Selasa, 06 November 2012

Pendidikan Anak menurut Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah swt. sebagai makhluk yang paling sempurna dan paling lengkap, baik secara fisik maupun mental. Secara fisik, kelengkapan yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia tersebut adalah berbagai indera untuk menjalani kehidupan. Adapun dari segi mental, manusia diberikan kelengkapan yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yakni intelek. Intelek ini merupakan indera manusia yang bersifat Ilahi, tidak tercipta dan tidak dapat diciptakan. Intelek merupakan sarana yang berfungsi untuk memahami, memilih, dan memilah, menginterprestasi atau menafsirkan, dan sebagainya. Sehingga dengan anugerah kecerdasan inilah manusia dikatakan sebagai puncak kesempurnaan ciptaan Allah swt., sesuai dengan firman-Nya dalam surat aṭ-Ṭin ayat 4 sebagai berikut :
Description: C:\Users\Darson Jauhary\Pictures\My Scans\scan0003.jpg
Artinya : Sesungguhnya Kami telah meciptalcan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.[1]

Namun berbagai kelengkapan yang diberikan oleh Allah swt. tersebut hanya dapat berkembang apabila diarahkan melalui pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan memerlukan visi yang jelas. Visi pendidikan merupakan keinginan atau cita-cita yang hendak dicapai selama dan setelah proses pendidikan berlangsung.[2] Pendidikan merupakan serangkaian kegiatan interaksi yang bertujuan tertentu, antara manusia dewasa dan anak secara tatap muka atau dengan menggunakan media, dalam rangka memberikan bantuan terhadap anak seutuhnya. Dalam arti, membantu anak dalam upaya megembangkan potensinya, yakni potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan dan keterampilan, agar di kemudian hari tumbuh menjadi manusia yang dewasa secara fisik mapun mental. Upaya ini selalu dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab secara moral dalam segala perilaku. Pendidikan dituntut harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsa.[3]
Perilaku menurut teori behaviorisme ialah hal-hal yang berubah dan dapat diamati. Perilaku terbentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respons (S-R). Manusia berperilaku pada dasarnya mencari kesenangan yang sekaligus menghindari hal-hal yang menyakitkan, dan perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan sesuai dengan pola stimulus respons yang terjadi.
Proses belajar terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu stimulus, respons dan akibat. Stimulus adalah sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat membangkitkan respons individu. Respon menimbulkan perilaku jawaban atas stimulus. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi setelah individu merespons baik yang bersifat positif maupun negatif.[4]
Teori humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya. Teori belajar humanisme ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri individu.
Para teoriawan belajar kognitif berpandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan yang bersifat kognitif. Menurut mereka, cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak. Proses belajar orang dewasa melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses belajar anak.
Piaget membagi perkembangan mental anak menjadi empat tahapan. Secara ringkas dapat dirangkum sebagai berikut :
Tahap
Perkiraan
Usia
Ciri-ciri Khusus
Sensori motor
0 – 2 tahun
Kecerdasan motorik (gerak), dunia (benda) yang ada adalah yang tampak, tidak ada bahasa pada tahap awal
Pre-operasional
2 – 7 tahun
Berpikir secara egosentris, alasan-alasan didominasi oleh persepsi, lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis, belum cepat melakukan konservasi
Konkret operasional
7 – 11 atau
12 tahun
Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan hubungan pengetahuan tentang angka, berpikir terkait dengan yang nyata
Formal operasional
7 – 11 atau 12 tahun, 14 atau 15 tahun
Pemikiran yang sudah lengkap, pemikiran yang proporsional, kemampuan untuk mengatasi hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat.[5]
Konsep ialah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Flavell (1970) mengemukakan tujuh dimensi konsep yaitu atribut, struktur, keabstrakan, keinklusian, generalitas/keumuman, ketepatan dan kekuatan atau power. Tingkat-tingkatan konsep terdiri atas tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikatori dan tingkat formal.[6]
Ausabel mengklasifikasikan belajar ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama, menyangkut cara materi atau informasi diterima anak dan dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana anak dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika anak menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar bermakna.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana paradigma pendidikan anak menurut Islam?
2.      Bagaimana langkah-langkah yang baik dalam mendidik anak sejak usia dini dengan baik?
C.     Tujuan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana paradigma pendidikan anak menurut Islam; dan
2.      Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah yang baik dalam mendidik anak sejak usia dini dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Tujuan Pendidikan Anak dalam Islam
Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat "umat terbaik",  sebagaimana dinyatakan Allah 'Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$#
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran : 110).[7]

Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan berkerumun di sekitar nampan." Ada seorang yang bertanya: "Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?" Jawab beliau : "Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian". Seorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?" Jawab beliau: "Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati.
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.[8]
B.     Peranan Keluarga dalam Islam
Keluarga  mempunyai  peranan  penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat  Islam  maupun  non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak  yang  pertama  di  mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat  penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama  dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu.
C.     Memperhatikan Anak sebelum  Lahir
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang salehah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :
"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami". Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya".
D.    Memperhatikan Anak ketika dalam Kandungan
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang  dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :
"Sesungguhnya Allah membebaskan shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian,  wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid' )
Sang ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a orangtua untuk anaknya.
E.     Memperhatikan Anak setelah Lahir
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut :
1.      Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada  keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah 'Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam bersama malaikat:
¼çmè?r&zöD$#ur ×pyJͬ!$s% ôMs3ÅsŸÒsù $yg»tRö¤±t6sù t,»ysóÎ*Î/ `ÏBur Ïä!#uur t,»ysóÎ) z>qà)÷ètƒ
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, Maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.” (al-Hud : 71).[9]

Adapun tahni'ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'Anha:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu)" (Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan : Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata : Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata : Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya : Ucapkanlah: "Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya."[10]
2.      Menyerukan adzan di telinga bayi
Abu Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan :
"Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah" (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia  senantiasa berupaya  untuk mengganggu dan mencelakakannya.
3.      Tahnik (mengolesi langit-langit mulut)
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula).
4.      Memberi nama
Termasuk hak seorang orang tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
" Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i)
.
Pemberian nama merupakan hak bapak. Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek, atau selain mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful  Wadttd  bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda:
"Semoga mudah urusanmu"
Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.[11]
5.      Aqiqah
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda:
"Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya" (HR. Al Bukhari).
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, bahwa Rasulullah bersabda:
"Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
6.      Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya
Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman.[12]
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.
Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya
. (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa')
7.      Khitan
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
"Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak" (HR. Al-bukhari, Muslim)
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita. Wallahu a'lam.
F.      Memperhatikan Anak pada Usia Enam Tahun Pertama
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.[13]
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib  diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut :
1.      Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
2.      Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
3.      Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.[14]
4.      Anak dibiasakan  dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
G.    Memperhatikan Anak pada Usia setelah Enam Tahun Pertama
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.
1.      Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.
Diajarkan kepadanya:
a.          Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
b.         Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. 
c.          Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB
Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman : 20).[15]

2.      Pengajaran  sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum  thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang  bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya."[16]
3.      Pengajaran baca Al Qur'an
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Quran dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda :
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya,  niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
4.      Pengajaran hak-hak kedua orang tua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat  dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga  terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Firman Allah Ta'ala :
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (al-Israa : 23-24).[17]

Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
5.      Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak. Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6.      Pengajaran etiket umum
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan  teman sepermainannya.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian  karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.
7.      Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
H.    Memperhatikan Anak pada Usia Remaja
Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulaibangkit.
Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh. Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja:
1.         Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi.
2.         Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram.
3.         Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
4.         Berupaya  mengawasi  anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman yang baik.



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat "umat terbaik",  sebagaimana dinyatakan Allah 'Azza Wa lalla dalam firman-Nya :
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar... ". (Ali Imran : 110).
Oleh karena ini, setiap umat muslim harus melakukan langkah-langkah dini dalam mendidik anak yaitu :
1.      Keluarga memegang peranan yang sangat penting bagi pendidikan anak, karena anak setiap saat dalam dalam lingkungan keluarganya. Baik dan buruknya pendidikan anak dimulai dari lingkup keluarga ini;
2.      Orang tua harus memperhatikan anak sebelum lahir dengan berbagai tindakan yang positif;
3.      Orang tua dan keluarga harus memperhatikan tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikis setelah anak lahir;
4.      Keluarga dan lingkungan sekitarnya harus memberikan pendidikan yang baik pada usia enam tahun pertama dan sesudahnya, dan pada usia remaja.
B.     Saran
Pendidikan anak memang menjadi sangat vital, karena itu akan menentukan masa depan anak tersebut pada perkembangan selanjutnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu :
1.      Seyogyanya orang tua tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pengasuhan anak kepada pembantu;
2.      Seyogyanya orang tua dan keluarga tidak mengekang anak secara berlebihan, karena akan berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak;
3.      Seyogyanya keluarga mendidik anak dengan pendidikan yang Islami yang menumbuhkan percaya diri dan mentalitas-mentalitas positif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al Jalal, Aisyah Abdurrahman. (tt). Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha.
Al Jauziyah, Ibnu Qayyim. (tt). Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.
Al Jauziyah, Ibnu Qayyim. (tt). Tuhfatul Wadud.
Assegaf, Abd. Rachman. (2011). Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Cet. 1. Jakarta : Rajawali Pres.
Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
Hernawan, Asep Herry. (2009). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.
Mikasa, Hera Lestari. (2008). Pendidikan Anak di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Musa, Muhammad Hasan. (tt). Nuzharul Fudhala’ Tahdzib Siar A’lamin Nubala, Juz 1.
Quthub, Muhammad. (tt). Manhaiut Tarbiyah al Islamiyah, Juz 2.
Sapriati, Amalia. (2009). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Ulwan, Abdullah Nasih. (tt). Tarbiyatul Auladfil Islam, Juz 1.


[1] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 1076.
[2] Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Cet. 1, (Jakarta : Rajawali Pers,  2011), hal. 62.
[3] Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran,  (Jakarta : Universitas Terbuka,  2009), hal. 6.6 – 6.7.
[4] Hera Lestari Mikasa, Ph.D, dkk, Pendidikan Anak di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal. 6.16 – 6.17.
[5] Dr. Amalia Sapriati, M.A, dkk, Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), hal. 1.19.
[6] Dr. Amalia Sapriati, M.A, dkk, Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), hal.. 6.17
[7] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 94.
[8] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu'atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq 'Ilajiha, hal. 76.
[9] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 338.
[10] Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.
[11] Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud,  hal. 41.
[12] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, Juz 1.
[13] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.
[14] Muhammad Quthub, Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, Juz 2.
[15] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 655.
[16] Muhammad Hasan  Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala, Juz 1.
[17] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 427-428.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda