Selasa, 06 November 2012

Hukum Terorisme


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Bom Bali kedua yang meledak pada tanggal 1 Oktober 2005 di tiga lokasi yaitu R. Aja’s Restaurant, Nyoman’s Cafe dan Menega’s Café telah menelan korban 22 orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka-luka. Peristiwa tersebut bertepatan dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menimbulkan pro dan kontra, sehingga hal tersebut dianggap sebagai upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikkan BBM.
Sementara itu, aksi terorisme yang bernuansa lokal intensitasnya cenderung menurun. Namun di daerah konflik, khususnya Poso, aksi-aksi terorisme dari upaya membenturkan kepentingan politik dan SARA antarmasyarakat atau antaraparat masih sering dijumpai. Selain teror bom yang diledakkan di sejumlah tempat ibadah bertepatan dengan acara keagamaan, serta terjadinya teror individual yang bertujuan menciptakan konflik merupakan indikasi rumitnya penyelesaian masalah Poso. Hal yang patut dipuji, masyarakat yang selama ini terlibat dan berada di wilayah konflik Poso tidak terpengaruh rasa toleransinya, sehingga upaya teror tersebut tidak berdampak signifikan. Sementara itu di wilayah-wilayah lain relatif aman dari gangguan terorisme yang bernuansa lokal seiring dengan makin mantapnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sementara itu kerjasama penanggulangan dan pencegahan terorisme secara lintas negara dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan infrastruktur aturan hukum. Pada tahun 2005, Indonesia telah meresmikan kerjasama bilateral di bidang counter terrorism diantaranya dengan Polandia telah ditandangani Agreement on Cooperation in Combating Transnational Crime and Other Types of Crime, dan dengan Vietnam telah ditandatangani MoU on Cooperation and Combating Crime. Secara multilateral, Indonesia terlibat dalam ASEAN – Republic of Korea Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, ASEAN – Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, dan ASEAN – New Zealand Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism. Sementara itu dalam hal peningkatan infrastruktur aturan hukum, pemerintah sedang dalam tahap akhir proses ratifikasi dua konvensi internasional yaitu International Convention for Suppression of the Financing of Terrorism (1999) dan International Convention for the suppression of Terrorism Bombings (1997) yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana perkembangan aksi terorisme di Indonesia?
2.      Bagaimana hukum terorisme menurut pandangan Islam?
C.     Tujuan Pembahasan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan aksi terorisme di Indonesia;
2.      Untuk mengetahui bagaimana hukum terorisme menurut pandangan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Terorisme
Berkata Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkholi dalam memberikan ta’rif (definisi) Irhaab, “Irhab adalah suatu kalimat yang padanya disandarkan makna yang memiliki gambaran beragam, yang pada intinya adalah tindakan menakut-nakuti dan membuat kengerian pada orang. Teror ini menyebabkan tertumpahnya darah orang tak berdosa, hilang dan terampasnya harta benda, terkoyaknya kehormatan, dan porak porandanya persatuan.
Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami memberikan definisi “Irhab adalah tindakan aniaya kepada manusia yang dilakukan oleh perorangan, kelompok atau negara, baik terhadap agama, jiwa, akal, harta atau kehormatannya. Termasuk tindakan terorisme adalah berbagai macam usaha menakut-nakuti, gangguan, ancaman, dan perampokan. Semua tindak kekerasan atau ancaman sebagai realisasi tindak kriminal baik dari perorang atau kelompok dan bertujuan menyebarkan rasa ketakutan di tengah masyarakat. Allah telah melarangnya dalam firman-Nya :
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash : 77).[1]

Allah telah menyiapkan balasan yang menakutkan bagi pelaku tindak teror dan kerusakan dan dikategorikan sebagai permusuhan kepada Allah dan rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman :
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya, dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang atau diasingkan. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan terhadap mereka di dunia dan di akhirat mereka memperoleh siksa yang besar.” (QS Al-Maidah : 33)[2]
Terorisme sebagai sebuah paham memang berbeda dengan kebanyakan paham yang tumbuh dan berkembang di dunia, baik dulu maupun yang mutakhir. Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan, ekstrimitas dan intimidasi. Para pelakunya biasa disebut sebagai teroris. Karena itu, terorisme sebagai paham yang identik dengan teror seringkali menimbulkan konkuensi negatif bagi kemanusiaan. Terorisme kerap menjatuhkan korban kemanusiaan dalam jumlah yang tak terhitung.
Namun, sejauh yang kita amati sampai detik ini, terorisme diartikulasikan dalam tiga bentuk. Pertama, terorisme yang bersifat personal. Aksi-aksi terorisme dilakukan perorangan. Kedua, terorisme yang bersifat kolektif. Para teroris melakukannya secara terencana. Ketiga, terorisme yang dilakukan negara. Istilah ini tergolong baru, yang biasa disebut dengan “terorisme (oleh) negara” (state terorism).
Aqidah Islam ‘Laa ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah’ telah menjadi asas bagi seluruh bentuk hubungan yang dijalankan kaum Muslim; menjadi pandangan hidup yang khas dan hanya dimiliki oleh kaum Muslim; menjadi asas dalam menyingkirkan kedzaliman dan menyelesaikan perselisihan; menjadi asas dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan; menjadi asas bagi aktivitas dan kurikulum pendidikan; menjadi asas dalam membangun kekuatan militer; menjadi asas dalam politik dalam dan luar negeri; termasuk menjadi asas bagi negara dan kekuasaan.  Tidak cukup sampai disitu, Islam bahkan mewajibkan jihad fi sabilillah untuk menyebarluaskan aqidah ini kepada seluruh ummat manusia.[3]  Sabda Rasulullah saw:
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan –mengakui- Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah.  Apabila mereka mengakuinya maka darah dan harta mereka terpelihara dariku, kecuali dengan haq –jika melanggar syara-.”
Ini menunjukkan bahwa negara Khilafah Islamiyah adalah negara yang dibangun dan berdiri di atas landasan mabda (ideologi).  Dijadikannya aqidah Islam sebagai asas negara dan kekuasaan, bukan sekedar formalitas atau perlambang saja, melainkan tampak dalam seluruh bentuk interaksi masyarakat dan negaranya.  Oleh karena itu Negara Khilafah Islamiyah tidak akan mentolerir seluruh bentuk pemikiran maupun hukum/perundang-undangan, kecuali terpancar dari aqidah Islam.
Sesungguhnya perdamaian merupakan hukum asal dari hubungan internasional antara kaum Muslim (negara Khilafah Islamiyah) dengan negeri-negeri (ummat-ummat) lain. Predikat  Islam sebagai teroris itu tidak sesuai dengan fakta yang ada dan tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Allah Swt.  berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”   (QS al-Anbiya’ [21]: 107).[4]

B.     Jihad

   Kata jihad berasal dari kata bahasa Arab yang berasal dari kata juhd atau jahd. Juhd berarti kemampuan atau  mengeluarkan sepenuh tenaga dan kemampan, sedangkan Jahd berarti kesukaran sehingga untuk mengatasinya harus bersungguh-sungguh (dalam bekerja). Kata ijtihad yang dikenal dalam hukum Islam juga berasal dari akar kata yang sama dan berarti upaya sungguh sungguh untuk mencapai sesuatu hukum syara’ yang bersifat amali dan zanni.

Setelah peledakan gedung kembar WTC di New York tanggal 11 September 2001, perkembangan makna jihad itu terus berjalan. Amerika menuduh bahwa peristiwa 11 September 2001 itu dilakukan oleh teroris dan para teroris itu beragama Islam. Jadi di dunia ada teroris dan teroris itu adalah Muslim. Sikap ini dan politik Amerika di Timur Tengah dipandang sebagian Muslim menyudutkan Islam, karena itu sejumlah veteran perang Afganistan, juga mereka yang berasal dari Asia Tenggara, melakukan gerakan dengan kekerasan melawan Amerika dan kepentingan Amerika. Peledakan Bom di Kuta Bali pada Oktober 2002, ternyata dilakukan oleh pemuda-pemuda Muslim yang mengaku sedang melakukan jihad.   Bom bunuh diri di Hotel Mariot Jakarta ternyata juga tersangkanya pemuda Muslim yang merasa sedang berjihad.  Hal ini tentu saja sangat ironis, karena bunuh diripun sudah dianggap sebagai jihad.  Ini adalah penyimpangan makna jihad  yang amat jauh. Karena dalam Islam apapun alasannya, bunuh diri itu haram hukumnya dan pelakunya berdosa besar atau bahkan kafir.
C.     Hukum Terorisme menurut Pandangan Islam
Dalam kaitannya dengan terorisme, muncul pertanyaan yang tidak pernah terjawab, adakah korelasi fungsional antara Islam dan Terorisme? Bisakah gerakan  keagamaan yang diduga dalang terorisme sebagai representasi Islam, baik dalam ranah ajaran maupun pengikutnya?
Sesungguhnya solusi atau penyembuhan terhadap penyakit ini bahkan untuk membentengi diri darinya adalah nasehat Islam yang lurus yang tiada melakukan dengan baik akan nasehat itu kecuali ulama Salaf Ar-Rabbani yang mana mereka telah menyampaikan nasehat dan bimbingannya kepada manusia dan memperingatkan serta menunjuki mereka kepada jalannya para nabi dan rasul yang mulia, yang Allah telah utus mereka sebagai penyeru dan pengajar kebaikan bagi manusia. Jalan itu adalah wahyu ilahi yang dengannya tersucikan hati dari penyakit-penyakitnya dan tenangnlah jiwa dari kebingungannya dan kegoncangan, kecuali orang yang memang dikusai oleh nafsu angkara murka dan telah ditetapkan di dalam Lauhul Mahfudz sebagai orang yang sesat. Sesungguhnya hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” [Al-Qashash : 56].
Dan belum hilang dari pikiran bahwa masyarakat mempunyai peran penting di dalam melakukan tindakan preventif dan penyembuhan terhadap wabah penyakit terorisme, hanya saja tidaklah masyarakat akan mendapatkan pengaruh dan dampak yang baik kecuali apabila masyarakat tersebut menghiasi diri mereka dengan fitrah (aqidah) yang bersih dan jernih serta pemikiran Islam yang lurus, adapun jika kenyataannya yang ada dalam masyarakat itu bertabrakan dengan kondisi yang diatas, sesungguhnya seorang yang tidak mempunyai apa-paa tidaklah ia dapat memberikan sesuatu.
Bahwasanya solusi satu-satunya untuk penyakit terorisme di negeri-negeri Islam berada di tangan orang-orang yang mempunyai aqidah shahihah yang bersih dan murni di bawah naungan wahyu ilahi yang dibawa dan disampaikan oleh orang yang mau memahami maknanya dan yang baik penyampaiannya, dan sungguh para dokter mereka itu adalah waliyul amri dari kalangan ulama rabbani dan para pemimpin yang shalih kemudian masyarakat dengan segala lapisannya, kecil atau besar dalam dan luar yang tersifati dengan sifat yang disebutkan terdahulu. Firman Allah Ta’ala :
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya” [Al-Kahfi : 17]
Adapun solusi terorisme di negeri-negeri kafir, maka pijakannya kepada apa yang mereka ridhai untuk diri mereka sendiri yaitu undang-undang dasar (negeri tersebut) jika diwujudkan sesuatu untuk menolak kemudharatan maka haruslah ia mempunyai kekurangan, terutama akan bertambah parahnya penyakit terorisme di negeri mereka serta semakin meluas dan saling mewarisinya dengan terang-terangan karena mereka tidak percaya akan kebesaran Allah dan Dia yang telah menciptakan mereka dalam beberapa tingkatan kejadian.[5]
Larangan melakukan tindakan kekerasan atas nama agama (jihad) atau terorisme telah diputuskan oleh majelis ulama indonesia (MUI) 2003 dengan mengeluarkan fatwa yang mengharamkan atas tindakan tersebut. Ketua dewan fatwa MUI, Kiai Ma’ruf Amin menyampaikan fatwa tersebut karena Indonesia bukan wilayah perang dan terorisme adalah perbuatan haram.
Dalam hukum pidana islam, terorisme dimasukkan kedalam golongan jarimah hirabah. Golongan ini merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yaitu pengambilan hak orang secara terang-terangan disertai tindak kekerasan.
Dalam kaidah hukum islam disebutkan bahwa hukum islam dapat diberlakukan kepada siapa saja dalam dar as-salam. Dalam kaidah lain disebutkan bahwa suatu perbuatan tidak akan dikenai hukuman kecuali berdasarkan nash. Nash disini mengikat dan berlaku terhadap pelaku dan tempat melakukan perbuatan tersebut.
Imam malik asy-Syafi’i dan imam Ahmad berpendapat bahwa hukum islam dapat diterapkan atas segala kejahatan atau terorisme yang dilakukan di mana saja selama tempat tersebut termasuk daerah dar as-salam baik pelakunya seorang muslim, zimmiy maupun musta’min.
Hukum islam tentang terorisme diperlakukan tegas dan keras terinci dalam keputusan Majelis Hai’ah Kibar Ulama (Lembaga Ulama Besar) No. 148 tanggal 12/1/1409 H (9/5/1998 M) dengan persetujuan dan tanda tangan anggota majelis.
Hal-hal yang diputuskan oleh majelis, diantaranya sebagai berikut:
1.    Yang terbukti secara syar’i melukan perbuatan terorisme dan membuat kerusakan di muka bumi yang menyebabkan kerusakan dan keamanan, hukumannya adalah dibunuh berdasarkan kandungan yang tertera dalam ayat suci Al-Qur’an.
2.    Sebelum dibunuh seperti poin yang diatas, pelaku harus menyelesaikan administrasi si pengadilan syari’at, Hai’ah At-Tamyiz dan Mahkamah Agung dalam rangka pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Allah SWT menjaga manusia, agama, badan, jiwa, kehormatan, akal, dan harta bendanya dengan disyari’atkan hudud (hukum-hukum ganjaran) dan uqubah (hukuman balasan) yang akan menciptakan keamanan yang umum dan khusus.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (secara bersilangan), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan bagi mereka di akhirat siksaan yang besar”. (QS. Al-Mâ`idah : 33).



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dalam pandangan islam sendiri, terorisme bukanlah ajaran islam. Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin yang membawa rahmat bagi seluruh umat sebagai pembawa kedamaian bukanlah malapetaka. Dalam islam diajarkan Jihad, jihad ini yang kemudian disalah artikan oleh musuh islam sebagai tindak teror. Padahal islam mengajarkan jihad sebagai upaya mengerahkan seluruh jiwa raga atas nama Allah yang dijalankan sesuai dengan syari’at islam. Sedangkan terorisme merupakan tindakan kekerasan yang tidak sama sekali diajarkan dalam islam.
Terorisme dalam pandangan fiqh sudah diputuskan oleh para anggota majelis bahwa terorisme adalah tindakan yang dilarang dan termasuk perbuatan Haram. Tindak pidana pelaku terorisme juga telah diputuskan sebagai upaya memerangi dan membersihkan terorisme yang terjadi khususnya di Indonesia sendiri.
Lalu tindakan preventif sebagai solusi dari tindakan ini adalah bagaimana kita dapat membentengi jiwa kita dengan pemahaman agama yang benar dan lurus serta berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta mengamalkannya secara benar.
B.     Saran
1.      Sebagai muslim yang baik, seyogyanya kita tidak perlu dekat-dekat dengan aksi-aksi terorisme yang jelas-jelas bukan tindakan yang dibenarkan oleh Islam;
2.      Generasi muda kita juga harus dijaga jangan sampai terjerumus kepada doktrin-doktrin yang menyesatkan yang akan merusak akidah yang benar;
3.      Orang tua dan lingkungan seyogyanya bisa membentengi diri dari kelompok-kelompok radikal dan gerakannya yang akan merusak ketenteraman bersama.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Kailani, Dr. Haitsam; Al-Irhab Yu-Assassu Daulati Namuudzaji Israa-Il, Terjemahan : Siapa Teroris Dunia?, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.
Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur'an Dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
Fealy, Greg, Antony Bubalo. Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah Di Indonesia. 2005. Bandung : Mizan
Majlis Ulama Indonesia. (2004). Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia. Jakarta : Majlis Ulama Indonesia.
Syaikh Zaid Bin Muhammad Bin Hadi Al-Madkhaly. Kitab Al-Ihrab Wa Atsaruhu Alal Afrad Wal Umam, Edisi Indonesia Terorisme Dalam Tinjauan Islam, Penerjemah Hannan Bahanan, Maktabah Salafy Press.
Zainu, Muhamad Jamil. Taujihatul Islamiyyah, Terjemahan : Bimbingan Islam Untuk Pribadi dan Masyarakat. Jakarta : Darul Haq.



[1] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 623.
[2] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 164.
[3] Lihat kerangka Islam Ideologi yang ditawarkan oleh Hafidz Abdurrahman dalam Islam Politik dan Spiritual Lihat juga Taqyuddin An Nabhani, Nidzom Al-Islam, hal. 22-57.
[4] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,  1989), hal. 508.
[5] Syaikh Ziad bin Muhammad bin Hadi al Madkhaly, al Irhab wa Atsaruhu ‘alal Afrad wal Umam (Terorisme dalam Tinjauan Islam), Maktabah Salafy Press, hal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda