BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
al-Qur'an, Allah melarang (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, seperti yang tercantum
dalam surah al-Maidah : 90 – 91 sebagai berikut :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9ø—F{$#ur Ó§ô_Í‘ ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø‹¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ߉ƒÌムß`»sÜø‹¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºy‰yèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur ’Îû Ì÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£‰ÝÁtƒur `tã Ìø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZ•B ÇÒÊÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu). (al-Maidah : 90 – 91).[1]
Penggunaan obat-obatan yang mengandung alkohol masih
banyak diperbincangkan oleh masyarakat tentang status kehalalannya. Hal ini
dipicu oleh anggapan sebagian kalangan yang menyamakan antara alkohol dengan khomr, padahal dalam kenyataannya ada
beberapa perbedaan antara keduanya. Yang jelas, alkohol bukanlah satu-satunya
zat yang memabukkan, karena ada zat lain yang juga bisa memabukkan. Pengobatan
dengan menggunakan alkohol ini banyak dilakukan umpamanya untuk
antiseptik. Bahkan alkohol merupakan jenis antiseptik yang cukup
berpotensi. Cara kerjanya adalah menggumpalkan protein, struktur penting sel
yang ada pada kuman, sehingga kuman mati. Begitu juga Povidon Iodin (Betadine)
yang kadang dicampur dengan solusi alkohol, biasanya digunakan untuk pembersih
kulit sebelum tindakan operasi. Selain itu, alkohol sering digunakan juga
sebagai obat kompres penurun panas atau untuk campuran obat batuk.
Pada dasarnya narkotika dan psikotropika sangat dibutuhkan
untuk pengobatan dalam bidang kedokteran dan berguna demi penelitian dalam
bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika adalah obat-obatan yang bekerja
pada susunan syaraf pusat dan digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa
sakit) pada dunia kedokteran. Sedangka psikotropika adalah obat-obatan yang
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik. Obat-obatan ini termasuk dalam obat daftar G,
yang artinya dalam penggunaannya harus disertai dengan kontrol dosis yang
sangat ketat oleh dokter. Namun dilandasi oleh berbagai hal, maka banyak remaja
menyalahgunakan zat tersebut, yaitu memakai atau menggunakannya di luar
indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter.
Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, alkohol, zat
adiktif dan obat-obatan berbahaya lainnya (narkoba) merupakan masalah yang
majemuk, mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik,
psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi,
politik, sosial budaya, kriminalitas dan lain sebagainya.
Pada umumnya zat yang disalahgunakan tersebut ada yang
menggunakan istilah narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya), sebagian ada
yang menyebutnya dengan istilah napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lain), sementara yang lain menggunakan istilah naza (narkotika, alkohol dan zat
adiktif), dan ada juga yang menggunakan istilah madat (yang dimaksud adalah
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana
hukum menggunakan obat-obatan yang mengandung alkohol menurut Islam?
2. Bagaimana
cara kita menghindari penggunaan bahan-bahan yang mengandung alkohol dalam
kehidupan sehari-hari?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan
perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana hukum menggunakan obat-obatan yang mengandung alkohol menurut
Islam.
2. Untuk
mengetahui bagaimana cara kita menghindari penggunaan bahan-bahan yang
mengandung alkohol dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Alkohol
Nama kimia “alkohol”
yang terdapat dalam minuman beralkohol adalah etil alcohol atau etanol
yang sering juga disebut dengan grain
alcohol, sebagai lawan dari wood
alcohol yang sangat toksik, dan nama kimianya adalah metil alcohol atau metanol.
Etil alcohol sendiri berupa cairan
jernih, tidak berwarna dan rasanya pahit.[2]
Ada beberapa jenis minuman/makanan yang mengandung
alkohol, antara lain brem, tuak, saquer
can ciu. Sementara itu alkohol dapat
diperoleh dari hasil fermentasi/peragian oleh mikro organism (sel ragi) dari
gula, sari buah, biji-bijian, madu, umbi-umbian, maupun getah kaktus tertentu,
dan lain-lain. Proses peragian akan menghasilkan minuman dengan kadar alkohol
hingga 14%,[3]
sedangkan proses penyulingan akan mempertinggi kadar alkohol, bahkan sampai
mencapai 100%.[4]
Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut
dapat menimbulkan adiksi (addiction)
yaitu ketagihan dan ketergantungan (dependency).
Pemakaian alkohol dapat menimbulkan Gangguan Mental Organik (GMO), yaitu
gangguan dalam fungsi berpikir, perasaan dan perilaku. Hal ini disebabkan
karena reaksi langsung alkohol pada sel-sel syaraf pusat (otak).[5]
Minuman keras (miras) adalah jenis
minuman yang mengandung alkohol, tidak peduli berapa persen kadarnya. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1976 telah mengeluarkan fatwa bahwa setetes
alkohol saja dalam minuman, hukumnya adalah haram.[6]
Adapun jenis minuman keras (miras) dapat dibagi kepada 3 (tiga) golongan
sebagai berikut:
1.
Golongan A : minuman
keras yang berkadar etanol 1% - 5%, seperti Bir Bintang, Green Sand, dan
lain-lain.
2.
Golongan B : minuman
keras yang berkadar etanol 5% - 20%, seperti Anggur Malaga, dan lain-lain.
3.
Golongan C : minuman
keras yang berkadar etanol 20% - 50%, seperti Brandy, Whisky, Jenever, dan lain-lain.[7]
Alkohol diserap tubuh melalui selaput lendir mulut,
paru-paru (meski dalam jumlah kecil), dan saluran pencernaan, terutama di usus
halus. Alkohol merupakan zat yang larut dalam air, sehingga jaringan yang
banyak mengandung air akan semakin banyak mendapat bagian alkohol.
Pemakaian alkohol yang sama akan menyebabkan
berkurangnya kemampuan hati untuk mengoksidasi lemak, sehingga menyebabkan
pelemakan hati. Pemakaian alkohol dalam waktu lama akan menginduksi dan
meningkatkan metabolism obat-obatan, mengurangi timbunan vitamin A dalam hati,
meningkatkan aktivitas zat-zat racun yang terdapat pada hati juga zat-zat yang
dapat menimbulkan kanker, menghambat pembentukan protein dan menyebabkan
gangguan fungsi hati.
Di dalam tubuh, alkohol juga berpengaruh pada
pancreas, saluran cerna, otot, darah, kelenjar endokrin, jantung, sistem
pernafasan, elektrolit tubuh, keseimbangan asam basa, dan susunan syaraf pusat.
Karenanya, alkohol di dalam tubuh juga berpengaruh pada perilaku seksual,
kecenderungan melakukan tindak kriminal, keselamatan berlalu lintas, kerentanan
infeksi atau penyakit akibat kemunduran fungsi organ tubuh tertentu, hipertensi/tekanan darah tinggi dan
kanker.[8]
Bagi wanita hamil, alkohol dapat mempengaruhi janin yakni anak cacat sejak
lahir (fetal alcoholic syndrom).[9]
B.
Hukum
Menggunakan Obat-obatan yang Mengandung Alkohol
Pada dasarnya segala bentuk pengobatan
dibolehkan, kecuali jika mengandung hal-hal yang najis atau yang diharamkan
syariah. Untuk obat-obatan yang mengandung alkohol, selama kandungannya tidak
banyak serta tidak memabukkan, maka hukumnya boleh. Adapun dasar dari penetapan
hukum ini adalah sebagai berikut :
1.
Bahwa yang menjadi illah (alasan)
pengharaman khomr adalah karena
memabukkan. Jika alasan ini hilang, maka pengharamannya pun hilang.
Ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh :
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
“
Suatu hukum itu akan mengikuti keberadaan illah (alasannya), kalau
illahnya ada, maka hukum itu ada, jika illah tidak ada maka hukumnya pun tidak
ada “
2.
Alkohol dalam obat tersebut sudah hancur menjadi satu
dengan materi lain, sehingga ciri fisiknya menjadi hilang secara nyata . Para
ulama menyebutnya dengan istilah istihlak, yaitu bercampurnya benda
najis atau haram dengan benda lainnya yang suci atau halal yang jumlahnya lebih
banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang najis
tersebut.
Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ
لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika
air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran (najis).”
( Hadist Shahih Riwayat Daruquthni, Darimi, Hakim, dan Baihaqi).
Keterangannya
sebagai berikut : jika ada setetes air kencing bercampur dengan air yang
sangat banyak, maka air itu tetap suci dan mensucikan selama tidak ada pengaruh
dari kencing tersebut.
3.
Dalam suatu hadist disebutkan bahwa Rasulullah shallahu
‘alaihi wassalam bersabda :
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ
حَرَامٌ
“Sesuatu
yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.”
(Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Maksud
dari hadits tersebut adalah apabila sesuatu yang jika diminum dalam jumlah yang
banyak bisa memabukkan, maka sesuatu tersebut diharamkan walaupun
dikomsumsi dalam jumlah yang sedikit. Seperti khomr jika diminum dalam jumlah yang banyak akan memabukkan, maka
setetes khomr murni (tanpa
campuran) diharamkan untuk diminum, walaupun jumlahnya sedikit dan tidak
memabukkan.
Lain
halnya dengan air dalam suatu bejana dan diberi setetes khomr yang tidak
mempengaruhi air tersebut, baik dari segi warna, rasa, maupun sifat, dan dia
tidak memabukkan, maka minum air yang ada campuran setetes khomr itu
dibolehkan.
Adapun
perbedaan antara keduanya : setetes khomr yang pertama haram karena murni
khomr, dan seseorang jika
mengkomsumsi setetes khomr tersebut
dikatakan dia minum khomr. Adapun
setetes khomr kedua tidak haram,
karena sudah dicampur dengan zat lain yang suci dan halal, serta tidak
mempengaruhi zat itu, maka halal. Dan seseorang jika meminum air dalam bejana
yang ada campuran setetes khomr, akan
dikatakan dia meminum air dari bejana dan tidak dikatakan dia minum khomr dari bejana. Hukum ini berlaku
bagi obat yang ada campuran dengan alkohol.
4.
Bahwa alkohol tidaklah identik dengan khomr. Tidak setiap khomr itu alkohol,
karena disana ada zat-zat lain yang memabukkan selain alkohol. Begitu juga
sebaliknya tidaklah setiap alkohol itu khamr.
Menurut sebagian kalangan bahwa jenis alkohol yang bisa memabukkan adalah
jenis etil alkohol atau etanol. Begitu juga khomr yang diharamkan pada zaman nabi
Muhammad saw bukanlah alkohol tapi dari jenis lain.
5.
Menurut sebagian ulama bahwa khomr tidaklah najis secara lahir, tetapi najis secara maknawi,
artinya bukanlah termasuk benda najis, seperti benda-benda lainnya secara umum.
Sehingga alkohol boleh dipakai untuk pengobatan luar.
6.
Suatu minuman atau makanan dikatakan memabukkan jika
memenuhi dua kriteria :
a.
Minuman atau makanan tersebut menghilangkan atau
menutupi akal.
b.
Yang meminum atau yang memakannya merasakan nikmat
ketika mengkomsumsi makanan atau minuman tersebut, bahkan sangat menikmatinya
serta merasakan senang dan gembira yang tiada taranya. Banyak orang sering
menyebutnya “ fly “, seakan-akan dia
sedang terbang jauh diangkasa luar, makanya kegembiraan akibat mabuk ini tidak
terkontrol. Dan sering kita dapatkan orang yang mabuk, tidak karuan ketika
berbicara, dan dia sendiri tidak menyadari apa yang dia katakan. Hal ini bisa
kita saksikan di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu orang yang sangat gembira,
kadang hilang kontrolnya, sehingga berbicara dengan hal-hal yang mungkin kalau
dia sadar tentu tidak akan mengatakannya.
Adapun obat bius tidaklah demikian,
karena yang memakainya tidaklah menikmatinya dan tidak merasakan senang dengan
obat bius tersebut. Demikian juga obat bius ini menjadikan orang tidak sadar
alias pingsan. Kalau khomr yang
memabukkan tidaklah menjadikannya pingsan tapi justru dia menikmatinya,
sehingga menjadikannya terus menerus ketagihan terhadap minuman tersebut.[10]
Fenomena ini pernah dijelaskan oleh
Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam ketika menceritakan
seseorang yang karena terlalu senangnya ketika dia menemukan kembali kuda dan
seluruh bekalnya sehingga dia mengucapkan secara salah :
اللهم
أنت عبدي وأنا ربك
“ Ya Allah Engkau
adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu“ ( HR Bukhari dan Muslim).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, bisa disimpulkan
bahwa alkohol yang digunakan untuk obat-obatan jika dipakai untuk obat luar,
maka hukumnya boleh selama hal itu membawa manfaat bagi yang berobat, dan
menurut sebagian ulama bahwa alkohol tidaklah najis.
Adapun jika dipakai untuk obat dalam
dan dikonsumsi (dimakan atau diminum), maka hukumnya dirinci terlebih dahulu :
jika obat tersebut diminum dalam jumlah yang banyak akan memabukkan, maka
hukumnya haram mengkomsumsi obat yang mengandung alkohol tersebut, tetapi jika
tidak memabukkan, maka hukumnya boleh.
Walaupun
demikian dianjurkan setiap muslim untuk menghindari obat-obat yang beralkohol,
karena berpengaruh buruk untuk kesehatan.
B.
Saran
Kesadaran masyarakat tentang bahaya alkohol yang merusak
secara fisik maupun psikis sangat penting. Masyarakat dapat berperan :
1.
memberi informasi jalur-jalur peredaran dan adanya
pemakaian alkohol,
2.
saling menyadarkan akan dampak secara sosial kepada
anggota masyarakat misalnya dengan penyuluhan tentang bahaya alkohol.
3.
menjaga kesehatan hubungan antar sesama dan memberi
pendidikan nilai-nilai tata krama kehidupan, karena banyak remaja pecandu
alkohol karena terpengaruh oleh lingkungan.
4.
memberi sanksi terhadap pelanggaran tata krama
masyarakat.
Keluarga berperan mendidik anggota keluarga menjadi manusia yang
bertaqwa yang dapat membentengi dirinya dari perbuatan maksiat. Keluarga juga
berperan menciptakan kondisi yang harmonis saling membantu permasalahan anggota
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur'an
dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
|
Hawari,
Dadang. (1996). Konsep Islam Memerangi
AIDS & NAZA. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa.
|
Joewana,
Satya. (1989). Gangguan Penggunaan Zat
Narkotika Alkohol dan Zat Adiktif Lain. Jakarta : Gramedia.
|
Majlis
Ulama Indonesia. (1997). Himpunan Fatwa
Majlis Ulama Indonesia. Jakarta : Majlis Ulama Indonesia.
|
Utsaimin,
Syekh. (2008). Syarhu Bulughul Maram. Kairo
: Dar Ibnu al Jauzi.
|
Waluyo,
Mudji. (2001). Penanggulangan
Penyalahgunaan Bahaya Narkoba. Jakarta : Dit. Bimas Polri.
|
Yanny
L, Dwi. (2001). Narkoba Pencegahan dan
Penanganannya. Jakarta : Elek Media Komputindo.
|
[1] Departemen Agama
Republik Indonesia, al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 176 – 177.
[2] Dwi Yanny L., Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, (Jakarta: Elek Media
Komputindo, 2001), hal.
13.
[3] Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol
dan Zat Adiktif Lain, (Jakarta:
Gramedia, 1989), hal. 70.
[5] Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi AIDS & NAZA, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1996),
hal.
135–136.
[7] Mudji Waluyo, Komisaris
Besar Polisi, Penanggulangan
Penyalahgunaan Bahaya Narkoba, (Jakarta:
Dit Bimmas Polri, 2001),
hal.
6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda