BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Secara
filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam
upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang
disepakati.[1]
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Otonomi dalam
pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-kelompok
terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Otonomi sekolah
juga berperan dalam menampung konsensus umum tentang pemberdayaan sekolah.
Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping
menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat
ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan
untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif.[2]
Keterlibatan
kepala sekolah, guru dan komite sekolah dalam pengambilan keputusan-keputusan
sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolahnya
yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada
se-efisien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal, termasuk dalam hal
kurikulum. Pengembangan kurikulum di sekolah/madrasah menuntut krestivitas
pihak-pihak terkait dengan sekolah/madrasah, sehingga dapat disesuaikan dengan
kondisi peserta didik, sekolah dan sosial budaya masyarakat di sekitar sekolah,
dan memungkinkan untuk memasukan muatan lokal sesuai kebutuhan masyarakat.[3]
Sekolah juga harus mampu mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi,
keinginan staf yang berbeda, kondisi lingkungan yang beragam, harapan
masyarakat yang menyekolahkan anaknya pada sekolah agar kelak bisa mandiri,
serta tuntutan dunia kerja untuk memperoleh tenaga kerja yang produktif,
potensial, dan berkualitas.
Pendidikan adalah salah satu wujud kebudayaan manusia yang
selalu tumbuh dan berkembang, tetapi ada kalanya mengalami penurunan kualitas
sehingga hancur perlahan-lahan seiring dengan perkembangan zaman. Kurikulum
disusun untuk mengemban misi agar dapat turut mendukung perkembangan kebudayaan
pada arah yang positif. Karena itu, kurikulum harus memperhatikan beberapa hal
mendasar sebagai berikut :
1.
Pendidikan harus
menanamkan tata nilai yang kuat dan jelas sebagai landasan pembentukan watak
dan perkembangan kehidupan manusia;
2.
Pendidikan harus
memberikan sesuatu yang bermakna, baik yang ideal maupun pragmatis, sesuai
dengan kebutuhan peserta didik;
3.
Pendidikan harus
memberikan arah yang terencana bagi kepentingan bersama peserta didik,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat
mendidik manusia dapat hidup sesuai dengan zamannya. Pendidikan harus dilihat
sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan guna
menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok maupun masa depan yang
selalu berubah. Perancangan pengajaran selalu mempersiapkan pembelajaran,
resiko, kesuksesan atau kegagalan yang dihasilkan.[4]
Upaya peningkatan mutu
pendidikan madrasah merupakan sebuah keniscayaan dan tuntutan mutlak seiring
dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era
modernisasi dan globalisasi yang tidak bisa dihindarkan sekarang ini. Penerapan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan strategi e-learning dapat dilakukan dengan mudah
dalam proses pembelajaran sehari-hari melalui internet.[5]
Selain itu, isi kurikulum harus mampu memberikan pengalaman belajar peserta
didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.[6]
Tidak dapat kita
pungkiri pada saat ini banyak sekali kejadian amoral yang dilakukan oleh para
siswa diakibatkan perkembangan zaman dan kemajuan tehnologi. diantaranya
pergaulan bebas, perkelahian sesama pelajar, kebut-kebutan dijalan (balap
liar), tidak menghormati orang tua dan guru, penyalahgunaan narkoba, dan
lain-lain. Oleh karena itu Kementerian Agama berupaya untuk merubah pola pikir
dan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik sehingga menciptakan pendidikan
yang berkualitas.
Menggembirakan, karena
keterlibatan masyarakat dalam peran penyelenggaraan pendidikan di madrasah
begitu besar. Peran masyarakat ini, apabila dapat dikelola dan
dikembangkan secara tepat merupakan kekuatan untuk bertahan diri dan tetap
eksis di masyarakat. Apalagi dalam era desentralisasi pendidikan ini,
kemandirian madrasah dengan school based management-nya merupakan pilar
pokok penyelenggaraan pendidikan. Manajemen Berbaisis Sekolah (MBS) bermaksud
”mengembalikan” sekolah/madrasah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat, yang
diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan
yang diselenggarakan di sekolah/madrasah.[7]
Tetapi juga merisaukan, karena kebanyakan mutu madrasah masih jauh dari kondisi
ideal. Pada umunya madrasah kekurangan dalam fasilitas fisik, tenaga pendidik
yang relevan, dan sarana prasarana pembelajaran.
Dalam serba keterbatasannya,
madrasah dihadapkan pada era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi.
Kemajuan iptek telah mendorong munculnya berbagai perubahan, bahkan
transformasi kebudayaan manusia secara keseluruhan. Kemajuan iptek telah
membawa kemudahan hidup, kebutuhan yang serba instan dan kehidupan yang mabuk
teknologi. Dampak negatif yang dapat kita rasakan adalah munculnya demoralisasi
budaya dan nilai-nilai spiritual. Madrasah memiliki peran yang sangat strategis
dalam membendung efek negatif globalisasi dan melakukan rekontruksi moral.
Bukannya madrasah menolak kemajuan iptek, hanya saja harus ada proses adaptif
tanpa meninggalkan sikap kritis atas ekses dari proses modernisasi itu sendiri.
Dengan mengintegrasikan antara iptek dan imtaq, maka kemajuan teknologi
tersebut dapat diarahkan kepada kehidupan yang lebih Islami.
Madrasah mengemban visi memantapkan aqidah; pengembangan ilmu, amal dan akhlak;
serta dibangun atas komitmen yang kokoh sesuai dengan ajaran Islam. Visi inilah
yang menjadikan pendidikan di madrasah bernuansa berbeda dengan sekolah umum.
Visi ini menjadi ciri khas madrasah yang harus diwujudkan dalam penyelenggaraan
pendidikan dengan penciptaan suasana Islami yang kondusif.
Out
put dari madrasah juga banyak yang belum
memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor yang terkait dengan komponen-komponen yang ada di madrasah tersebut.
Salah satu komponen yang berkontribusi atas kekurangmaksimalan hasil pendidikan
madrasah tersebut adalah kurikulum. Untuk itu, perlu terus dikembangkan,
sehingga kurikulum dapat memenuhi standar yang diharapkan oleh dunia pendidikan
dan masyarakat.
Usaha-usaha untuk
mengembangkan kurikulum merupakan upaya untuk memodernisasi kurikulum madrasah.
Sehingga kurikulum madrasah dapat memenuhi tuntutan dunia pendidikan dan
kebutuhan masyarakat. Upaya modernisasi kurikulum ini tidak terlepas dari peran
berbagai pihak yang berkomitmen untuk memajukan dunia pendidikan di madrasah.
Peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama sangatlah urgen dalam
menentukan kebijakan terkait dengan modernisasi kurikulum madrasah ini.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana peran dan
kontribusi pemerintah dalam upaya modernisasi kurikulum madrasah?
2.
Upaya-upaya apa yang
dapat dilakukan untuk memodernisasi kurikulum madrasah?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan perumusan
masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui
bagaimana peran dan kontribusi pemerintah dalam upaya modernisasi kurikulum
madrasah;
2.
Untuk mengetahui
upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk memodernisasi kurikulum madrasah.
D.
Manfaat
Pembahasan
Makalah ini berguna
untuk para praktisi pendidikan dalam mengembangkan dan memodernisasi kurikulum,
terutama kurikulum madrasah yang harus terus dikembangkan sehingga memenuhi
tuntutan dunia pendidikan dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kurikulum
Madrasah
Kehadiran
pendidikan agama Islam patut disambut gembira, karena darinya diharapkan
bangkitnya gerakan-gerakan pemikiran baru di bidang pendidikan agama Islam,
sebagai upaya menggali pemikian-pemikiran alternatif serta memberikan kontribusi
dalam mengantisipasi persolan pendidikan nasional, terutama dalam konteks
pembangunan bangsa Indonesia yang sedang dilanda krisis multidimensional. Oleh
karena itu perlu adanya paradigma pengembangan kurikulum dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan agama Islam dewasa ini dan juga mengatasi
masalah krisis yang melanda. Dewasa ini, termasuk Indonesia masih dilanda
krisis global atau krisis multidimensional yang berkepanjangan terutama dalam
ekonomi dan finansial. Jadi dalam hal ini kita membutuhkan tenaga-tenaga
terampil dan profesional yang berkualitas tinggi dan jumlah yang memadai.
Apalagi kemajuan teknologi dan informasi komunikasi, telah mendorong
terciptanya suatu masyarakat terbuka di dalam berbagai kehidupan manusia, tidak
hanya bidang ekonomi dan bisnis tapi juga bidang-bidang lainnya.
Di masa krisis
ini baru kita sadar akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas.
Kualitas disini bukan semata-mata ahli dalam bidang-bidang tertentu melainkan
juga disertai dengan sikap dan perilaku yang profesional antara lain keahlian
itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga bertanggungjawab untuk
mengentaskan negara dari krisis. Yang lebih penting dari itu semua adalah moral
dan perilaku dari sumber daya manusia itu sendiri.[8]
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya,
KTSP merupakan model
pengelolaan kurikulum yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan
pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi setempat. Jadi dapat dikatakan
bahwa mulai babak ini tidak ada kurikulum yang berlaku secara nasional, yang
ada hanya SI dan SKL yang berlaku sebagai standar minimal.
Pada hakekatnya ada lima hal yang mendasar dalam KTSP, yaitu: Pertama, KTSP
merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang
pendidikan, yakni agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik dengan
mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global. Kedua, Otonomi
pendidikan telah dilimpahkan sepenuhnya ke unit terdepan yaitu madrasah dalam
semangat Manajemen Berbasis Madrasah. Ketiga, KTSP dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi. Setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam
menjabarkan SI dan SKL sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Keempat, KTSP memiliki relevansi
dengan berbagai aspek kehidupan, sebagaimana tertuang dalam 7 prinsip-prinsip
dasar pengembangan KTSP. Kelima, KTSP menghendaki peran serta masyarakat
sekitar dalam Community Base School (CBS). KTSP mengembalikan madrasah
pada masyarakat sebagai pemilik seharusnya. Masyarakat diberikan peran secara
proporsional dalam ikut mengelola satuan pendidikan dan mengembangkan kurikulum
yang akan digunakan.
B.
Modernisasi
Kurikulum Madrasah
Pada era Orde Lama, ketentuan perundang-undangan yang
mengatur Sistem Pendidikan Nasional adalah pasal 31 UUD 1945 yang dijabarkan
secara legal formal ke dalam : 1) Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Pengajaran No. 104/Bhg O, tanggal 1 Maret 1946 tentang pembentukan Panitian
Penyelidik Pengajaran RI, di bawah Ki Hajar Dewantara; 2) Undang-undang No. 4
Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan; 3)
Undang-undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan di seluruh RI, bekas RIS; 4) Keputusan Presiden No. 145 Tahun 1965
tentang Perumusan Tujuan Pendidikan sesuai dengan Manipol-USDEK; 5) Ketetapan
MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan; dan 6)
Undang-undang No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.[9]
Saat orde baru kurikulum mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan pertama terjadi dengan dikeluarkannya kurikulum 1968 yang didasari
oleh adanya tuntutan untuk mengadakan perubahan secara radikal pemerintahan
orde lama dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Perubahan kedua
terjadi dengan diterbitkannya kurikulum tahun 1975 (disempurnakan dengan
kurikulum 1976 dan 1977). Perubahan ketiga terjadi dengan diberlakuannya
kurikulum tahun 1984. Dan Perubahan keempat terjadi Ketika di negara kita diberlakukan
Undang-undang Sistem pendidikan Nasional (UUSPN) pada tahun 1989 beserta
seperangkat peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan UUSPN
tersebut, menyebabkan perlunya pembuatan atau penyusunan kurikulum yang sesuai
dengan rumusan pasal-pasal yang tercantum dalam UUSPN dan peraturan
pemerintahnya. Maka pada Tahun 1994 di negara kita diberlakukan kurikulum baru
sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993
tanggal 25 Februari 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1994 disusun dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan IPTEK serta kesenian yang menekankan
keterampilan dasar baca-tulis-hitung.[10]
Karena belajar paling baik apabila konsep itu berada pada zona perkembangan
peserta didik.[11]
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan
memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai
dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa apabila kurikulum itu dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya
harus memiliki sifat antisipatori, bukan hanya sebagai reportorial. Hal
ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan
datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan
bergantinya rezim orde baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang
Dasar 1945 menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi
sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang
perlu menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntutan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
Agar kurikulum yang digunakan di sekolah sesuai dengan
standar nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang
standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen
Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama
No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
Mengingat
pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, Negara dan maupun
pemerintah, maka kurikulum madrasah harus selalu ditumbuhkembangkan secara
sistematis oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Republik ini.
Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu
bangsa selalu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa Bangsa
dimasa mendatang, sebab kurikulum madrasah selalu dihadapkan pada perubahan
masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau kurikulum madrasah harus didesain
mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak, pendidikan madrasah akan
ketinggalan. Tuntutan pembaruan kurikulum madrasah menjadi suatu keharusan dan “pembaruan”
kurikulum madrasah selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat, baik pada konsep, proses,
fungsi, tujuan, menajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola
pendidikan.[12]
Mencermati
konsep pembaruan kurikulum di atas, maka pembaruan kurikulum merupakan suatu
usaha atau proses multidimensional yang kompleks, dan tidak hanya bertujuan
untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi terutama
merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan
yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru dan selalu berorientasi pada
perubahan masyarakat. Upaya pembaruan pendidikan tidak akan ada ujung akhir sampai
kapanpun.[13]
Apabila mencermati keadaan pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah banyak di
lakukan pembaruan, dan tujuan pembaruan itu pada akhirnya ialah untuk menjaga agar produk pendidikan kita tetap
relevan dengan kebutuhan dunia kerja atau persyaratan bagi pendidikan lanjut
pada jenjang pendidikan berikutnya. Patut diakui bahwa perkembangan pendidikan
di Indonesia secara kuantitatif mengalami kemajuan, tetapi pemberdayaan
masyarakat secara luas sebagai cermin dari kemajuan itu belum tercapai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di
bidang pendidikan, yakni agar kurikulum benar-benar sesuai dengan
kebutuhan pengembangan potensi peserta
didik dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global.
Otonomi pendidikan telah dilimpahkan sepenuhnya ke unit terdepan yaitu
madrasah dalam semangat Manajemen Berbasis Madrasah. KTSP dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi. Setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam
menjabarkan SI dan SKL sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. KTSP memiliki relevansi dengan berbagai aspek
kehidupan, sebagaimana tertuang dalam 7 prinsip-prinsip dasar pengembangan KTSP.
KTSP menghendaki peran serta masyarakat sekitar dalam Community Base School
(CBS). KTSP mengembalikan madrasah pada masyarakat sebagai pemilik seharusnya.
Masyarakat diberikan peran secara proporsional dalam ikut mengelola satuan
pendidikan dan mengembangkan kurikulum yang akan digunakan.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan
memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai
dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Apabila kurikulum itu
dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam
kedudukannya harus memiliki sifat antisipatori, bukan hanya sebagai
reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di
masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Kurikulum
madrasah harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak,
pendidikan madrasah akan ketinggalan. Tuntutan pembaruan kurikulum madrasah
menjadi suatu keharusan dan “pembaruan” kurikulum madrasah selalu mengikuti
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, proses, fungsi, tujuan, menajemen
lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.
Mencermati konsep
pembaruan kurikulum di atas, maka pembaruan kurikulum merupakan suatu usaha
atau proses multidimensional yang kompleks, dan tidak hanya bertujuan untuk
menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi terutama merupakan
suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan yang
berorientasi pada rumusan tujuan yang baru dan selalu berorientasi pada
perubahan masyarakat.
B.
Saran-saran
1.
Pemerintah sebagai
penghasil produk kebijakan kaitannya dengan kurikulum, seyogyanya dapat secara
bijaksana memperhatikan aspek-aspek urgen dalam pengembangan kurikulum
sekolah/madrasah;
2.
Sebagai pelaksana
kurikulum, pihak sekolah seyogyanya dapat secara efektif dan efisien
menyelenggarakan proses pendidikan dalam rangka mencapai tujuan kurikulum yang
telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya;
3.
Masyarakat sebagai
pihak yang terkait dengan kebutuhan pendidikan. Seyogyanya dapat berpartisipasi
aktif dalam pengembangan kurikulum dan pelaksanaanya.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Herry Hernawan, dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran,Cetakan
11. Jakarta : Universitas Terbuka.
DePorter, Bobbi, dkk. 2010. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-ruang Kelas, Cetakan II. Bandung : Kaifa.
Farid Samsu Hananto dan Ahmad
Abtokhi. 2004. "UIN: Menyelaraskan
Perkembangan Iptek dengan Imtaq", dalam Zainuddin (Eds.) Memadu
Sains dan Agama Menuju Universitas Masa depan. Malang : Bayumedia Publishing bekerja sama dengan PTAI
Malang.
Hamzah B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia, Edisi I, Cetakan 1. Jakarta : Bumi
Aksara.
Hasan Basri. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1. Bandung
: Pustaka Setia.
Hujair AH Sanaky. 2003. Paradigma
Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria
Insania Press.
IG.A.K. Wardani, dkk. 2009. Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan
3. Jakarta : Universitas Terbuka.
Ihat Hatimah. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan,
Cetakan 4. Jakarta : Universitas Terbuka.
Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cetakan I. Bandung
: Aflabeta.
Rahmat Raharjo. 2010. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam :
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Cetakan 1. Yogyakarta : Magnum Pustaka.
Rahmat Raharjo. 2012. Pengembangan & Inovasi Kurikulum,
Cetakan I. Yogyakarta : Baituna Publishing.
[1] Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1, (Bandung
: Pustaka Setia, 2009), hal. 128.
[2] Prof. Dr. H. Hamzah B.
Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan,
Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Edisi I, Cetakan 1, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2007), hal. 86.
[3] Dr. H. Rahmat Raharjo,
M.Ag, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama
Islam : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Cetakan 1, (Yogyakarta :
Magnum Pustaka, 2010), hal. 101.
[4] Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-ruang Kelas, Cetakan II, (Bandung : Kaifa, 2010), hal.
125.
[5] Dr. Munir, M.IT, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi, Cetakan I, (Bandung : Aflabeta, 2008), hal. 85.
[6] Dr. H. Rahmat Raharjo,
M.Ag, Pengembangan & Inovasi
Kurikulum , Cetakan I, (Yogyakarta : Baituna Publishing, 2012), hal. 46.
[8] Farid Samsu Hananto dan Ahmad Abtokhi, "UIN: Menyelaraskan Perkembangan Iptek dengan
Imtaq", dalam Zainuddin (Eds.) Memadu Sains dan Agama Menuju
Universitas Masa depan, (Malang : Bayumedia Publishing bekerja sama dengan PTAI
Malang, 2004),
hal. 87 – 88.
[9] IG.A.K. Wardani, dkk, Perspektif Pendidikan SD, Edisi I, Cetakan
3, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), hal. 3.5.
[10] Drs. Asep Herry Hernawan,
M.Pd, dkk, Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran,Cetakan 11, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal.
4.21.
[11] Dra. Ihat Hatimah, M.Pd, Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan,
Cetakan 4, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal. 1.24.
[12] Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam Membangun
Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hal.
5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda