Sabtu, 29 Juni 2013

Modernisasi Kurikulum PAI di Madrasah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati.[1] Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian  dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum tentang pemberdayaan sekolah. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif.[2]
Keterlibatan kepala sekolah, guru dan komite sekolah dalam pengambilan keputusan-keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolahnya yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada se-efisien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal, termasuk dalam hal kurikulum. Pengembangan kurikulum di sekolah/madrasah menuntut krestivitas pihak-pihak terkait dengan sekolah/madrasah, sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi peserta didik, sekolah dan sosial budaya masyarakat di sekitar sekolah, dan memungkinkan untuk memasukan muatan lokal sesuai kebutuhan masyarakat.[3] Sekolah juga harus mampu mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi, keinginan staf yang berbeda, kondisi lingkungan yang beragam, harapan masyarakat yang menyekolahkan anaknya pada sekolah agar kelak bisa mandiri, serta tuntutan dunia kerja untuk memperoleh tenaga kerja yang produktif, potensial, dan berkualitas.  
Pendidikan adalah salah satu wujud kebudayaan manusia yang selalu tumbuh dan berkembang, tetapi ada kalanya mengalami penurunan kualitas sehingga hancur perlahan-lahan seiring dengan perkembangan zaman. Kurikulum disusun untuk mengemban misi agar dapat turut mendukung perkembangan kebudayaan pada arah yang positif. Karena itu, kurikulum harus memperhatikan beberapa hal mendasar sebagai berikut :
1.      Pendidikan harus menanamkan tata nilai yang kuat dan jelas sebagai landasan pembentukan watak dan perkembangan kehidupan manusia;
2.      Pendidikan harus memberikan sesuatu yang bermakna, baik yang ideal maupun pragmatis, sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
3.      Pendidikan harus memberikan arah yang terencana bagi kepentingan bersama peserta didik, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia dapat hidup sesuai dengan zamannya. Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok maupun masa depan yang selalu berubah. Perancangan pengajaran selalu mempersiapkan pembelajaran, resiko, kesuksesan atau kegagalan yang dihasilkan.[4]
Upaya peningkatan mutu pendidikan madrasah merupakan sebuah keniscayaan dan tuntutan mutlak seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era modernisasi dan globalisasi yang tidak bisa dihindarkan sekarang ini. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan strategi e-learning dapat dilakukan dengan mudah dalam proses pembelajaran sehari-hari melalui internet.[5] Selain itu, isi kurikulum harus mampu memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.[6]
Tidak dapat kita pungkiri pada saat ini banyak sekali kejadian amoral yang dilakukan oleh para siswa diakibatkan perkembangan zaman dan kemajuan tehnologi. diantaranya pergaulan bebas, perkelahian sesama pelajar, kebut-kebutan dijalan (balap liar), tidak menghormati orang tua dan guru, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain. Oleh karena itu Kementerian Agama berupaya untuk merubah pola pikir dan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik sehingga menciptakan pendidikan yang berkualitas.
Menggembirakan, karena keterlibatan masyarakat dalam peran penyelenggaraan pendidikan di madrasah begitu besar. Peran masyarakat ini, apabila dapat dikelola dan dikembangkan secara tepat merupakan kekuatan untuk bertahan diri dan tetap eksis di masyarakat. Apalagi dalam era desentralisasi pendidikan ini, kemandirian madrasah dengan school based management-nya merupakan pilar pokok penyelenggaraan pendidikan. Manajemen Berbaisis Sekolah (MBS) bermaksud ”mengembalikan” sekolah/madrasah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah/madrasah.[7] Tetapi juga merisaukan, karena kebanyakan mutu madrasah masih jauh dari kondisi ideal. Pada umunya madrasah kekurangan dalam fasilitas fisik, tenaga pendidik yang relevan, dan sarana prasarana pembelajaran. 
 Dalam serba keterbatasannya, madrasah dihadapkan pada era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Kemajuan iptek telah mendorong munculnya berbagai perubahan, bahkan transformasi kebudayaan manusia secara keseluruhan. Kemajuan iptek telah membawa kemudahan hidup, kebutuhan yang serba instan dan kehidupan yang mabuk teknologi. Dampak negatif yang dapat kita rasakan adalah munculnya demoralisasi budaya dan nilai-nilai spiritual. Madrasah memiliki peran yang sangat strategis dalam membendung efek negatif globalisasi dan melakukan rekontruksi moral. Bukannya madrasah menolak kemajuan iptek, hanya saja harus ada proses adaptif tanpa meninggalkan sikap kritis atas ekses dari proses modernisasi itu sendiri. Dengan mengintegrasikan antara iptek dan imtaq, maka kemajuan teknologi tersebut dapat diarahkan kepada kehidupan yang lebih Islami.
Madrasah mengemban visi memantapkan aqidah; pengembangan ilmu, amal dan akhlak; serta dibangun atas komitmen yang kokoh sesuai dengan ajaran Islam. Visi inilah yang menjadikan pendidikan di madrasah bernuansa berbeda dengan sekolah umum. Visi ini menjadi ciri khas madrasah yang harus diwujudkan dalam penyelenggaraan pendidikan dengan penciptaan suasana Islami yang kondusif.
Out put dari madrasah juga banyak yang belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang terkait dengan komponen-komponen yang ada di madrasah tersebut. Salah satu komponen yang berkontribusi atas kekurangmaksimalan hasil pendidikan madrasah tersebut adalah kurikulum. Untuk itu, perlu terus dikembangkan, sehingga kurikulum dapat memenuhi standar yang diharapkan oleh dunia pendidikan dan masyarakat.
Usaha-usaha untuk mengembangkan kurikulum merupakan upaya untuk memodernisasi kurikulum madrasah. Sehingga kurikulum madrasah dapat memenuhi tuntutan dunia pendidikan dan kebutuhan masyarakat. Upaya modernisasi kurikulum ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang berkomitmen untuk memajukan dunia pendidikan di madrasah. Peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama sangatlah urgen dalam menentukan kebijakan terkait dengan modernisasi kurikulum madrasah ini.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana peran dan kontribusi pemerintah dalam upaya modernisasi kurikulum madrasah?
2.      Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk memodernisasi kurikulum madrasah?
C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana peran dan kontribusi pemerintah dalam upaya modernisasi kurikulum madrasah;
2.      Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk memodernisasi kurikulum madrasah.
D.    Manfaat Pembahasan
Makalah ini berguna untuk para praktisi pendidikan dalam mengembangkan dan memodernisasi kurikulum, terutama kurikulum madrasah yang harus terus dikembangkan sehingga memenuhi tuntutan dunia pendidikan dan masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kurikulum Madrasah
Kehadiran pendidikan agama Islam patut disambut gembira, karena darinya diharapkan bangkitnya gerakan-gerakan pemikiran baru di bidang pendidikan agama Islam, sebagai upaya menggali pemikian-pemikiran alternatif serta memberikan kontribusi dalam mengantisipasi persolan pendidikan nasional, terutama dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia yang sedang dilanda krisis multidimensional. Oleh karena itu perlu adanya paradigma pengembangan kurikulum dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan agama Islam dewasa ini dan juga mengatasi masalah krisis yang melanda. Dewasa ini, termasuk Indonesia masih dilanda krisis global atau krisis multidimensional yang berkepanjangan terutama dalam ekonomi dan finansial. Jadi dalam hal ini kita membutuhkan tenaga-tenaga terampil dan profesional yang berkualitas tinggi dan jumlah yang memadai. Apalagi kemajuan teknologi dan informasi komunikasi, telah mendorong terciptanya suatu masyarakat terbuka di dalam berbagai kehidupan manusia, tidak hanya bidang ekonomi dan bisnis tapi juga bidang-bidang lainnya.
Di masa krisis ini baru kita sadar akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas disini bukan semata-mata ahli dalam bidang-bidang tertentu melainkan juga disertai dengan sikap dan perilaku yang profesional antara lain keahlian itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga bertanggungjawab untuk mengentaskan negara dari krisis. Yang lebih penting dari itu semua adalah moral dan perilaku dari sumber daya manusia itu sendiri.[8]
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, KTSP merupakan model pengelolaan kurikulum yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi setempat. Jadi dapat dikatakan bahwa mulai babak ini tidak ada kurikulum yang berlaku secara nasional, yang ada hanya SI dan SKL yang berlaku sebagai standar minimal.
Pada hakekatnya ada lima hal yang mendasar dalam KTSP, yaitu: Pertama, KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan, yakni agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan  pengembangan potensi peserta didik dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global. Kedua, Otonomi pendidikan telah dilimpahkan sepenuhnya ke unit terdepan yaitu madrasah dalam semangat Manajemen Berbasis Madrasah. Ketiga, KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi. Setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam menjabarkan SI dan SKL sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.  Keempat, KTSP memiliki relevansi dengan berbagai aspek kehidupan, sebagaimana tertuang dalam 7 prinsip-prinsip dasar pengembangan KTSP. Kelima, KTSP menghendaki peran serta masyarakat sekitar dalam Community Base School (CBS). KTSP mengembalikan madrasah pada masyarakat sebagai pemilik seharusnya. Masyarakat diberikan peran secara proporsional dalam ikut mengelola satuan pendidikan dan mengembangkan kurikulum yang akan digunakan.
B.     Modernisasi Kurikulum Madrasah
Pada era Orde Lama, ketentuan perundang-undangan yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional adalah pasal 31 UUD 1945 yang dijabarkan secara legal formal ke dalam : 1) Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Pengajaran No. 104/Bhg O, tanggal 1 Maret 1946 tentang pembentukan Panitian Penyelidik Pengajaran RI, di bawah Ki Hajar Dewantara; 2) Undang-undang No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan; 3) Undang-undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan di seluruh RI, bekas RIS; 4) Keputusan Presiden No. 145 Tahun 1965 tentang Perumusan Tujuan Pendidikan sesuai dengan Manipol-USDEK; 5) Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan; dan 6) Undang-undang No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.[9]
Saat orde baru kurikulum mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama terjadi dengan dikeluarkannya kurikulum 1968 yang didasari oleh adanya tuntutan untuk mengadakan perubahan secara radikal pemerintahan orde lama dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Perubahan kedua terjadi dengan diterbitkannya kurikulum tahun 1975 (disempurnakan dengan kurikulum 1976 dan 1977). Perubahan ketiga terjadi dengan diberlakuannya kurikulum tahun 1984. Dan Perubahan keempat terjadi Ketika di negara kita diberlakukan Undang-undang Sistem pendidikan Nasional (UUSPN) pada tahun 1989 beserta seperangkat peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan UUSPN tersebut, menyebabkan perlunya pembuatan atau penyusunan kurikulum yang sesuai dengan rumusan pasal-pasal yang tercantum dalam UUSPN dan peraturan pemerintahnya. Maka pada Tahun 1994 di negara kita diberlakukan kurikulum baru sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1994 disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan IPTEK serta kesenian yang menekankan keterampilan dasar baca-tulis-hitung.[10] Karena belajar paling baik apabila konsep itu berada pada zona perkembangan peserta didik.[11]
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sifat antisipatori,  bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Seiring  dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim orde baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntutan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Agar kurikulum yang digunakan di sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, Negara dan maupun pemerintah, maka kurikulum madrasah harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Republik ini. Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa selalu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa Bangsa dimasa mendatang, sebab kurikulum madrasah selalu dihadapkan pada perubahan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau kurikulum madrasah harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak, pendidikan madrasah akan ketinggalan. Tuntutan pembaruan kurikulum madrasah menjadi suatu keharusan dan “pembaruan” kurikulum madrasah selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep,  proses, fungsi, tujuan, menajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.[12]
Mencermati konsep pembaruan kurikulum di atas, maka pembaruan kurikulum merupakan suatu usaha atau proses multidimensional yang kompleks, dan tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi terutama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru dan selalu berorientasi pada perubahan masyarakat. Upaya pembaruan pendidikan tidak akan ada ujung akhir sampai kapanpun.[13] Apabila mencermati keadaan pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah banyak di lakukan pembaruan, dan tujuan pembaruan itu pada akhirnya ialah untuk menjaga agar produk pendidikan kita tetap relevan dengan kebutuhan dunia kerja atau persyaratan bagi pendidikan lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya. Patut diakui bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia secara kuantitatif mengalami kemajuan, tetapi pemberdayaan masyarakat secara luas sebagai cermin dari kemajuan itu belum tercapai.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan, yakni agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan  pengembangan potensi peserta didik dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global. Otonomi pendidikan telah dilimpahkan sepenuhnya ke unit terdepan yaitu madrasah dalam semangat Manajemen Berbasis Madrasah. KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi. Setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam menjabarkan SI dan SKL sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.  KTSP memiliki relevansi dengan berbagai aspek kehidupan, sebagaimana tertuang dalam 7 prinsip-prinsip dasar pengembangan KTSP. KTSP menghendaki peran serta masyarakat sekitar dalam Community Base School (CBS). KTSP mengembalikan madrasah pada masyarakat sebagai pemilik seharusnya. Masyarakat diberikan peran secara proporsional dalam ikut mengelola satuan pendidikan dan mengembangkan kurikulum yang akan digunakan.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sifat antisipatori,  bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Kurikulum madrasah harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak, pendidikan madrasah akan ketinggalan. Tuntutan pembaruan kurikulum madrasah menjadi suatu keharusan dan “pembaruan” kurikulum madrasah selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep,  proses, fungsi, tujuan, menajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.
Mencermati konsep pembaruan kurikulum di atas, maka pembaruan kurikulum merupakan suatu usaha atau proses multidimensional yang kompleks, dan tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi terutama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru dan selalu berorientasi pada perubahan masyarakat.
B.     Saran-saran
1.      Pemerintah sebagai penghasil produk kebijakan kaitannya dengan kurikulum, seyogyanya dapat secara bijaksana memperhatikan aspek-aspek urgen dalam pengembangan kurikulum sekolah/madrasah;
2.      Sebagai pelaksana kurikulum, pihak sekolah seyogyanya dapat secara efektif dan efisien menyelenggarakan proses pendidikan dalam rangka mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya;
3.      Masyarakat sebagai pihak yang terkait dengan kebutuhan pendidikan. Seyogyanya dapat berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum dan pelaksanaanya.



DAFTAR PUSTAKA

Asep Herry Hernawan, dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran,Cetakan 11. Jakarta : Universitas Terbuka.
DePorter, Bobbi, dkk. 2010. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Cetakan II. Bandung : Kaifa.
Farid Samsu Hananto dan Ahmad Abtokhi. 2004. "UIN: Menyelaraskan Perkembangan Iptek dengan Imtaq", dalam Zainuddin (Eds.) Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Masa depan. Malang :  Bayumedia Publishing bekerja sama dengan PTAI Malang.
Hamzah B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Edisi I, Cetakan 1. Jakarta : Bumi Aksara.
Hasan Basri. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1. Bandung : Pustaka Setia.
Hujair AH Sanaky. 2003. Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
IG.A.K. Wardani, dkk. 2009. Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan 3. Jakarta : Universitas Terbuka.
Ihat Hatimah. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Cetakan 4. Jakarta : Universitas Terbuka.
Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cetakan I. Bandung : Aflabeta.
Rahmat Raharjo. 2010. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Cetakan 1. Yogyakarta : Magnum Pustaka.
Rahmat Raharjo. 2012. Pengembangan & Inovasi Kurikulum, Cetakan I. Yogyakarta : Baituna Publishing.


[1] Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 128.
[2] Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Edisi I, Cetakan 1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hal. 86.
[3] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Cetakan 1, (Yogyakarta : Magnum Pustaka, 2010), hal. 101.
[4] Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Cetakan II, (Bandung : Kaifa, 2010), hal. 125.
[5] Dr. Munir, M.IT, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cetakan I, (Bandung : Aflabeta, 2008), hal. 85.
[6] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag, Pengembangan & Inovasi Kurikulum , Cetakan I, (Yogyakarta : Baituna Publishing, 2012), hal. 46.
[7] Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd, Op. Cit.,  hal. 84.
[8] Farid Samsu Hananto dan Ahmad Abtokhi, "UIN: Menyelaraskan Perkembangan Iptek dengan Imtaq", dalam Zainuddin (Eds.) Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Masa depan, (Malang :  Bayumedia Publishing bekerja sama dengan PTAI Malang, 2004), 
hal. 87 – 88.

[9] IG.A.K. Wardani, dkk, Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan 3, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), hal. 3.5.
[10] Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran,Cetakan 11, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008),  hal. 4.21.
[11] Dra. Ihat Hatimah, M.Pd, Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Cetakan 4, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal. 1.24.
[12] Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hal. 5
[13] Ibid., hal. 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda