Sabtu, 29 Juni 2013

Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang dalam pembangunan membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang dapat diandalkan. Salah satu usaha menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang dapat diandalkan adalah melalui pendidikan. Sekolah sebagai salah satu pendidikan formal memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui proses belajar mengajar.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia. Sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas[1], telah digariskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dari mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Salah satu indikasi pencapaian proses pendidikan tersebut adalah terwujudnya hasil belajar siswa yang memuaskan. Pendidikan dapat dikatakan berhasil apabila tercapai hasil belajar yang baik atau siswa mendapatkan nilai diatas rata-rata. Namun, peserta didik akan menemui hal-hal yang akan mendukung maupun menghambat mereka dalam mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Perbedaan hasil belajar bagi siswa disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain kematangan akibat kemajuan, umur kronologis, latar belakang pribadi, sikap dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran atau jenis mata pelajaran yang diberikan. Pada proses pencapaian hasil belajar yang baik, diperlukan juga suatu latihan dan ulangan terhadap suatu pelajaran tertentu. Hal ini disebabkan karena seringnya siswa berlatih akan menjadikan ia semakin menguasai pelajaran tertentu.
Melalui usaha pendidikan diharapkan kualitas generasi muda yang cerdas, kreatif, dan mandiri dapat terwujud. Namun kenyataannya siswa sekarang ini berkembang lambat. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan yang senantiasa bergantung pendidik. Akibatnya siswa kurang bersemangat untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Siswa kurang memiliki tingkah laku yang kritis bahkan cara berfikir untuk mengeluarkan ide-ide yang sifatnya inovatif pun terkesan lambat.
Faktor pengukuran dan penilaian memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Pengukuran dan penilaian, baik penilaian proses, formatif, maupun sumatif, merupakan prosedur logis yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, penilaian merupakan tindak lanjut dari suatu proses untuk dapat diketahui seberapa besar tujuan dapat dicapai. Bila suatu penilaian tergelincir menjadi tujuan yang ingin dicapai, saat itu pula akan mulai terjadi penyederhanaan proses pembelajaran, yaitu diorientasikan pada bagaimana penilaian akan dilakukan. Seperti yang dikatakan Dantes, bahwa saat ini pengukuran dan penilaian prestasi siswa sebagian besar bertumpu pada aspek kognitif saja, di semua jenjang, dari penilaian di kelas sampai ke penilaian tingkat nasional.[2] Di samping itu, tes yang digunakan  bertumpu pada satu jenis soal (tes objektif). Ini terbukti berakibat sangat fatal, yaitu guru dalam mengelola pembelajaran hanya berorientasi pada bagaimana prestasi siswanya akan dinilai nanti, sehingga guru tidak merasa perlu untuk mengikuti berbagai inovasi pembelajaran dan lebih baik mengajak siswanya berlatih menjawab berbagai bentuk soal.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan penilaian hasil belajar?
2.      Bagaimana penilaian hasil belajar tersebut diimplementasikan?
C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian penilaian hasil belajar; dan
2.      Untuk mengetahui implementasi dari penilaian hasil belajar.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penilaian
Tes, pengukuran dan penilaian merupakan tiga aspek yang saling berhubungan dalam kegiatan pembelajaran. Tes merupakan alat ukur, pengukuran merupakan proses pemberian angka yang bersifat kuantitatif dan penilaian merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat kualitatif berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran dalam bidang pendidikan sangatlah kompleks. Kemampuan dalam pengukuran ini dibutuhkan keahlian tersendiri. Oleh sebab itu, kemampuan dalam membuat tes dan melakukan pengukuran dan penilaian merupakan kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh guru.
Tes merupakan cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Untuk dapat menentukan nilai, diperlukan adanya ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar. Untuk menentukan bahwa suatu sistem itu baik atau kurang baik, perlu ada ketentuan tentang bagaimana yang baik tersebut, dan ketentuan inilah yang disebut kriteria.[3] Pencapaian hasil belajar siswa yang rendah tidak selalu menunjukkan kompetensi siswa yang rendah atau pembelajaran yang kurang bermakna. Pencapaian tersebut mungkin disebabkan oleh kualitas instrumen hasil belajar yang kurang memadai. Untuk meningkatkan kualitas instrumen hasil belajar dalam bentuk tes dapat dilakukan dengan cara analisis soal. Di samping itu hasil analisis juga dapat memberikan informasi untuk perbaikan pembelajaran jika ada masalah dalam pembelajaran. Analisis butir soal menghasilkan soal yang siap direvisi. Soal hasil revisi selanjutnya bisa dihimpun dalam bank soal.
Pengembangan bank soal akan mempermudah guru atau sekolah dalam menyediakan soal yang sudah diketahui kualitasnya dalam aspek spesifikasi dan karakteristiknya. Tes adalah satu atau seperangkat pertanyaan yang direncanakan untuk memperoleh informasi akurat tentang hasil belajar. Pertanyaan tersebut harus mempunyai jawaban yang benar. Tes dapat berupa tes formatif yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah siswa sudah atau belum memahami materi yang diajarkan oleh guru. Tes juga dapat berupa tes sumatif yang merupakan tes hasil belajar dalam suatu periode waktu tertentu sesuai kebutuhan (ujian akhir semester, ujian kenaikan kelas, dan sebagainya).
Kedudukan evaluasi dalam proses belajar mengajar sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Demikian juga, agar proses evaluasi itu berfungsi dengan semestinya dan sesuai tujuan, maka alat evaluasi itu sendiri harus baik. Hal ini seringkali dilupakan oleh para praktisi pendidikan di lapangan, mereka hanya berhenti pada pelaporan hasil evaluasi tanpa merasa perlu untuk mengetahui seberapa baik alat evaluasi yang telah mereka gunakan. Alat evaluasi yang dimaksud adalah tes hasil belajar yang berisi butir-butir soal (item soal).
Pengukuran juga berarti suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar‑kecilnya gejala   suatu kegiatan atau proses utk menetapkan dengan pasti, misalnya luas, dimensi dan kuantitas dari sesuatu dgn cara membandingkan terhadap  ukuran tertentu.  Sedangkan penilaian merupakan suatu tindakan untuk  memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran, dengan  menggunakan norma tertentu  untuk  mengetahui tinggi‑rendahnya atau baik‑burukmya aspek tertentu.
Ada dua macam norma yaitu 1) norma abstrak; dan 2) norma konkrit : ada dua, yaitu a) norma ideal; dan b) norma kelompok atau rerata. Kaitannya dengan  strategi dan proses belajar mengajar, biasanya norma yang  dipergunakan adalah : 1) penilaian acuan norma (norm reference evaluation); dan 2) penilaian acuan patokan (criterion reference evaluation).
Secara umum orang hanya mengidentikkan kegiatan evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur sudah termasuk didalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Berikut ini akan dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan
:
1.      Richard H. Lindeman (1967) merumuskan pengukuran sebagai “the assignment of one or a set each of a set of persons or objects according to certain established rules
2.      Norman E. Gronlund (1971)  secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai “measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”.
3.      Georgia S. Adams (1964) merumuskan pengukuran sebagai “nothing more than careful observations of actual performance under standar conditions”.
4.      Victor H. Noll (1957) mengemukakan dua karakteristik utama pengukuran, yaitu “quantitativaness” dan “constancy of units”. Atas dasar dua karakteristik ini ia menyatakan “since measurement is a quantitative process, is results of measurement are always expessed in numbers.
5.      William A. Mehrens dan Irlin J. Lehmann (1973) mendefinisikan : pengukuran sebagai berikut : “Using observations, rating scales. Or any other device that allows us to obtain information in a quantitative form is measurement

Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.

B.     Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Sudjana (2000) merupakan suatu kompetensi atau kecakapan yang dapat dicapai oleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang/dilaksanakan oleh guru di sekolah dan kelas tertentu. Selain itu Sudjana (2000 : 39-40) juga mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu : 1) faktor intern, dan 2) faktor ekstern. Faktor intern meliputi : motivasi belajar, minat dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran tersebut, sikap dan kebiasaan dalam belajar, ketekunan belajar, keadaan sosial ekonomi orang tua, faktor fisik dan faktor psikis siswa.Sedangkan faktor ekstern mencakup aspek kualitas pembelajaran yang meliputi faktor kemam-puan guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan dengan jalan mengaktifkan semua aspek indera pada diri manusia. Menurut Wiriaatmadja (1983 : 99), seseorang yang sedang belajar memperoleh hasil belajarnya sebagai berikut : melalui indera pengecap sebesar 1%, indera peraba sebesar 1,5%, indera penciuman sebesar 3,5%, indera pendengaran sebesar 11% dan indera penglihatan sebesar 83%.
   Dari ketiga pendapat di atas, ternyata untuk meningkatkan hasil belajar,  perlu mengaktifkan semua aspek indera pada diri manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam individu maupun faktor dari luar individu yang sengaja dirancang untuk meningkatkan hasil belajar.
Setiap orang yang melakukan kegiatan tentu akan memperoleh hasil. Demikian dengan kegiatan belajar di sekolah, tentu akan memperoleh hasil yang berupa hasil belajar. Belajar sebagai suatu proses akan menghasilkan permasalahan yang berupa pengetahuan sikap atau nilai dan keterampilan. Adanya perubahan itu tampak dalam hasil belajar yang dihasilkannya. Menurut KBBI hasil adalah sesuatu yang telah dicapai. Hasil belajar adalah penguasaan, pengetahuan atau keterampilan yang di kembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai test yang diberikan guru. Hasil belajar mempunyai beberapa fungsi, menurut Arifin (2000 : 84)   fungsi belajar[4] sebagai berikut :
1.      indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik;
2.      suatu usaha penguasaan hasrat ingin tahu;
3.      bahan informasi dan inovasi pendidikan;
4.      indikator intern dan ekstern dari institusi penelitian;
5.      indikator daya serap.
Hasil belajar secara menyeluruh harus mencerminkan tujuan pendidikan. Benjamin S. Bloom dalam Sudjana (2005 : 49) berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak dicapai dapat digolongkan menjadi tiga bidang atau ranah, yakni 1) bidang kognitif, 2) bidang efektif dan, 3) bidang psikomotor. Agar belajar dapat berhasil, perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (2006 : 39), bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa itu sendiri atau dari faktor lingkungan.
C.    Penilaian Hasil Belajar
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
2.      objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
3.      adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender;
4.      terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5.      terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
6.      menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;
7.      sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;
8.      beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
9.      akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Menurut Sumadi Suryabrata fungsi evaluasi hasil belajar ada tiga golongan yaitu : 1) fungsi psikologis; 2) fungsi didaktis; dan 3) fungsi administratif. Fungsi psikologis antara lain : a) bagi siswa : memperoleh kepastian tentang status di kelasnya; b) bagi guru : merupakan pertanggungjawaban seberapa jauh usaha mengajarnya dikuasai para siswa. Fungsi didaktis antara lain : a) bagi siswa : keberhasilan maupun kegagalan belajar akan berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya; b) bagi guru : untuk menilai keberhasilan mengajar termasuk metode mengajar yg dipergunakan. Fungsi administratif antara lain : a) inti laporan kepada orang tua siswa, pejabat, guru dan  siswa; b) data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah sekolah, maupun untuk melamar  pekerjaan; c) menentukan  status anak dalam  kelasnya; dan d) memberikan ikhtiar mengenai segala hasil usaha yang telah  dilakukan oleh lembaga pendidikan.
Wuradji juga mengemukakan fungsi evaluasi ke dalam tiga golongan yaitu : 1) untuk  kepentingan murid, antara lain : a) untuk  mengetahui kemajuan belajar; b) dapat dipergunakan sebagai dorongan (motivasi) belajar; c) untuk memberikan pengalaman dalam belajar; 2) untuk kepentingan pendidik, antara lain : a) menyeleksi murid - meramal keberhasilan studi berikutnya; b) mengetahui penyebab kesulitan belajar murid - memberi program remidi; c) untuk pedoman mengajar; d) untuk mengetahui ketepatan metode mengaiar; e) untuk menempatkan murid dlm kelas (ranking, penjurusan, kelompok belajar dan lainnya); dan 3) untuk kepentingan organisasi atau lembaga pendidikan, antara lain : a) untuk mempertahankan standard pendidikan; b) untuk menilai ketepatan kurikulum yang disediakan; c) untuk menilai kemajuan sekolah yang  bersangkutan.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Penilaian menyeluruh dan berkelanjutan dalam konsep penilaian dari implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, membawa implikasi terhadap model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar. Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi/lembaga baik didalam maupun diluar negeri. Penelitian yang dilakukan lembaga/institusi tersebut dimaksudkan sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar peserta didik.
Metode dan tehnik penilaian sebagai bagian dari penilaian internal (internal assessment) untuk mengetahui proses dan hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif.  Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
Penilaian dilakukan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
1.      Aspek penilaian kognitif terdiri dari :
a.       Pengetahuan (knowledge), kemampuan mengingat (misalnya: nama ibu kota, rumus).
b.      pemahaman (comprehension), kemampuan memahami (misalnya: menyimpulkan suatu paragraf).
c.       aplikasi (application), kemampuan penerapan (misalnya: menggunakan suatu informasi/ pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah). 
d.      analisis (analysis), kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil (misalnya: menganalisis bentuk, jenis atau arti suatu puisi).
e.       sintesis (synthesis), kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu kesimpulan (misalnya: memformulasikan hasil penelitian di laboratorium).
2.      Aspek penilaian afektif terdiri dari :
a.       Menerima (receiving) termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar;
b.      Menanggapi (responding) : reaksi yang diberikan : ketepatan reaksi, perasaan kepuasan, dan lain-lain;
c.       Menilai (evaluating) : kesadaran menerima norma, sistem nilai dan lain-lain;
d.      Mengorganisasi (organization): pengembangan norma dan nilai dalam organisasi sistem nilai;
e.       Membentuk watak (characterization) : sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.
3.      Aspek penilaian psikomotor terdiri dari :
a.       Meniru (perception);
b.      Menyusun (manipulating);
c.       Melakukan dengan prosedur (precision);
d.      Melakukan dengan baik dan tepat (articulation);
e.       Melakukan tindakan secara alami (naturalization).
Teknik dan instrumen penilaian, antara lain sebagai berikut :
1.        Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik;
2.        Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja;
3.        Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran;
4.        Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek;
5.        Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik;
6.        Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut :
1.         Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester;
2.         Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran;
3.         Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih;
4.         Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan;
5.         Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik;
6.         Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik;
7.         Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran;
8.         Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh;
9.         Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru pendidikan agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru pendidikan kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
B.     Saran-saran


DAFTAR PUSTAKA




[1] Lihat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3.
[2] Dantes, N.,dkk, 2004. Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar  Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Rumpun Pelajaran Sains. Laporan  Penelitian Hibah Pasca Sarjana. Tidak Dipublikasikan. IKIP Negeri Singaraja, hal. 2.
[3] Dr. Nana Sudjana & Dr. Ibrahim, M.A, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cet. 5,  (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2009), hal. 219.
[4] Arifin. 2002. Pembelajaran makro, Pendekatan Praktis dalam menyiapkan Mendidik Profesional. Yogyakarta : Triwacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda