Selasa, 06 November 2012

Hukum Alkohol dalam Obat-obatan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam al-Qur'an, Allah melarang (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, seperti yang tercantum dalam surah al-Maidah : 90 – 91 sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (al-Maidah : 90 – 91).[1]

Penggunaan obat-obatan yang mengandung alkohol masih banyak diperbincangkan oleh masyarakat tentang status kehalalannya. Hal ini dipicu oleh anggapan sebagian kalangan yang menyamakan antara alkohol dengan khomr, padahal dalam kenyataannya ada beberapa perbedaan antara keduanya. Yang jelas, alkohol bukanlah satu-satunya zat yang memabukkan, karena ada zat lain yang juga bisa memabukkan. Pengobatan dengan menggunakan alkohol ini banyak dilakukan umpamanya  untuk antiseptik.  Bahkan alkohol merupakan jenis antiseptik yang cukup berpotensi. Cara kerjanya adalah menggumpalkan protein, struktur penting sel yang ada pada kuman, sehingga kuman mati. Begitu juga Povidon Iodin (Betadine) yang kadang dicampur dengan solusi alkohol, biasanya digunakan untuk pembersih kulit sebelum tindakan operasi. Selain itu, alkohol sering digunakan juga sebagai obat kompres penurun panas atau untuk campuran obat batuk.
Pada dasarnya narkotika dan psikotropika sangat dibutuhkan untuk pengobatan dalam bidang kedokteran dan berguna demi penelitian dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan syaraf pusat dan digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa sakit) pada dunia kedokteran. Sedangka psikotropika adalah obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Obat-obatan ini termasuk dalam obat daftar G, yang artinya dalam penggunaannya harus disertai dengan kontrol dosis yang sangat ketat oleh dokter. Namun dilandasi oleh berbagai hal, maka banyak remaja menyalahgunakan zat tersebut, yaitu memakai atau menggunakannya di luar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter.
Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, alkohol, zat adiktif dan obat-obatan berbahaya lainnya (narkoba) merupakan masalah yang majemuk, mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial budaya, kriminalitas dan lain sebagainya.
Pada umumnya zat yang disalahgunakan tersebut ada yang menggunakan istilah narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya), sebagian ada yang menyebutnya dengan istilah napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain), sementara yang lain menggunakan istilah naza (narkotika, alkohol dan zat adiktif), dan ada juga yang menggunakan istilah madat (yang dimaksud adalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana hukum menggunakan obat-obatan yang mengandung alkohol menurut Islam?
2.      Bagaimana cara kita menghindari penggunaan bahan-bahan yang mengandung alkohol dalam kehidupan sehari-hari?
C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana hukum menggunakan obat-obatan yang mengandung alkohol menurut Islam.
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara kita menghindari penggunaan bahan-bahan yang mengandung alkohol dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Alkohol
Nama kimia “alkohol” yang terdapat dalam minuman beralkohol adalah etil alcohol atau etanol yang sering juga disebut dengan grain alcohol, sebagai lawan dari wood alcohol yang sangat toksik, dan nama kimianya adalah metil alcohol atau metanol. Etil alcohol sendiri berupa cairan jernih, tidak berwarna dan rasanya pahit.[2]
Ada beberapa jenis minuman/makanan yang mengandung alkohol, antara lain brem, tuak, saquer can ciu. Sementara itu alkohol dapat diperoleh dari hasil fermentasi/peragian oleh mikro organism (sel ragi) dari gula, sari buah, biji-bijian, madu, umbi-umbian, maupun getah kaktus tertentu, dan lain-lain. Proses peragian akan menghasilkan minuman dengan kadar alkohol hingga 14%,[3] sedangkan proses penyulingan akan mempertinggi kadar alkohol, bahkan sampai mencapai 100%.[4]
Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan ketergantungan (dependency). Pemakaian alkohol dapat menimbulkan Gangguan Mental Organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, perasaan dan perilaku. Hal ini disebabkan karena reaksi langsung alkohol pada sel-sel syaraf pusat (otak).[5]
Minuman keras (miras) adalah jenis minuman yang mengandung alkohol, tidak peduli berapa persen kadarnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1976 telah mengeluarkan fatwa bahwa setetes alkohol saja dalam minuman, hukumnya adalah haram.[6] Adapun jenis minuman keras (miras) dapat dibagi kepada 3 (tiga) golongan sebagai berikut:
1.         Golongan A : minuman keras yang berkadar etanol 1% - 5%, seperti Bir Bintang, Green Sand, dan lain-lain.
2.         Golongan B : minuman keras yang berkadar etanol 5% - 20%, seperti Anggur Malaga, dan lain-lain.
3.         Golongan C : minuman keras yang berkadar etanol 20% - 50%, seperti Brandy, Whisky, Jenever, dan lain-lain.[7]
Alkohol diserap tubuh melalui selaput lendir mulut, paru-paru (meski dalam jumlah kecil), dan saluran pencernaan, terutama di usus halus. Alkohol merupakan zat yang larut dalam air, sehingga jaringan yang banyak mengandung air akan semakin banyak mendapat bagian alkohol.
Pemakaian alkohol yang sama akan menyebabkan berkurangnya kemampuan hati untuk mengoksidasi lemak, sehingga menyebabkan pelemakan hati. Pemakaian alkohol dalam waktu lama akan menginduksi dan meningkatkan metabolism obat-obatan, mengurangi timbunan vitamin A dalam hati, meningkatkan aktivitas zat-zat racun yang terdapat pada hati juga zat-zat yang dapat menimbulkan kanker, menghambat pembentukan protein dan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Di dalam tubuh, alkohol juga berpengaruh pada pancreas, saluran cerna, otot, darah, kelenjar endokrin, jantung, sistem pernafasan, elektrolit tubuh, keseimbangan asam basa, dan susunan syaraf pusat. Karenanya, alkohol di dalam tubuh juga berpengaruh pada perilaku seksual, kecenderungan melakukan tindak kriminal, keselamatan berlalu lintas, kerentanan infeksi atau penyakit akibat kemunduran fungsi organ tubuh tertentu, hipertensi/tekanan darah tinggi dan kanker.[8] Bagi wanita hamil, alkohol dapat mempengaruhi janin yakni anak cacat sejak lahir (fetal alcoholic syndrom).[9]
B.     Hukum Menggunakan Obat-obatan yang Mengandung Alkohol
Pada dasarnya segala bentuk pengobatan dibolehkan, kecuali jika mengandung hal-hal yang najis atau yang diharamkan syariah. Untuk obat-obatan yang mengandung alkohol, selama kandungannya tidak banyak serta tidak memabukkan, maka hukumnya boleh. Adapun dasar dari penetapan hukum ini adalah sebagai berikut :
1.         Bahwa  yang  menjadi   illah (alasan) pengharaman khomr adalah karena memabukkan.  Jika alasan ini hilang, maka pengharamannya pun hilang.  Ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh :
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
“ Suatu hukum itu akan mengikuti keberadaan illah (alasannya), kalau illahnya ada, maka hukum itu ada, jika illah tidak ada maka hukumnya pun tidak ada “
2.         Alkohol dalam obat tersebut sudah hancur menjadi satu dengan materi lain, sehingga ciri fisiknya menjadi hilang secara nyata . Para ulama menyebutnya dengan istilah istihlak, yaitu bercampurnya benda najis atau haram dengan benda lainnya yang suci atau halal yang jumlahnya lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang najis tersebut.
Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran (najis).” ( Hadist Shahih Riwayat Daruquthni, Darimi, Hakim, dan Baihaqi).
Keterangannya sebagai berikut :  jika ada setetes air kencing bercampur dengan air yang sangat banyak, maka air itu tetap suci dan mensucikan selama tidak ada pengaruh dari kencing tersebut.
3.         Dalam suatu hadist disebutkan  bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.”  (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Maksud dari hadits tersebut adalah apabila sesuatu yang jika diminum dalam jumlah yang banyak bisa memabukkan, maka sesuatu tersebut diharamkan  walaupun dikomsumsi dalam jumlah yang sedikit. Seperti khomr jika diminum dalam jumlah yang banyak akan memabukkan, maka setetes khomr murni  (tanpa campuran) diharamkan untuk diminum, walaupun jumlahnya sedikit dan tidak memabukkan.
Lain halnya dengan air dalam suatu bejana  dan diberi setetes khomr yang tidak mempengaruhi air tersebut, baik dari segi warna, rasa, maupun sifat, dan dia tidak memabukkan, maka minum air yang ada campuran setetes khomr itu dibolehkan.
Adapun perbedaan antara keduanya : setetes khomr yang pertama haram karena murni  khomr, dan seseorang jika mengkomsumsi setetes khomr tersebut dikatakan dia minum khomr. Adapun setetes khomr kedua tidak haram, karena sudah dicampur dengan zat lain yang suci dan halal, serta tidak mempengaruhi zat itu, maka halal. Dan seseorang jika meminum air dalam bejana yang ada campuran setetes khomr, akan dikatakan dia meminum air dari bejana dan tidak dikatakan dia minum khomr dari bejana. Hukum ini berlaku bagi obat yang ada campuran dengan alkohol.
4.         Bahwa alkohol tidaklah identik dengan khomr. Tidak setiap khomr itu alkohol, karena disana ada zat-zat lain yang memabukkan selain alkohol. Begitu juga sebaliknya tidaklah setiap alkohol itu khamr. Menurut sebagian kalangan bahwa jenis alkohol yang bisa memabukkan adalah jenis etil alkohol atau etanol. Begitu juga khomr yang diharamkan pada zaman nabi Muhammad saw bukanlah alkohol tapi dari jenis lain.
5.         Menurut sebagian ulama bahwa khomr tidaklah najis secara lahir, tetapi najis secara maknawi, artinya bukanlah termasuk benda najis, seperti benda-benda lainnya secara umum. Sehingga alkohol boleh dipakai untuk pengobatan luar.
6.         Suatu minuman atau makanan dikatakan memabukkan jika memenuhi dua kriteria  :
a.         Minuman atau makanan tersebut menghilangkan atau menutupi akal.
b.        Yang meminum atau yang memakannya merasakan nikmat ketika mengkomsumsi makanan atau minuman tersebut, bahkan sangat menikmatinya serta merasakan senang dan gembira yang tiada taranya. Banyak orang sering menyebutnya “ fly “, seakan-akan dia sedang terbang jauh diangkasa luar, makanya kegembiraan akibat mabuk ini tidak terkontrol. Dan sering kita dapatkan orang yang mabuk, tidak karuan ketika berbicara, dan dia sendiri tidak menyadari apa yang dia katakan. Hal ini bisa kita saksikan di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu orang yang sangat gembira, kadang hilang kontrolnya, sehingga berbicara dengan hal-hal yang mungkin kalau dia sadar tentu tidak akan mengatakannya.
Adapun obat bius tidaklah demikian, karena yang memakainya tidaklah menikmatinya dan tidak merasakan senang dengan obat bius tersebut. Demikian juga obat bius ini menjadikan orang tidak sadar alias pingsan. Kalau khomr yang memabukkan tidaklah menjadikannya pingsan tapi justru dia menikmatinya, sehingga menjadikannya terus menerus ketagihan terhadap minuman tersebut.[10]
Fenomena ini pernah dijelaskan oleh Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam ketika menceritakan seseorang yang karena terlalu senangnya ketika dia menemukan kembali kuda dan seluruh bekalnya sehingga dia mengucapkan secara salah :
اللهم أنت عبدي وأنا ربك
“ Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu“  ( HR Bukhari dan Muslim).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, bisa disimpulkan bahwa alkohol yang digunakan untuk obat-obatan jika dipakai untuk obat luar, maka hukumnya boleh selama hal itu membawa manfaat bagi yang berobat, dan menurut sebagian ulama bahwa alkohol tidaklah najis.
Adapun jika dipakai untuk obat dalam dan dikonsumsi (dimakan atau diminum), maka hukumnya dirinci terlebih dahulu : jika obat tersebut diminum dalam jumlah yang banyak akan memabukkan, maka hukumnya haram mengkomsumsi obat yang mengandung alkohol tersebut, tetapi jika tidak memabukkan, maka hukumnya boleh.
Walaupun demikian dianjurkan setiap muslim untuk menghindari obat-obat yang beralkohol, karena berpengaruh buruk untuk kesehatan.
B.     Saran
Kesadaran masyarakat tentang bahaya alkohol yang merusak secara fisik maupun psikis sangat penting. Masyarakat dapat berperan :
1.      memberi informasi jalur-jalur peredaran dan adanya pemakaian alkohol,
2.      saling menyadarkan akan dampak secara sosial kepada anggota masyarakat misalnya dengan penyuluhan tentang bahaya alkohol.
3.      menjaga kesehatan hubungan antar sesama dan memberi pendidikan nilai-nilai tata krama kehidupan, karena banyak remaja pecandu alkohol karena terpengaruh oleh lingkungan.
4.      memberi sanksi terhadap pelanggaran tata krama masyarakat.
Keluarga berperan mendidik anggota keluarga menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat membentengi dirinya dari perbuatan maksiat. Keluarga juga berperan menciptakan kondisi yang harmonis saling membantu permasalahan anggota keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
Hawari, Dadang. (1996). Konsep Islam Memerangi AIDS & NAZA. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa.
Joewana, Satya. (1989). Gangguan Penggunaan Zat Narkotika Alkohol dan Zat Adiktif Lain. Jakarta : Gramedia.
Majlis Ulama Indonesia. (1997). Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia. Jakarta : Majlis Ulama Indonesia.
Utsaimin, Syekh. (2008). Syarhu Bulughul Maram. Kairo : Dar  Ibnu al Jauzi.
Waluyo, Mudji. (2001). Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkoba. Jakarta : Dit. Bimas Polri.
Yanny L, Dwi. (2001). Narkoba Pencegahan dan Penanganannya. Jakarta : Elek Media Komputindo.


[1] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 176 – 177.
[2] Dwi Yanny L., Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2001), hal. 13.
[3] Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain, (Jakarta: Gramedia, 1989), hal. 70.
[4] Dwi Yanny L., Narkoba, Op.cit., hal. 14.
[5] Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi AIDS & NAZA, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), hal. 135–136.
[6] MUI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI, 1997).
[7] Mudji Waluyo, Komisaris Besar Polisi, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkoba, (Jakarta: Dit Bimmas Polri, 2001), hal. 6.
[8] Dwi Yanny L., Narkoba, Op.cit., hal. 14.
[9] Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Op.Cit., hal. 71.
[10] Syekh Utsaimin, Syarhu Bulughul Maram, (Kairo, Dar Ibnu al Jauzi, 2008), hal. 300.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda