya kebutuhan bidang bersama, antara lain dilakukan melaui perbaikan kurikulum sebagai salah satu diantara sebagai salah satu diantara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan Madrasah.
Dalam keputusan tersebut terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum dan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No. 99 tahun 1984 untuk tingkat MI, ketentuan KMA No. 100 untuk tingkat MTS, dan MA No. 101 untuk tingkat PGAN. Keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif dan efisien[20] antara lain dalam hal :
a.       Mengorganisasikan program pengajaran;
b.      Untuk membentuk manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang maha Esa sertakeharmonisan sesama manusia dan lingkungannya;
c.       Mengefektifkan proses belajar mengajar;
d.      Mengoptimalkan waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan konsesus yang di tetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini bagi menjadi dua bagian yaitu: pendidikan agama, terdiri dari : Al-qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fikih, SKI, dan Bahasa Arab, dan pendidikan umum antara lain : PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pengetahuan, Sains, Olahraga dan kesehatan, Matematika, Pendidikan Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa inggris ( MTS dan MA ),  kimia (MA),  Geografi ( MA), Biologi (MA), Fisika ( MA) dan kimia (MA).
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum di sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain :
a.       Kurikulum sekolah dan madrasah terdiri umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan;
b.      Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrsah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama;
c.       Proram khusus ( pilihan ) di adakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah menengah atas / Madrasah Aliyah;
d.      Pengaturan Pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karir, ketuntasan belajar;
e.       Hal – hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu pada SKB 3 dan SKB 2 menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajarannya. Diantara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut :
a.       Program kegiatan kurikulum madrasah ( MI, MTS dan MA) tahun 1984 di lakukan melalui kegiatan internkurikuler, kokuler dan ekstrakurikuler, baik bdalam program inti maupun program pilihan;
b.      Proses belajar mengajar di laksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang di pelajarinya;
c.       Penilaian di lakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Sejak di keluarkannya SKB 3 menteri yang di lanjutkan dengan SKB 2 menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB diatas menimbulkan dilema baru bagi Madrasah. Disatu pihak materi pengetahuan umum bagi madarasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap pengetahuan agama menjadi serba tanggung. Menyadari kondisi seperti itu muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat khusus yang kemudian dikaenal dengan Madrasah Aliah Program khusus ( MAPK) yang di rintis oleh H. Munawir Sjadzali.
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.[21] SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah umu dan madrasah.12
Selanjutnya, penilaian akan menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lulusan madrasah ala SKB 3 Menteri direspons pemerintah dengan mendirikan MAPK.[22] Kelahiran MAPK yang dirintis oleh H. Munawir Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI) menurut Ali Hasan dan Mukti Ali dilatarbelakingi oleh kebutuhan akan tenaga ahli di bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan pada MA.[23]
4.       Jenis-jenis Pendidikan serta Pengajaran Islam Masa Orde Baru
Jenis-jenis pendidikan Islam pada masa Orde Baru[24] adalah sebagai berikut :
a.       Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
b.      Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
c.       Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
d.      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
e.       Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
f.       Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Memasuki dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan keluarnya UU No. 2 Tahun 1989, lembaga pendidikan agama memasuki era integrasi pendidikan ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan adanya kesamaan kurikulum yang dipakai oleh lembaga pendidikan umum dan agama.[25]
UU No. 2 Tahun 1989, memberikan efek positif terhadap pendidikan agama secara umum dan lembaga pendidikan madrasah khusunya. Indikasi ini terlihat dalam pasal 4 bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah mengembangkan intelektual, moral dan spritual.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Diawali dari proses penegerian sejumlah madrasah oleh pemerintah RI pada masa Orde Baru yaitu tahun 1967, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah, selangkah telah terlihat kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB Tiga Menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Sejak di keluarkannya SKB 3 menteri yang di lanjutkan dengan SKB 2 menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB diatas menimbulkan di lema baru bagi Madrasah. Disatu pihak materi pengetahuan umum bagi madarasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap pengetahuan agama menjadi seba tanggung . menyadari kondisi seperti itu muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat khusus yang kemudian dikaenal dengan Madrasah Aliah Program khusus ( MAPK).
B.     Saran-saran
1.         Pendidikan merupakan tuntutan juga kewajiban setiap muslim, sehingga seyogyanya pendidikan menjadi budaya dan juga kebiasaan masyarakat sejak lahir hingga tutup usia;
2.         Pemerintah sebagai pemangku kebijakan seyogyanya hati-hati dan bijaksana dalam menentukan kurikulum pendidikan;
3.         Lembaga pendidikan harus mampu mengaplikasikan kurikulum pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.



DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Alamsyah. 1982. Pembinaan Pendidikan Agama. Jakarta : Depag RI.
Ali Hasan dan Mukti Ali. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cetakan 1. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Haidar Nawawi. 1983. Perundang-undangan Pendidikan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Hanun Asrohah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam,Cetakan 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Hasbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde-baru.html, diakses pada 23/05/2013.
Ngalim Purwanto. 1992. Ilmu Pendidikan Teoritis. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Suwito Fauzan. 2004.  Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, Cetakan 1. Bandung : Angkasa Bandung.
Zakiah Drajat. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Zakki Fuad. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Zuhairini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam, Cetakan 4. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal. 25.
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 4.
[3] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 11.
[4] HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hal. 22.
[5] Zakiah Drajat, Op. Cit., hal. 25.
[6] Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, cet. 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 156 – 157.
[7] H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,  (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 36.
[8] Haidar Nawawi, Perundang-undangan Pendidikan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal. 77.
[9] SKB Tiga Menteri itu dikeluarkan pada tanggal 24 Maret 1975 di Jakarta oleh Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1975, Menteri P&K Nomor 037/u/1975, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 1975, lihat juga Alamsyah, Pembinaan Pendidikan Agama, (Jakarta : Depag RI 1982), hal. 138.
[10] Lihat Bab I Pasal 1 Ayat I SKB Tiga Menteri.
[11] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,Cetakan 1,  (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 199.
[12] Lihat Bab IV Pasal 4 SKB Tiga Menteri.
[13] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 325.
[14] Ibid., hal. 329.
[15] Ibid., hal. 331 – 332.
[16] Ibid., hal. 332.
[17] Ibid., hal. 335.
[18] A. Zakki Fuad, Sejarah Pendidikan Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011),
hal. 156.
[19] H. Samsul Nizar, Op. Cit.,  hal. 361.
[20] Ibid., hal. 365.
[21] Zuhairini, Op. Cit., hal. 198. Selanjutnya isi lengkap SKB 2 Menteri tersebut, lihat Hasbullah, Op. Cit., hal. 17.
[22] Lahirnya MAPK melalui KMA No.73 Tahun 1987
[23] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cetakan 1,  (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hal. 124.
[24] http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde-baru.html, diakses pada 23/05/2013.
[25] Suwito Fauzan, Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, Cetakan 1, (Bandung : Angkasa Bandung,  2004), hal. 200.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda