Selasa, 06 November 2012

Teknik Analisis Butir Soal secara Kuantitatif


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Tes merupakan alat ukur, pengukuran merupakan proses pemberian angka yang bersifat kuantitatif dan penilaian merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat kualitatif berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Kemampuan dalam pengukuran ini dibutuhkan keahlian tersendiri. Oleh sebab itu, kemampuan dalam membuat tes dan melakukan pengukuran dan penilaian merupakan kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh guru.
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Untuk dapat menentukan nilai, diperlukan adanya ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar. Untuk menentukan bahwa suatu sistem itu baik atau kurang baik, perlu ada ketentuan tentang bagaimana yang baik tersebut, dan ketentuan inilah yang disebut kriteria.[1]
Pencapaian hasil belajar siswa yang rendah tidak selalu menunjukkan kompetensi siswa yang rendah atau pembelajaran yang kurang bermakna. Pencapaian tersebut mungkin disebabkan oleh kualitas instrumen hasil belajar yang kurang memadai. Untuk meningkatkan kualitas instrumen hasil belajar dalam bentuk tes dapat dilakukan dengan cara analisis soal. Di samping itu hasil analisis juga dapat memberikan informasi untuk perbaikan pembelajaran jika ada masalah dalam pembelajaran. Analisis butir soal menghasilkan soal yang siap direvisi.
Pengembangan bank soal akan mempermudah guru atau sekolah dalam menyediakan soal yang sudah diketahui kualitasnya dalam aspek spesifikasi dan karakteristiknya. Tes adalah satu atau seperangkat pertanyaan yang direncanakan untuk memperoleh informasi akurat tentang hasil belajar. Pertanyaan tersebut harus mempunyai jawaban yang benar. Tes dapat berupa tes formatif yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah siswa sudah atau belum memahami materi yang diajarkan oleh guru. Tes juga dapat berupa tes sumatif yang merupakan tes hasil belajar dalam suatu periode waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Kedudukan evaluasi dalam proses belajar mengajar sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Demikian juga, agar proses evaluasi itu berfungsi dengan semestinya dan sesuai tujuan, maka alat evaluasi itu sendiri harus baik. Hal ini seringkali dilupakan oleh para praktisi pendidikan di lapangan, mereka hanya berhenti pada pelaporan hasil evaluasi tanpa merasa perlu untuk mengetahui seberapa baik alat evaluasi yang telah mereka gunakan. Alat evaluasi yang dimaksud adalah tes hasil belajar yang berisi butir-butir soal.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan analisis butir soal?
2.      Bagaimana teknik menganalisis butir soal secara kuantitatif?
C.     Tujuan Pembahasan
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis butir soal;
2.      Untuk mengetahui bagimana menganalisis butir soal secara kuantitatif.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Analisis Butir Soal
Menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian.[2] Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah atau belum memahami materi yang telah diajarkan.[3] Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru.
Dalam melaksanakan analisis butir soal, para penulis soal dapat menganalisis secara kualitatif, dalam kaitan dengan isi dan bentuknya, dan kuantitatif dalam kaitan dengan ciri-ciri statistiknya[4] atau prosedur peningkatan secara judgment dan prosedur peningkatan secara empirik. Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran kesulitan butir soal dan diskriminasi soal yang termasuk validitas soal dan reliabilitasnya.
Jadi, ada dua cara yang dapat digunakan dalam penelaahan butir soal yaitu penelaahan soal secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu teknik terbaik adalah menggunakan keduanya (penggabungan).
B.     Teknik Analisis Butir Soal secara Kuantitatif
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera diadakan pengolahan data. Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga langkah, yaitu :
1.      Perispan;
2.      Tabulasi; dan
3.      Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.[5]
Penelaahan soal secara kuantitatif maksudnya adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik.
Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, murah, sederhana, familier dan dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil. Adapun proses analisisnya sudah banyak dilaksanakan para guru di sekolah seperti beberapa contoh di bawah ini.
1.      Langkah pertama yang dilakukan adalah menabulasi jawaban yang telah dibuat pada setiap butir soal yang meliputi berapa peserta didik yang: (1) menjawab benar pada setiap soal, (2) menjawab salah (option pengecoh), (3) tidak menjawab soal. Berdasarkan tabulasi ini, dapat diketahui tingkat kesukaran setiap butir soal, daya pembeda soal, alternatif jawaban yang dipilih peserta didik.
2.      (1) urutkan skor siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah. (2) Pilih lembar jawaban pada kelompok atas dan lembar jawaban pada kelompok bawah. (3) Ambil kelompok tengah dan tidak disertakan dalam analisis. (4) Untuk masing-masing soal, susun jumlah siswa kelompok atas dan bawah pada setiap pilihan jawaban. (5) Hitung tingkat kesukaran pada setiap butir soal. (6) Hitung daya pembeda soal. (7) Analisis efektivitas pengecoh pada setiap soal.
Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi : tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban pada setiap pilihan jawaban.

a.   Tingkat Kesukaran (TK)
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu.  Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif :


Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus berikut ini.




Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini :
0,00 - 0,30 soal tergolong sukar
0,31 - 0,70 soal tergolong sedang
0,71 - 1,00 soal tergolong mudah
Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif skewed, sedangkan tes yang mudah dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk negatif skewed.
Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru.
Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel.[6] Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit (TK = < 0,40).
b.   Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini :
1)    Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2)    Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru.
Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru).
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.
     atau   
DP = daya pembeda soal,
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas,
BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah, N=jumlah siswa yang mengerjakan tes.
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus berikut ini :


Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini :
0,40 - 1,00     soal diterima baik
0,30 - 0,39     soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0,20 - 0,29     soal diperbaiki
0,19 - 0,00     soal tidak dipakai/dibuang
c.     Penyebaran (Distribusi) Jawaban
Penyebaran pilihan jawaban dijadikan dasar dalam penelaahan soal. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berfungsi tidaknya jawaban yang tersedia. Suatu pilihan jawaban (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi apabila pengecoh :
1)    paling tidak dipilih oleh 5 % peserta tes/siswa,
2)    lebih banyak dipilih oleh kelompok siswa yang belum paham materi.
        d.    Reliabilitas Skor Tes
Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes. Indeks reliabilitas berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes (mendekati 1), makin tinggi pula keajegan/ketepatannya.
Tes yang memiliki konsistensi reliabilitas tinggi adalah akurat, reproducible, dan generalized terhadap kesempatan testing dan instrumen tes lainnya. Secara rinci faktor yang mempengaruhi reliabilitas skor tes di antaranya :
1)          Semakin banyak jumlah butir soal, semakin ajek suatu tes.
2)          Semakin lama waktu tes, semakin ajek.
3)          Semakin sempit range kesukaran butir soal, semakin besar keajegan.
4)          Soal-soal yang saling berhubungan akan mengurangi keajegan.
5)          Semakin objektif pemberian skor, semakin besar keajegan.
6)          Menjawab besar soal dengan cara menebak.
7)          Semakin homogen materi semakin besar keajegan.
8)          Menjawab soal dengan buru-buru/cepat.
9)          Kesiapan mental peserta ujian.
10)      Adanya gangguan dalam pelaksanaan tes.
11)      Jarak antara tes pertama dengan tes kedua.
Ada 3 cara yang dapat dilakukan untuk menentukan reliabilitas skor tes, yaitu :
1)          Keajegan pengukuran ulang : kesesuaian antara hasil pengukuran pertama dan kedua dari sesuatu alat ukur terhadap kelompok yang sama. 
2)          Keajegan pengukuran setara: kesesuaian hasil pengukuran dan 2 atau lebih alat ukur berdasarkan kompetensi kisi-kisi yang lama.
3)          Keajegan belah dua: kesesuaian antara hasil pengukuran belahan pertama dan belahan kedua dari alat ukur yang sama.
        e.    Reliabilitas Instrumen Tes (soal bentuk pilihan ganda)
Untuk mengetahui koefisien reliabilitas tes soal bentuk pilihan ganda digunakan rumus Kuder Richadson 20 (KR-20) seperti berikut ini.
                                           
Keterangan:
  k                  : Jumlah butir soal
 (SD)2               : Varian
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Ada dua cara yang dapat digunakan dalam penelaahan butir soal yaitu penelaahan soal secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu teknik terbaik adalah menggunakan keduanya (penggabungan).
Penelaahan soal secara kuantitatif maksudnya adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik.
Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi : tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban pada setiap pilihan jawaban.
B.     Saran
1.      Analisis butir soal secara kuantitatif memerlukan ketelitian dan pengetahuan yang lebih, sehingga seyogyanya analisis ini dilakukan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang terkait;
2.      Analisis secara kuantitatif hendaknya dilaksanakan oleh para penganalisis melaksanakannya seobjektif mungkin, agar hasilnya optimal dan akuntabel;
3.      Penganalisis hendaknya menggunakan prosedur standar yang telah dibakukan dalam menganalisis butir soal, sehingga tingkat error dapat diminimalisir.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Revisi VI, Cet. 13. Jakarta : Rineka Cipta.
Aiken, Lewis R. 1994. Psychological Testing and Assessment, (Eight Edition), Boston: Allyn and Bacon.
Anastasi, Anne and Urbina, Susana. 1997. Psicoholological Testing. (Seventh Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Haladyna, Thomas M. 1994. Developing and Validating Multiple-Choice Test Items. New  Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Nitko, Anthony J. 1996. Educational Assessment of Students, Second Edition. Ohio: Merrill an Imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.
Sudjana, Nana & Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cet. 5. Bandung : Sinar Baru Algensindo.



[1] Dr. Nana Sudjana & Dr. Ibrahim, M.A, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cet. 5,  (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2009), hal. 219.
[2] Anthony Nitko, Educational Assessment of Students, Second Edition, (Ohio : Merrill an Imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs, 1996), hal. 308.
[3] Lewis R. Aiken, Psychological Testing and Assessment, Eight Edition, (Boston: Allyn and Bacon, 1994), hal. 63.
[4] Susana Anastasi & Anne Urbina, Psicoholological Testing, Seventh Edition,  (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1997), hal. 72.
[5] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Revisi VI, Cet. 13, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 235.
[6] Thomas M Haladyna, Developing and Validating Multiple-Choice Test Items, (New  Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 1994), hal. 145.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda