BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Konsep
Manajemen Kesiswaan
1.
Pengertian
Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan proses pengurusan
segala hal yang berkaitan dengan peserta
didik, pembinaan sekolah mulai dari perencanaan
penerimaan peserta didik, pembinaan selama peserta didik berada di
sekolah, sampai dengan peserta didik
menamatkan pendidikannya melalui penciptaan suasana yang kondusif terhadap berlangsungnya proses
belajar mengajar yang efektif.[1]
Manajemen kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan
yang direncanakan dan diusahakan secara
sengaja serta pembinaan secara kontinu
terhadap seluruh peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang
bersangkutan) agar dapat mengikuti
proses PBM dengan efektif dan efisien.[2]
Manajemen kesiswaan juga berarti seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja
serta pembinaan secara kontinyu terhadap
seluruh peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar mengajar secara efektif dan efisien mulai
dari penerimaan peserta didik hingga keluarnya
peserta didik dari suatu sekolah.[3]
Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa manajemen kesiswaan
merupakan proses pengurusan segala hal yang
berkaitan dengan peserta didik mulai dari penerimaan peserta didik
hingga keluarnya peserta didik dari
suatu sekolah.
2.
Dasar
Manajemen Kesiswaan
Dasar hukum manajemen kesiswaan di sekolah
secara hierarkis dapat dikemukakan
sebagai berikut :
a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang mengamanatkan mencerdaskan kehidupan bangsa.[4]
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menyatakan : pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat, kepala
satuan pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan
yang masing-masing secara berturut-turut
membidangi akademik, sarana dan
prasarana, serta kesiswaan (pasal 50 bab VIII tentang standar pengelolaan).[5]
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,[6]
yang menyatakan : 1) setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu (pasal 5); 2)
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus (pasal 5); 3) warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus (pasal 5); 4) setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya (pasal 12).
Dari beberapa dasar hukum di atas dapat
disimpulkan bahwa dasar hukum manajemen
kesiswaan di sekolah yaitu setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan baik yang memiliki potensi kecerdasan maupun memiliki
kelainan fisik.
3.
Tujuan
dan Fungsi Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bidang
operasional yang penting dalam kerangka
manajemen sekolah.[7]
Tujuan umum manajemen kesiswaan adalah
untuk mengatur berbagai kegiatan dalam
bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat
berjalan lancar, tertib dan teratur,
serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.[8]
Adapun fungsi manajemen kesiswaan secara umum adalah sebagai wahana bagi peserta didik (peserta didik)
untuk mengembangkan diri seoptimal
mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya,
segi sosialnya, segi aspirasinya, segi
kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta
didik (peserta didik) yang lainnya.[9]
Jadi tujuan dan fungsi manajemen kesiswaan ialah
untuk mengatur berbagai kegiatan dalam
bidang kesiswaan serta sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal
mungkin. Adapun kewajiban peserta didik[10]
adalah : a) ikut menanggung biaya penyelenggaraan
pendidikan kecuali peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku; b) mematuhi ketentuan
peraturan yang berlaku; c) menghormati tenaga kependidikan; d) ikut memelihara
sarana dan prasarana serta kebersihan dan ketertiban serta keamanan sekolah yang bersangkutan.
4.
Tugas Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan memiliki beberapa tugas yang
tentunya berkaitan dengan bidang
kesiswaan. Yang menjalankan tugas tersebut ialah wakil kepala sekolah (waka kesiswaan) namun
kepala sekolah juga tidak lepas dari
tugas tersebut, mengapa demikian karena meskipun ada wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, kepala
sekolah tetap memegang peran sangat
penting karena keputusan akhir setiap kegiatan ada pada kepala sekolah.[11]
Seorang kepala sekolah harus menyadari bahwa
titik pusat tujuan sekolah adalah
menyediakan program pendidikan yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan, pribadi dan kebutuhan
kemasyarakatan serta kepentingan individu para peserta didik.[12]
Indikator keberhasilan kepala sekolah sebagai seorang pemimpin adalah kepuasan kerja guru, sebagai internal customer dan kepuasan peserta
didik serta orang tua peserta didik
sebagai external customer.[13]
Tugas kepala sekolah (dibantu wakil kepala sekolah bidang kesiswaan)
meliputi : perencanaan di bidang kesiswaan, penerimaan peserta didik
baru, pengaturan peserta didik dalam kelompok-kelompok, pembinaan peserta didik, berakhir dengan pelepasan peserta didik dari
sekolah, serta kegiatan-kegiatan lain
yang berhubungan langsung dengan peserta didik.[14]
Oleh karena itu, manajemen kesiswaan akan
membahas pengelompokan secara
berturut-turut: perencanaan kesiswaan, penerimaan peserta didik baru, pengelompokan peserta
didik, pembinaan disiplin peserta didik, kelulusan dan alumni, kegiatan ekstra kelas, serta
Organisasi Intra Sekolah (OSIS).[15]
a. Perencanaan
Kesiswaan
Dalam perencnaan kesiswaan terutama dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan atau daya tampung
sekolah. Setelah mempelajari tentang
fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki serta guru dan personal pendidikan
lainnya. Disamping itu juga harus
memperhitungkan berapa peserta didik yang akan keluar atau lulus, berapa peserta didik yang akan tinggal atau
mengulang. Dengan dasar perencanaan peserta
didik ini jumlah penerimaan peserta didik baru ditentukan.[16]
b. Penerimaan Siswa
Baru
Pengelolaan penerimaan peserta didik baru harus
dilakukan sedemikian rupa, sehingga
kegiatan mengajar-belajar sudah dapat dimulai pada hari pertama setiap tahun ajaran baru.[17]
Dalam penerimaan peserta didik baru terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan seperti: penetapan persyaratan peserta
didik yang akan diterima, pembentukan
panitia penerimaan peserta didik baru.[18]
1) Penetapan persyaratan peserta
didik yang akan diterima
Setiap sekolah berbeda dalam menetapkan
persyaratan calon peserta didik yang
akan diterima. Pada umumnya persyaratan itu menyangkut aspek : umur, kesehatan, kemampuan hasil
belajar dan persyaratan administrasi
lainnya. Pemerintah dalam hal ini
departemen pendidikan dan kebudayaan,
melalui kantor wilayah tingkat propinsi selalu
memberikan pedoman kepada setiap tingkat dan jenis sekolah menjelang awal masa penerimaan peserta didik
baru. Kewajiban kepala sekolah untuk
aktif mencari informasi baru tentang ketentuan-
ketentuan tersebut. Adapun
persyaratan yang telah ditentukan hendaknya dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas
beberapa hari sebelum waktu pendaftaran
dimulai.
Cara penerimaan peserta didik baru yaitu:
Pertama, berdasarkan hasil tes masuk,
yaitu siapa yang diterima dari calon peserta didik yang mendaftar, ditentukan berdasarkan hasil tes
yang diadakan. Sekolah menentukan nilai
batas lulus, calon yang memperoleh nilai tes masuk sama atau lebih tinggi dari nilai batas lulus
dinyatakan diterima. Kedua, berdasarkan
hasil evaluasi akhir atau Nilai Ujian Akhir.
Dengan cara ini filter atau penyaring
diterimanya calon peserta didik yang
mendaftar didasarkan pada posisi jumlah Nilai ujian akhir yang dimiliki dikaitkan dengan posisi jumlah Nilai
ujian akhir dari semua pendaftar. Semua
calon diranking menurut jumlah Nilai ujian akhir, penentuan siapa yang diterima didasarkan pada
ranking Nilai ujian akhir, dimulai dari
Nilai ujian akhir tertinggi hingga Nilai ujian akhir tertentu, sampai jumlah peserta didik yang
diperlukan sekolah terpenuhi.[19]
2) Pembentukan panitia
penerimaan peserta didik baru
Pembentukan panitia penerimaan peserta didik
baru dilakukan sekali setahun. Oleh
karena itu dibentuk khusus untuk itu dan dibubarkan setelah kegiatan selesai.[20]
Panitia penerimaan peserta didik baru terdiri dari kepala sekolah dan beberapa guru yang ditunjuk untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan yakni : a) syarat-syarat
pendaftaran murid baru; b) formulir
pendaftaran; c) pengumuman; d) buku pendaftaran; e) waktu pendaftaran; f) jumlah calon yang diterima.
3) Orientasi peserta didik
baru
Orientasi peserta didik baru adalah kegiatan
yang merupakan salah satu bagian dalam
rangka proses penerimaan peserta didik baru. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberi kegiatan
ini. Istilah-istilah itu di antaranya
ialah Masa Orientasi Siswa (MOS) dan pengenalan kampus menjadi OSPEK. Tujuan orientasi peserta didik
baru ialah memperkenalkan berbagai
masalah tentang sekolah, agar peserta didik baru dapat segera menyesuaikan diri dengan kehidupan sekolah.[21]
Sebelum peserta didik baru menerima pelajaran
biasa di kelas-kelas, ada sejumlah
kegiatan yang harus diikuti oleh mereka selama OSPEK, kegiatan-kegiatan[22]
itu diantaranya, yaitu : a) perkenalan dengan para guru dan staf sekolah; b) perkenalan
dengan peserta didik lama; c) perkenalan dengan pengurus OSIS; d) penjelasan
tentang tata tertib sekolah; e) mengenal dan meninjau fasilitas-fasilitas
sekolah, misalnya laboratorium,
perpustakaan, ruang senam, sanggar tari, sanggar musik, dan lain sebagainya.
c. Pengelompokan Siswa
Sebagai kegiatan ketiga dalam manajemen
kesiswaan adalah pengelompokan peserta
didik. Pengelompokan peserta didik dilakukan terutama bagi peserta didik yang baru diterima dalam
kegiatan penerimaan peserta didik baru.
Tujuannya agar program kegiatan belajar bisa berlangsung dengan sebaik- baiknya.[23]
Oleh karena itu setiap sekolah setiap tahunnya pastilah selalu melaksanakan
pengelompokan peserta didik. Macam-macam
pengelompokan peserta didik, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1) Pengelompokan dalam kelas-kelas
Agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik, maka peserta
didik dalam jumlah besar perlu
dibagi-bagi dalam kelompok yang lebih kecil
yang disebut kelas. Banyaknya kelas disesuaikan dengan jumlah murid yang diterima sedangkan jumlah murid untuk
setiap kelas (class size) berbeda untuk
setiap tingkat dan jenis sekolah.[24]
Dalam menentukan berapa besar kelas ini,
berlaku prinsip: semakin kecil kelas semakin
baik. Karena, dengan demikian guru akan bisa lebih memperhatikan murid-murid secara individual.[25]
2) Pengelompokan
berdasarkan bidang studi
Pengelompokan berdasarkan bidang studi yang lazim disebut juga dengan istilah penjurusan. Ialah
pengelompokan peserta didik yang
disesuaikan dengan minat dan bakatnya. Pengukuran minat dan bakat peserta didik didasarkan pada hasil prestasi
belajar yang dicapai dalam mata
pelajaran yang diikuti. Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai dalam berbagai mata pelajaran itulah seorang peserta
didik diarahkan pada jurusan di mana ia
memperoleh nilai-nilai baik pada mata pelajaran untuk jurusan tersebut.[26]
3) Pengelompokan berdasarkan spesialisasi
Pengelompokan berdasarkan spesialisasi hanya terdapat di sekolah-sekolah kejuruan. Pada hakikatnya,
penjurusan sama dengan pengelompokan
berdasarkan bidang studi, namun lebih menjurus ke arah yang lebih khusus.[27]
4) Pengelompokan dalam sistem kredit
Pengajaran dengan sistem kredit ialah sistem yang menggunakan ukuran satuan kredit untuk memberikan bobot
bagi setiap mata pelajaran bobot satu
kredit, lengkapnya satu satuan kredit semester (1 SKS). Pengajaran dengan sistem kredit bisa
dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
sistem kredit dengan sistem paket dan sistem kredit dengan sistem pilihan. Sistem kredit yang dilaksanakan di
SMA dewasa ini ialah sistem kredit
dengan sistem paket, di perguruan tinggi dilaksanakan sistem kredit dengan sistem paket dan
pilihan.[28]
5) Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan ini didasarkan atas kemampuan peserta didik di
mana peserta didik yang pandai
dikumpulkan dalam kelompok peserta didik yang pandai, dan peserta didik yang kurang pandai berada
dalam kelompok kurang pandai atau
lambat.[29]
6) Pengelompokan berdasarkan minat
Pengelompokan berdasarkan minat banyak dilaksanakan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Oleh
karena kegiatan-kegiatan ekstra
kurikuler cukup banyak jenisnya, maka kepada para peserta didik
diberi kebebasan untuk memilih jenis
kegiatan yang sesuai dengan minatnya.[30]
d. Pembinaan Disiplin Siswa
Masalah disiplin merupakan suatu masalah penting
yang dihadapi sekolah-sekolah dewasa
ini. Bahkan sering masalah disiplin
digunakan sebagai barometer pengukur kemampuan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya.[31]
Disiplin juga sangat penting artinya bagi peserta didik. Oleh karena itu, ia harus ditanamkan secara terus menerus agar
menjadi kebiasaan bagi peserta didik.
Orang-orang yang berhasil dalam bidangnya masing-masing umumnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi.
Sebaliknya orang yang gagal, umumnya
tidak disiplin.
Apa yang dimaksud dengan disiplin? Disiplin
adalah suatu keadaan di mana sesuatu itu
berada dalam keadaan tertib, teratur dan
semestinya, serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung atau tidak langsung. Adapun pengertian disiplin peserta didik
adalah suatu keadaan tertib dan teratur
yang dimiliki oleh peserta didik di sekolah, tanpa ada pelanggaran - pelanggaran yang merugikan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap peserta
didik sendiri dan terhadap sekolah secara
keseluruhan. Teknik-teknik
pembinaan disiplin peserta didik adalah sebagai berikut :
1) Teknik
external control, ialah suatu teknik
di mana disiplin peserta didik haruslah
dikendalikan dari luar peserta didik.[32]
Teknik external control ini berupa bimbingan dan penyuluhan. Sering external control dalam arti “pengawasan” perlu diperketat, namun
hendaklah secara “human” (kemanusiaan). Yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penggunaan teknik ini hendaklah disesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak didik.[33]
2) Teknik
inner control, atau internal control. Teknik ini
merupakan kebalikan dari teknik di atas.
Teknik ini mengupayakan agar peserta didik
dapat mendisiplinkan diri mereka sendiri. Siswa disadarkan akan arti pentingnya disiplin. Jika teknik inner control ini yang dipilih oleh guru, maka guru haruslah bisa menjadi
teladan dalam hal kedisiplinan. Sebab,
guru tidak akan dapat mendisiplinkan peserta didik, tanpa ia sendiri harus berdisiplin.
3) Teknik
cooperative control. Menurut teknik
ini, antara guru dan peserta didik harus
saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan
disiplin. Guru dan peserta didik lazimnya membuat semacam kontrak perjanjian yang berisi aturan-aturan
kedisiplinan yang harus ditaati
bersama-sama. Sanksi atas pelanggaran disiplin juga ditaati dan dibuat bersama.[34]
e. Kelulusan dan
Alumni
Proses kelulusan adalah kegiatan paling akhir
dari manajemen kesiswaan. Kelulusan
adalah pernyataan dari sekolah sebagai suatu lembaga tentang telah diselesaikannya program
pendidikan yang harus diikuti oleh peserta
didik. Setelah seorang peserta didik selesai mengikuti seluruh program
pendidikan di suatu sekolah, dan
berhasil lulus dalam Ujian Nasional, maka kepadanya diberikan surat keterangan atau sertifikat,
yang umumnya disebut Ijazah atau Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB).
Proses kelulusan biasanya ditandai atau
dikukuhkan dalam suatu upacara, yang
biasa disebut “upacara kelulusan”. Akhir-akhir ini istilah kelulusan banyak diganti dengan istilah “wisuda”.
Dalam wisuda ini, di samping mewisuda peserta
didik-peserta didik yang lulus, sekaligus sekolah “melepas”peserta didik dan “menyerahkan
kembali” kepada para orang tua. Dengan demikian “habislah” (dalam arti telah
selesai) hubungan ikatan antara sekolah
dan orang tua peserta didik. Sedangkan hubungan para lulusan (alumni) dan sekolah diharapkan masih akan
tetap terjalin.
Hubungan sekolah dan alumni memang perlu tetap
dipelihara. Dari hubungan dengan alumni
ini, sekolah bisa memanfaatkan hasil-hasilnya.
Sekolah bisa menjaring berbagai informasi. Misalnya, informasi
tentang materi-materi pelajaran mana
yang kiranya sangat membantu studi di
perguruan tinggi. Mungkin juga informasi tentang lapangan kerja yang
bisa dijangkau bagi alumni yang tidak
melanjutkan studi. Hubungan antara
sekolah dengan para alumni dapat dipelihara lewat pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
para alumni, yang biasa disebut dengan
istilah “reuni”.[35]
f. Kegiatan Ekstra
Kelas
Langkah tepat yang harus diambil kepala sekolah
dan para guru harus mengembangkan
pengertian yang lebih besar dan memahami isi hati para peserta didik, untuk melibatkan para peserta
didik secara aktif di dalam berbagai
keputusan. Wahana yang paling tepat
untuk melibatkan para peserta didik tersebut
adalah kegiatan kegiatan di luar kurikuler atau kegiatan ekstrakelas.[36]
Yang dimaksud dengan kegiatan ekstra
kelas di sini adalah kegiatan di luar jam-jam pelajaran resmi. Artinya di luar
jam-jam pelajaran yang tercantum dalam
jadwal pelajaran.[37]
Kegiatan semacam itu biasanya dikategorikan
sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ekstra kurikuler dimaksudkan untuk
mengembangkan pribadi peserta didik karena kegiatan-kegiatan itu
walaupun tidak secara langsung menuju
kegiatan kurikuler yang berdampak pengajaran,
namun ekstrakurikuler berdampak pengiring, yang kemungkinan
hasilnya akan berjangka panjang. Tujuan ekstra kurikuler adalah agar peserta
didik dapat memperkaya dan memperluas
wawasan pengetahuan, mendorong pembinaan nilai dan sikap demi untuk mengembangkan minat dan bakat peserta
didik. Jenis-jenis kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat disediakan seperti: Pramuka, olahraga
dan sebagainya.[38]
5.
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
Arti organisasi
secara umum ialah suatu sistem kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan.[39]
Selain itu organisasi juga merupakan
kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, yang memungkinkan anggota mencapai tujuan yang
tidak dapat dicapai melalui tindakan
individu secara terpisah.[40]
Sedangkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) merupakan wadah atau arena tempat kehidupan peserta didik di
sisi lain, yaitu kehidupan peserta didik
sebagai calon-calon anggota masyarakat.[41]
OSIS merupakan satu- satunya wadah
organisasi peserta didik di sekolah untuk mencapai atau sebagai salah satu jalur tercapainya tujuan pembinaan kesiswaan.[42]
Oleh karena itu di bawah ini akan
membahas hal-hal yang berkaitan dengan OSIS.
a. Latar belakang berdirinya OSIS
Tujuan
Nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dan
secara operasional diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pembangunan Nasional dilaksanakan di dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara ditetapkan bahwa pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan dan keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar
dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama- sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. Garis-Garis Besar
Haluan Negara juga menegaskan bahwa generasi
muda yang di dalamnya termasuk para peserta didik adalah penerus
cita-cita perjuangan bangsa dan sumber
insani bagi pembangunan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Mengingat
tujuan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang ditetapkan baik di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 maupun di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara amat luas lingkupnya, maka diperlukan sekolah sebagai lingkungan pendidikan
yang merupakan alur pendidikan formal
yang sangat penting dan strategis bagi upaya mewujudkan tujuan tersebut, baik melalui proses belajar
mengajar maupun melalui kegiatan
intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
b. Nilai dan Fungsi OSIS
OSIS
adalah suatu organisasi. Oleh karena itu, nilai dari OSIS ialah nilai berorganisasi. Pengalaman-pengalaman
berorganisasi[43]
ini di antaranya ialah : 1) pengalaman
memimpin, ini khususnya bagi anggota pengurus, yang duduk sebagai ketua organisasi maupun ketua-ketua
seksi. Namun sebenarnya secara tidak langsung yang tidak menjadi ketua pun
mendapatkan pengalaman memimpin; 2) pengalaman
bekerjasama, seluruh pengurus, dan juga anggota, untuk melaksanakan program-program harus saling bekerjasama;[44]
3) hidup demokratis, dalam organisasi tidak bisa seseorang memaksakan kehendaknya begitu saja kepada orang lain,
anggota organisasi tersebut. Semua
anggota mempunyai hak dan kedudukan yang sama; 4) berjiwa toleransi, anggota
dari suatu organisasi bisa mempunyai pendapat dan pandangan yang berbeda-beda. Setiap anggota harus rela
menerima keberbedaan itu, dan berusaha
memadukannya menjadi suatu yang berguna;
5) pengalaman mengendalikan organisasi, pengalaman ini meliputi pengalaman
bagaimana merencanakan program - program
kegiatan. Bagaimana mengorganisasikan kegiatan,
bagaimana memilih orang-orang untuk melaksanakan kegiatan, bagaimana menggerakkan dan mengarahkan
orang-orang, bagaimana menilai dan
mengukur keberhasilan dari suatu organisasi.
Adapun
fungsi dari OSIS ialah fungsi pembinaan peserta didik. Pembinaan peserta didik mempunyai tujuan agar
peserta didik nantinya bisa menjadi
warga negara yang baik dan berguna.[45]
Secara khusus, tujuan OSIS dirumuskan sebagai berikut : 1) mempersiapkan peserta didik untuk menjadi
warga negara yang memiliki jiwa
Pancasila, berkepribadian luhur, moral dan mental yang tinggi, berkecakapan serta memiliki pengetahuan siap
untuk diamalkan; 2) mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang
mengabdi kepada Tuhan YME, tanah air dan
bangsanya; 3) menggalang persatuan dan kesatuan peserta didik yang kokoh dan
akrab di sekolah dalam satu wadah OSIS,
dan 4) menghindarkan peserta didik dari
pengaruh-pengaruh yang tidak sehat dan
mencegah peserta didik dijadikan sasaran perebutan pengaruh serta kepentingan suatu golongan, dalam rangka
usaha peningkatan ketahanan sekolah.[46]
c. Struktur OSIS
Pada
dasarnya, setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Namun, biasanya
struktur keorganisasian dalam OSIS terdiri atas : a) ketua
pembina (biasanya kepala sekolah); b)
wakil ketua pembina (biasanya wakil kepala sekolah); c) pembina (biasanya guru yang ditunjuk oleh
sekolah); d) ketua umum; e) wakil ketua I; f) wakil ketua II; g) sekretaris umum; h) sekretaris I; i) sekretaris II; j)
bendahara; k) wakil bendahara;
l) ketua sekretaris bidang (sekbid) yang
mengurusi setiap kegiatan peserta didik
yang berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.
Dan
biasanya dalam struktur kepengurusan OSIS memiliki beberapa pengurus yang bertugas khusus
mengkoordinasikan masing- masing kegiatan
ekstrakurikuler yang ada di sekolah.
d. Tugas kewajiban dan bidang kegiatan OSIS
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa tugas kewajiban OSIS ialah membantu mengusahakan kelancaran pelaksanaan
program pengajaran dan pembinaan
generasi muda di sekolah. Adapun
segi-segi pembinaan generasi muda ini meliputi antara lain : 1) mempertinggi
moral dan etik; 2) memperdalam kesadaran
rasa kebangsaan; 3) memperdalam rasa
cinta tanah air dan lingkungan; 4)
memajukan kesenian; 5) memajukan
olahraga; 6) mengobarkan semangat
belajar dan bekerja keras; 7)
menggiatkan pengabdian pada masyarakat; 8) menggiatkan usaha-usaha sosial.
Adapun
bidang-bidang kegiatan OSIS bisa bermacam-macam, di antaranya ialah : 1)
kegiatan bidang ilmiah, seperti ceramah-ceramah, diskusi-diskusi; 2) kegiatan bidang olahraga, seperti senam,
permainan, beladiri; 3) kegiatan bidang kesenian,
seperti tari, drama, seni suara, seni rupa, dan
sebagainya; 4) kegiatan bidang
kesehatan, seperti masalah gizi, kesehatan lingkungan; 5) kegiatan bidang pencinta alam, seperti
mendaki gunung, tamasya, kemah; 6)
kegiatan bidang sosial, seperti pengumpulan dana korban bencana
alam, pengumpulan donor darah; 7) kegiatan bidang keagamaan, seperti
pengumpulan zakat fitrah, santunan anak
yatim; 8) kegiatan bidang koperasi
(sekolah), seperti usaha melengkapi kebutuhan
peserta didik, melengkapi perpustakaan sekolah.[47]
e. Pembinaan OSIS
Salah
satu segi dalam pendidikan ialah membina peserta didik agar dapat berdiri sendiri (memiliki sifat mandiri).[48]
Dalam pembinaan OSIS, kepala sekolah dapat melakukan beberapa langkah, yaitu : 1) mengkoordinasikan berbagai kegiatan dengan
guru mata pelajaran dan wali kelas. hal
itu dimaksudkan agar jangan terjadi tumpang tindih kegiatan yang mengganggu kegiatan
pembelajaran di kelas; 2) memberikan kepercayaan kepada peserta didik mengelola
kegiatannya; 3) menjalin kerjasama dengan berbagai unit kegiatan remaja di luar
sekolah seperti: palang merah remaja, kwartir pramuka, dan lain- lain; 4) melibatkan orang tua dan pihak
terkait dalam kegiatan yang relevan.
Bagaimanapun
pembinaan kesiswaan sebagai bagian dari
pelaksanaan manajemen kesiswaan berkaitan dengan menyiapkan lulusan berkualitas di setiap sekolah. Untuk
kelancaran program pembinaan kesiswaan
ini, karena melibatkan para staf, guru dan pegawai bahkan dari pihak luar, maka kepala sekolah perlu
menjalin koordinasi, kerjasama dan
komunikasi melalui adanya : 1) rapat koordinasi secara periodik yang dapat
dilaksanakan setiap akhir dukungan yang diperlukan; 2) rapat evaluasi program pembinaan kesiswaan,
yang dilaksanakan setiap akhir tahun
program pengajaran untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pelaksanaan program pembinaan peserta didik.[49]
B.
Keorganisasian
Siswa
1.
Pengertian
Organisasi Siswa
Organisasi peserta didik ialah suatu wadah atau arena kehidupan peserta
didik yang berada di tingkat sekolah,
yang dikelola oleh peserta didik yang terpilih dari beberapa peserta didik untuk menjadi pengurus.
Organisasi hanya merupakan alat dan wadah
saja.[50]
2.
Dasar
Keorganisasian Siswa
Dasar hukum organisasi intra sekolah (OSIS) secara hierarkis
dapat dikemukakan sebagai berikut : a) UU Nomor 20 Tahun 2003; tentang sistem
Pendidikan Nasional; b) UU Nomor 14 Tahun 2005; tentang Guru dan Dosen; c) PP 19 Tahun 2005, tentang Standar Pendidikan
Nasional; d) Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005; tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; e) Kep.
Mendikbud Nomor 0461/U/1984; tentang Pembinaan Kesiswaan; f) f. Kep. Dirjen Dikdasmen Nomor 226/C/0/1992
tentang pedoman Pembinaan Kesiswaan.
3.
Macam-macam
Organisasi Siswa
Organisasi sering kita temukan, bukan hanya organisasi formal
saja tapi banyak juga organisasi non
formal yang ada. Contoh : Seperti dalam
suatu universitas adalah organisasi kemahasiswaan, tetapi yang bersifat
ektra kampus yang pada umunya terkait
dengan aliran politik atau idiologi tertentu.
Seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI, RACANA dan sebagaimya.
Untuk kegiatan SMA/MA maupun SMP/MTs sesuai dengan murid contohnya
OSIS (Organisasi Siswa Intra sekolah),
kepramukaan, PMR, olahraga, rohis dan sebagainya. Sedangkan untuk tingkatan daerah ada juga wahana organisasi
yang berguna untuk mengembangkan bakat
minat dari pemuda yang ada yaitu karang taruna. Yang berguna untuk menjalin solidaritas antar
sesama pemuda.
4.
Manfaat
Organisasi
Manfaat dari organisasi bagi yang ikut didalamnya sangat banyak
dan berguna untuk membangun jiwa serta
mental mereka, beberapa manfaat dari
organisasi[51]
yaitu : a) untuk mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang dimilikinya dalam mencapai tujuan.
pencapaian tujuan akan lebih efektif
dengan adanya organisasi yang baik; b) wadah memanfaatkan sumber daya dan
mengembangkan potensi yang dimiliki
seseorang; c) organisasi menawarkan karier. karier berhubungan dengan pengetahuan,
keterampilan, jabatan dan keuntungan. jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat
menjadi solusi; d) wadah memenuhi kebutuhan manusia yang semakin kompleks
dan menambah pergaulan, orang yang mengetahui akan pentingnya hidup
akan selalu mengusahakan apa yang
terbaik untuk diri mereka, begitu juga dengan sarana yang dibutuhkannya, organisasi merupakan
wahana yang sangat tepat untuk mereka
yang ingin selalu lebih maju.
C.
Manajemen
Kesiswaan dalam Meningkatkan Keorganisasian Siswa
1.
Manajemen
Kesiswaan yang Efektif
Manajemen kesiswaan yang efektif dipengaruhi oleh bagaimana manajemen kesiswaan dapat melaksanakan segala
kegiatannya dengan baik. Dan dalam
manajemen ada sebuah proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
a. Perencanaan
Perencanaan ialah kegiatan
yang akan dilakukan di masa yang akan
datang untuk mencapai tujuan. Dari pengertian ini perencanaan mengandung unsu-unsur : sejumlah kegiatan
yang ditetapkan sebelumnya, adanya
proses, hasil yang ingin dicapai dan menyangkut
masa depan dalam waktu tertentu.[52]
Jadi perencanaan dalam manajemen
kesiswaan perlu dilakukan, yaitu sebagai patokan dalam melaksanakan kegiatan.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian sebagai
proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas
yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumber daya, serta
mengkoordinasikannya dalam rangka efektifitas. Jadi setelah melaksanakan perencanaan, langkah manajemen
kesiswaan selanjutnya adalah
pengorganisasian, dalam hal ini harus jelas siapa yang menjalankan dan apa yang dijalankan,
agar semuanya berjalan dengan
lancar.
c. Penggerakan
Penggerakan adalah
menggerakkan semua bawahan agar mau
bekerjasama dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan.[53]
Oleh karena itu penggerakan perlu
dijalankan dengan sebaik-baiknya, dan perlu
adanya kerjasama yang baik pula di antara semua pihak baik.
d. Pengendalian
Pengendalian adalah fungsi
yang harus dilakukan untuk memastikan
bahwa anggota melakukan aktifitas yang akan membawa organisasi ke arah tujuan yang ditetapkan.[54]
Pengendalian yang efektif membantu
usaha-usaha kita untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan dan memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan
tersebut berlangsung sesuai dengan
rencana pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu manajemen kesiswaan harus dikelola sesuai
dengan fungsi-fungsi manajemen di atas,
agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan efektif.
2.
Prinsip-prinsip
Manajemen Kesiswaan
Berkenaan dengan manajemen kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar[55] yang harus mendapat perhatian berikut ini,
yaitu73 :
a. Siswa harus diperlakukan sebagai subjek dan bukan objek,
sehingga harus didorong untuk berperan
serta dalam setiap perencanaan dan
pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.
b. Keadaan dan kondisi peserta didik sangat beragam, ditinjau dari
kondisi fisik, kemampuan intelektual,
sosial ekonomi, minat dan sebagainya. Oleh
karena itu, diperlukan wahana kegiatan yang beragam sehingga setiap peserta didik memiliki wahana untuk berkembang
secara optimal.
c. Pada dasarnya peserta didik hanya akan termotivasi belajar, jika
mereka menyenangi apa yang
diajarkan.
d. Pengembangan potensi peserta didik tidak hanya menyangkut ranah
kognitif, tetapi juga ranah afektif dan
psikomotorik.
3.
Upaya
Manajemen Kesiswaan
Adanya hubungan antara manajemen kesiswaan dengan kegiatan organisasi peserta didik. Manajemen kesiswaan
merealisasikan apa yang dirumuskan,
direncanakan kegiatan organisasi peserta didik. Serta bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi
pada peserta didik. Manajemen kesiswaan
mempunyai peran dalam meningkatkan
keorganisasian peserta didik. Manajemen kesiswaan sesungguhnya
melaksanakan fungsinya terhadap kegiatan
organisasi peserta didik, yaitu : merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakan, pengawasan dan juga menyediakan hal baru yang bermanfaat bagi peserta didik untuk
menambah wawasan atau mempertajam pada
bidang organisasi peserta didik.
Kegiatan organisasi peserta didik yang didasarkan oleh
manajemen kesiswaan untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik dalam belajar berorganisasi, dan dapat memperoleh wawasan pengetahuan dan
kemampuan yang dipelajari dari berbagai
kegiatan. Organisasi peserta didik intra sekolah merupakan pembelajaran informal dalam naungan
sekolah yang lebih menekankan pada
pengalaman memimpin, pengalaman bekerjasama,
hidup demokratis, berjiwa toleransi dan pengalaman mengendalikan organisasi.[56]
Siswa akan belajar banyak hal realitas yang membutuhkan komunikasi dan kematangan emosional juga memperkaya
diri peserta didik dalam menghadapi
tantangan hidup bermasyarakat.
Manajemen kesiswaan bertanggung jawab mengelola kegiatan organisasi peserta didik dalam merancang
program agar tercapainya tujuan yang
diinginkan sebab dengan adanya manajemen kesiswaan jalannya suatu kegiatan yang dibentuk akan bisa berjalan
dengan lancar. Namun hal itu tidak
otomatis terjadi tanpa adanya dorongan dari
pihak yang berkedudukan di sekolah dan perlu adanya pembuktian
nyata. Dalam pelaksanaannya waka
kesiswaan juga menjalin kerjasama dengan
pihak lain dalam mengelola peserta didik. Sebagai bukti nyatanya
manajemen kesiswaan dapat mencetak
siswanya mampu berorganisasi di sekolah.
Untuk mewujudkan seperti ini merupakan tantangan berat bagi waka kesiswaan, bagaimana mereka mengelola
suatu organisasi khususnya Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang baik bagaiamana
mereka dapat menerapkan manajemen yang baik, bagaimana mereka dapat menerapkan manajemen yang baik yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dalam
berorganisasi untuk menyongsong masa depan siap ditampung atau dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat dengan
menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam
organisasi dengan tepat. Pengaturan
pelaksanaannya akan menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan mulai dari tujuan
pembiayaannya dan sarana prasarana yang
menunjang.
Dalam organisasi pasti membutuhkan pengururs yang
professional guna untuk mengelola dan
mengembangkan organisasi tersebut. Sekolah melalui manajemen kesiswaan ingin menunjukkan
eksistensi dan peningkatan dalam
mengelola Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Kaitannya dengan peserta didik yang professional dalam
berorganisasi maka berkaitan dengan
program-program kesiswaan yang baik. Upaya manajemen kesiswaan sangat berpengaruh dalam
meningkatkan keorganisasian peserta didik.
Maka dari itu ketika dalam membuat program untuk meningkatkan keorganisasian peserta didik baik maka
hasilnya juga akan baik pula, namun
ketika dalam membuat program dikatakan kurang baik maka hasilnya
juga kurang maksimal.
Jadi dengan demikian manajemen kesiswaan sangat berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam berorganisasi melalui
program-programnya. Selain itu juga proses manajemen harus di
terapkan dalam manajemen kesiswaan. Dan
bekerja sama dengan pihak lain dalam
melaksanakan programnya.
[1] W. Mantja, Profesionalisasi
Tenaga Kependidikan, Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran, (Malang
: Elang Mas, 2007) hal. 35.
[2] Mulyono, Manajemen
Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008),
hal. 178.
[3] Ary Gunawan, Administrasi Sekolah : Administrasi
Pendidikan Mikro, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1996), hal. 9.
[4] Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia, UUD ’45 dan Amandemennya, (Surakarta : Pustaka Mandiri),
hal. 2.
[5] Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta
: Cipta Jaya, 2005), hal. 27.
[6] Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Biro
Hukum dan Organisasi, 2003), hal. 12.
[7] Nurdin Matry, Implementasi
Dasar-Dasar Manajemen Sekolah dalam Era Otonomi Daerah, (Makassar: Aksara
Madani, 2008), hal. 155.
[8] E. Mulyasa, Manajemen
Berbasis Sekolah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 46.
[9] Imron A.,
dkk., Manajemen Pendidikan : Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam
Institusi Pendidikan, (Malang : Universitas Negeri Malang, 2003), hal. 53.
[10] Mulyono, Op.
Cit., hal 179.
[11] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Manajemen Sekolah, (Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan
Menengah Umum, 1999), hal. 85.
[12] Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2001), hal. 239.
[13] Hari
Suderajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Bandung : Cipta
Cekas Grafika, 2005), hal. 50.
[14] Tholib Kasan, Teori dan
Aplikasi Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Studi Press), hal. 75.
[15] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Administrasi
Pendidikan, (Malang : FIP IKIP Malang, 1989), hal. 89.
[16] Tim FIKIP-UMS,
Manajemen Pendidikan Bagi Kepala Madrasah dan Guru, (Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal. 43.
[19] Harbangan
Siagian, Administrasi Pendidikan : Suatu Pendekatan Sistemik, (Semarang :
Satya Wacana), hal. 101.
[20] B. Suryosubroto, Op. Cit.,
hal. 74.
[21] Tholib Kasan, Op. Cit.,
hal. 75.
[22] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 98.
[23] Ibrahim
Bafadal, Dasar-Dasar Manajemen dan Supervisi Taman Kanak-Kanak, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2004), hal. 34.
[24] W.
Mantja, Op. Cit., hal. 38.
[25] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 99.
[26] Tholib
Kasan, Op. Cit., hal.. 76.
[27] W.
Mantja, Op. Cit, hal. 38
[28] Tholib
Kasan, Op. Cit., hal. 77
[29] W.
Mantja, Op. Cit., hal. 39.
[30] Tholib
Kasan, Op. Cit., hal. 77.
[31] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 108.
[32] Ali Imron, dkk., Perspektif
Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Malang : Universitas Negeri Malang, 2004), hal. 93.
[33] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, Op. Cit.,
hal. 110.
[34] Ali Imron, dkk., Op.
Cit., hal. 94.
[35] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 120.
[36] Wahjosumidjo, Op. Cit., hal. 239.
[37] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 122.
[38] W. Mantja, Op.
Cit., hal. 40.
[39] Suharsimi
Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
(Jakarta : Rajawali, 1990), hal. 17.
[40] Dydiet
Hardjito, Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1997), hal. 5.
[41] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 125.
[42] Wahjosumidjo, Op.
Cit., hal. 244.
[43] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 125.
[44] Ibid., hal. 127.
[45] Ibid., hal. 127.
[46] W. Mantja, Op. Cit., hal. 41.
[47] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 130.
[48] Piet
Sahertian, Dimensi-Dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 129.
[50] Departemen Pendidikan
& Kebudayaan, Pedoman Umum Penyelenggaraan Administrasi Sekolah Menengah,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1989), hal. 350.
[51] Husaini Usman,
Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2009), hal. 145.
[52] Ibid., hal. 66.
[53] Malayu S. P.
Hasibuan, Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2005), hal. 183.
[54] Husaini Usman,
Op. Cit., hal. 503.
[55] Hasbullah, Otonomi
Pendidikan : Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 121-122.
[56] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan, Op.
Cit., hal. 127.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda