BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah swt. sebagai makhluk
yang paling sempurna dan paling lengkap, baik secara fisik maupun mental.
Secara fisik, kelengkapan yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia
tersebut adalah berbagai indera untuk menjalani kehidupan. Adapun dari segi
mental, manusia diberikan kelengkapan yang tidak diberikan kepada makhluk lain,
yakni intelek. Intelek ini merupakan indera manusia yang bersifat Ilahi, tidak
tercipta dan tidak dapat diciptakan. Intelek merupakan sarana yang berfungsi untuk
memahami, memilih, dan memilah, menginterprestasi atau menafsirkan, dan
sebagainya. Sehingga dengan anugerah kecerdasan inilah manusia dikatakan
sebagai puncak kesempurnaan ciptaan Allah swt., sesuai dengan firman-Nya dalam
surat aṭ-Ṭin ayat 4 sebagai berikut :
Artinya
: Sesungguhnya Kami telah meciptalcan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.[1]
Namun
berbagai kelengkapan yang diberikan oleh Allah swt. tersebut hanya dapat
berkembang apabila diarahkan melalui pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan
memerlukan visi yang jelas. Visi pendidikan merupakan keinginan atau cita-cita
yang hendak dicapai selama dan setelah proses pendidikan berlangsung.[2]
Pendidikan merupakan serangkaian kegiatan interaksi yang bertujuan tertentu,
antara manusia dewasa dan anak secara tatap muka atau dengan menggunakan media,
dalam rangka memberikan bantuan terhadap anak seutuhnya. Dalam arti, membantu anak
dalam upaya megembangkan potensinya, yakni potensi fisik, emosi, sosial, sikap,
moral, pengetahuan dan keterampilan, agar di kemudian hari tumbuh menjadi
manusia yang dewasa secara fisik mapun mental. Upaya ini selalu dimaksudkan
untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab secara moral dalam segala perilaku. Pendidikan
dituntut harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi
tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya
bangsa.[3]
Perilaku
menurut teori behaviorisme ialah hal-hal yang berubah dan dapat diamati.
Perilaku terbentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respons
(S-R). Manusia berperilaku pada dasarnya mencari kesenangan yang sekaligus
menghindari hal-hal yang menyakitkan, dan perilaku pada dasarnya ditentukan
oleh lingkungan sesuai dengan pola stimulus respons yang terjadi.
Proses
belajar terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu stimulus, respons dan
akibat. Stimulus adalah sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat
membangkitkan respons individu. Respon menimbulkan perilaku jawaban atas
stimulus. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi setelah individu
merespons baik yang bersifat positif maupun negatif.[4]
Teori humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan
oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun
pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak
perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja
dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya. Teori
belajar humanisme ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri
individu.
Para
teoriawan belajar kognitif berpandangan bahwa proses belajar pada manusia
melibatkan proses pengenalan yang bersifat kognitif. Menurut mereka, cara
belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak. Proses belajar orang
dewasa melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan
proses belajar anak.
Piaget
membagi perkembangan mental anak menjadi empat tahapan. Secara ringkas dapat
dirangkum sebagai berikut :
Tahap
|
Perkiraan
Usia
|
Ciri-ciri Khusus
|
Sensori motor
|
0 – 2 tahun
|
Kecerdasan motorik (gerak), dunia (benda) yang ada adalah yang tampak,
tidak ada bahasa pada tahap awal
|
Pre-operasional
|
2 – 7 tahun
|
Berpikir secara egosentris, alasan-alasan didominasi oleh persepsi,
lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis, belum cepat melakukan
konservasi
|
Konkret operasional
|
7 – 11 atau
12 tahun
|
Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan hubungan
pengetahuan tentang angka, berpikir terkait dengan yang nyata
|
Formal operasional
|
7 – 11 atau 12 tahun, 14 atau 15 tahun
|
Pemikiran yang sudah lengkap, pemikiran yang proporsional, kemampuan
untuk mengatasi hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat.[5]
|
Konsep ialah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas
objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang
mempunyai atribut-atribut yang sama. Flavell (1970) mengemukakan tujuh dimensi
konsep yaitu atribut, struktur, keabstrakan, keinklusian, generalitas/keumuman,
ketepatan dan kekuatan atau power.
Tingkat-tingkatan konsep terdiri atas tingkat konkret, tingkat identitas,
tingkat klasifikatori dan tingkat formal.[6]
Ausabel mengklasifikasikan belajar ke dalam dua dimensi.
Dimensi pertama, menyangkut cara materi atau informasi diterima anak dan
dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana anak dapat mengaitkan informasi atau
materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika anak
menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau
hal lainnya yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang
disebut dengan belajar bermakna.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana
paradigma pendidikan anak menurut Islam?
2. Bagaimana
langkah-langkah yang baik dalam mendidik anak sejak usia dini dengan baik?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan latar
belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana paradigma pendidikan anak menurut Islam; dan
2. Untuk
mengetahui bagaimana langkah-langkah yang baik dalam mendidik anak sejak usia
dini dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan
Pendidikan Anak dalam Islam
Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan
individu untuk mencapai predikat "umat terbaik", sebagaimana
dinyatakan Allah 'Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$#
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (Ali Imran : 110).[7]
Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung
diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan
orang-orang yang sedang makan berkerumun di sekitar
nampan." Ada seorang yang bertanya: "Apakah karena kita berjumlah
sedikit pada masa itu?" Jawab beliau :
"Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan
buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada
kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian". Seorang
bertanya: "Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?" Jawab beliau:
"Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati.
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan
individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini,
hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai
berikut:
“Nyatalah bahwa pendidikan
individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu:
menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan
tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi
pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang
dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah”.[8]
B.
Peranan
Keluarga dalam Islam
Keluarga mempunyai peranan penting dalam
pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun
non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang
pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya
pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak,
yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab
pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas,
sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan
masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan
tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka
pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka
mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu.
C.
Memperhatikan
Anak sebelum Lahir
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan
memilih isteri yang salehah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang
hendak berkeluarga dengan bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari
orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang
beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali
dengan bersabda :
"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai
agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi
fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan
Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada
kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak
menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah
kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada
kami". Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak
ada syaitan yang dapat mencelakakannya".
D.
Memperhatikan
Anak ketika dalam Kandungan
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah
agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian
kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan
perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya.
Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan
untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :
"Sesungguhnya Allah membebaskan shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi
orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata
Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid' )
Sang ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah
agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan
seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a
orangtua untuk anaknya.
E.
Memperhatikan
Anak setelah Lahir
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang
di sekitamya melakukan hal-hal berikut :
1. Menyampaikan
kabar gembira dan
ucapan selamat atas kelahiran
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada
keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita
gembira ini. Firman Allah 'Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim
'Alaihissalam bersama malaikat:
¼çmè?r&zöD$#ur ×pyJͬ!$s% ôMs3ÅsÒsù $yg»tRö¤±t6sù t,»ysóÎ*Î/ `ÏBur Ïä!#uur t,»ysóÎ) z>qà)÷èt
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu
dia tersenyum, Maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran)
Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.” (al-Hud : 71).[9]
Adapun tahni'ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul
dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'Anha:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu)" (Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu)" (Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan : Diriwayatkan kepada
kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika
itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata : Penunggang
kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata : Dari mana kau tahu
apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang
mesti kita ucapkan. Katanya : Ucapkanlah: "Semoga berkah bagimu dalam
anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi,
dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya."[10]
2. Menyerukan adzan di telinga bayi
Abu
Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan :
"Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan
pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah" (HR. Abu Dawud dan At
Tirmidzi).
Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya.
Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya.
3. Tahnik (mengolesi langit-langit mulut)
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat
menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan
dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di
langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah
lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan
lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi
dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula).
4. Memberi nama
Termasuk hak seorang orang
tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan
dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
" Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i).
" Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i).
Pemberian nama merupakan hak bapak. Tetapi boleh baginya
menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek, atau selain
mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan
Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang
pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda:
"Semoga mudah urusanmu"
Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain
beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih,
beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.[11]
5. Aqiqah
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari
kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi,
katanya: Rasulullah bersabda:
"Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah
untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya" (HR. Al Bukhari).
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, bahwa Rasulullah
bersabda:
"Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
"Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya
Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi
dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman.[12]
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya.” (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa')
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya.” (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa')
7. Khitan
Yaitu
memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau
bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
"Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut
kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak" (HR.
Al-bukhari, Muslim)
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita. Wallahu a'lam.
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita. Wallahu a'lam.
F.
Memperhatikan
Anak pada Usia Enam Tahun Pertama
Periode
pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang
amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat
mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak
pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada
kepribadiannya ketika menjadi dewasa.[13]
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada
pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh
kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut :
1.
Memberikan
kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
2.
Membiasakan
anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
4. Anak dibiasakan dengan etiket umum
yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
G.
Memperhatikan
Anak pada Usia setelah Enam Tahun Pertama
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara
teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan
diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini
anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh
ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh
sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan
pengarahan anak.
1.
Pengenalan Allah dengan cara yang
sederhana
Pada
periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang
sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.
Diajarkan kepadanya:
Diajarkan kepadanya:
a.
Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
b.
Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta
langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya.
c.
Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya
nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya.
Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar
cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini
disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para
hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti
firman-Nya:
óOs9r&
(#÷rts? ¨br&
©!$#
t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$#
$tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur
öNä3øn=tæ
¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$#
ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ wur
Wèd wur
5=»tGÏ.
9ÏZB
Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah
Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk
dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman : 20).[15]
2.
Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum
thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang
haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak,
sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapak barns menanamkan
ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya."[16]
3.
Pengajaran baca Al Qur'an
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan
apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Quran dengan benar, dan
diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya
dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua
bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh
Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh.
Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasalam bersabda :
"Barang siapa membaca Al-quran dan
mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan
kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada
cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang
mengamalkan hal ini".
4.
Pengajaran hak-hak kedua orang tua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat
baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak
sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena
kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya
berbuat kebaikan sejak usia dini.
Firman
Allah Ta'ala :
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (al-Israa : 23-24).[17]
Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi
bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah
seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau
kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
5.
Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi
wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut
mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan.
Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka
supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka
seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan
pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai
dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan
serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang
menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6.
Pengajaran etiket umum
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket
berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain.
Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua,
kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus
bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang
shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata
pergaulan.
7.
Pengembangan rasa percaya diri dan
tanggung jawab
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus
dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang
nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa
percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan
untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta
diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan
ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Pemberian tugas
kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban
tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung
resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia
bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk
memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
H.
Memperhatikan
Anak pada Usia Remaja
Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan
akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri
seksualnya pun mulaibangkit.
Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh. Karena itu, para pendidik
perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi
remaja:
1.
Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa
bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan
sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi.
2.
Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan
diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap
takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram.
3.
Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan
tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa
bahwa dia sudah besar.
4.
Berupaya mengawasi anak dan
menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman
yang baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak
dan pembinaan individu untuk mencapai predikat "umat terbaik",
sebagaimana dinyatakan Allah 'Azza Wa lalla dalam firman-Nya :
"Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar... ". (Ali Imran : 110).
Oleh karena ini, setiap umat muslim harus melakukan
langkah-langkah dini dalam mendidik anak yaitu :
1. Keluarga
memegang peranan yang sangat penting bagi pendidikan anak, karena anak setiap
saat dalam dalam lingkungan keluarganya. Baik dan buruknya pendidikan anak
dimulai dari lingkup keluarga ini;
2. Orang
tua harus memperhatikan anak sebelum lahir dengan berbagai tindakan yang
positif;
3. Orang
tua dan keluarga harus memperhatikan tumbuh kembang anak baik fisik maupun
psikis setelah anak lahir;
4. Keluarga
dan lingkungan sekitarnya harus memberikan pendidikan yang baik pada usia enam
tahun pertama dan sesudahnya, dan pada usia remaja.
B.
Saran
Pendidikan anak
memang menjadi sangat vital, karena itu akan menentukan masa depan anak
tersebut pada perkembangan selanjutnya di masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu :
1. Seyogyanya
orang tua tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pengasuhan anak kepada
pembantu;
2. Seyogyanya
orang tua dan keluarga tidak mengekang anak secara berlebihan, karena akan
berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak;
3. Seyogyanya
keluarga mendidik anak dengan pendidikan yang Islami yang menumbuhkan percaya
diri dan mentalitas-mentalitas positif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Jalal, Aisyah Abdurrahman. (tt). Al
Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha.
|
Al
Jauziyah, Ibnu Qayyim. (tt). Tuhfatul
fi Ahkamil Maulud.
|
Al
Jauziyah, Ibnu Qayyim. (tt). Tuhfatul
Wadud.
|
Assegaf,
Abd. Rachman. (2011). Filsafat
Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif, Cet. 1. Jakarta : Rajawali Pres.
|
Departemen
Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur'an
dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
|
Hernawan,
Asep Herry. (2009). Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.
|
Mikasa,
Hera Lestari. (2008). Pendidikan Anak
di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
|
Musa,
Muhammad Hasan. (tt). Nuzharul Fudhala’
Tahdzib Siar A’lamin Nubala, Juz 1.
|
Quthub,
Muhammad. (tt). Manhaiut Tarbiyah al
Islamiyah, Juz 2.
|
Sapriati,
Amalia. (2009). Pembelajaran IPA di SD.
Jakarta : Universitas Terbuka.
|
Ulwan,
Abdullah Nasih. (tt). Tarbiyatul
Auladfil Islam, Juz 1.
|
[1]
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 1076.
[2]
Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf, Filsafat
Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif, Cet. 1, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal. 62.
[3]
Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd, dkk, Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta
: Universitas Terbuka, 2009), hal. 6.6 –
6.7.
[4]
Hera Lestari Mikasa, Ph.D, dkk, Pendidikan
Anak di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal. 6.16 – 6.17.
[5]
Dr. Amalia Sapriati, M.A, dkk, Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta :
Universitas Terbuka, 2009), hal. 1.19.
[6] Dr.
Amalia Sapriati, M.A, dkk, Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta :
Universitas Terbuka, 2009), hal.. 6.17
[7]
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 94.
[8]
Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al
Mu'atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq 'Ilajiha, hal.
76.
[9] Departemen
Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 338.
[10]
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi
Ahkamil Maulud.
[11]
Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud,
hal. 41.
[12]
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil
Islam, Juz 1.
[13]
Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al
Muatstsirat as Salbiyah.
[14]
Muhammad Quthub, Manhaiut Tarbiyah Al
Islamiyah, Juz 2.
[15] Departemen
Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 655.
[16]
Muhammad Hasan Musa, Nuzharul
Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala, Juz 1.
[17]
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), hal. 427-428.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda