BAB III
PEMBAHASAN
A.
Proses
Pembelajaran al-Qur'an dengan Metode Qiraati
Proses pembelajaran
al-Qur'an dan materi-materi lainnya di TPQ Raudhatul Asna Desa Lancar Kecamatan
Wadaslintang Kabupaten Wonosobo menggunakan metode qiraati.
Dalam pembelajaran awal untuk al-Qur'an, supaya santri
mudah membaca dan betul-betul mengerti serta faham, maka ustadz mencoba menulis
pelajaran dengan bacaan “bunyi” huruf hijaiyyah yang sudah berharakat “fathah”. Dalam pelajaran ini anak tidak
boleh mengeja, misalnya alif fathah
A, BA fathah BA, tetapi langsung membaca bunyi huruf yang sudah berharakat fathah tadi seperti: A-BA-TA dan
seterusnya.
Agar santri bisa membaca dengan baik dan benar, maka
sejak awal sekali santri sudah diharuskan membacanya dengan lancar, cepat dan
tepat, tanpa ada salah dalam membaca. Dengan demikian secara tidak langsung
anak harus mengerti dan faham setiap huruf Hijaiyyah.
Demikianlah, dengan penuh kesabaran dan ketelitian,
sehuruf demi sehuruf ustadz mencoba untuk diajarkan kepada santrinya walaupun
nampaknya lambat, tetapi santri faham dengan baik.
Agar santri terlatih dan dapat membaca benar, maka
setiap contoh bacaannya diambilkan dari kalimat-kalimat al-Qur’an juga
kalimat-kalimat bahasa Arab.
Setelah santri lancar menbaca huruf-huruf Hijaiyyah
yang berharakat fathah, kemudian
dicoba dengan huruf-huruf yang berharakat kasrah
dan dhommah. Demikian pula dengan
huruf yang berharakat fathah tanwin,
kasrah tanwin dan dhummah tanwin,
sambil melihat huruf-huruf yang akan dibaca di sebelahnya (di sampingnya).
Setelah berhasil dengan Lam Sukun, ustadz mencoba dengan huruf-huruf yang lain. Di
tengah-tengah pengenalan huruf-huruf sukun ini, ustadz mengajarkan pelajaran
bacaan “Harfu Liin” (bacaan fathah yang diikuti Ya atau Wawu sukun). Hal
ini sangat penting untuk diajarkan dengan kesungguhan, karena banyak orang yang
membaca al-Qur’an bersuara “ao” dan “ae” bukan bersuara “au” dan “ai”, dan agar
anak dapat membedakan bacaan harfu Liin
dengan bacaan Mad.
Selanjutnya percobaan dengan huruf-huruf sukun ini
dilanjutkan. Kemudian ustadz mencoba huruf “ra
sukun”, ternyata dengan sangat mudah anak-anak dapat membaca dengan lancar.
Begitu pula dengan mencoba huruf “mim
sukun” ternyata santri tidak menemui kesukaran juga.
Sekalipun ada maksud untuk mencoba huruf sukun yang lain, ternyata dengan empat huruf sukun ini anak sudah dapat membaca sendiri huruf-huruf sukun yang lainnya. Sehingga pelajaran huruf-huruf sukun yang beliau tulis hanya “Empat Serangkai Huruf Sukun” saja, yakni Lam Sukun, Sin Sukun, Ro Sukun, dan Mim sukun. Sehingga huruf-huruf sukun yang lain tidak perlu diajarkan, karena setelah mempelajari dan mengerti keempat huruf sukun tadi, secara otomatis anak-anak telah dapat membaca huruf-huruf sukun yang lain.
Sekalipun ada maksud untuk mencoba huruf sukun yang lain, ternyata dengan empat huruf sukun ini anak sudah dapat membaca sendiri huruf-huruf sukun yang lainnya. Sehingga pelajaran huruf-huruf sukun yang beliau tulis hanya “Empat Serangkai Huruf Sukun” saja, yakni Lam Sukun, Sin Sukun, Ro Sukun, dan Mim sukun. Sehingga huruf-huruf sukun yang lain tidak perlu diajarkan, karena setelah mempelajari dan mengerti keempat huruf sukun tadi, secara otomatis anak-anak telah dapat membaca huruf-huruf sukun yang lain.
Setelah sukses dengan nun sukun, ustadz mencoba dengan tanwin, yang suaranya sama dengan nun sukun. Selanjutnya disusunlah pelajaran bacaan “ghunnah” yang diawali dengan “nun bersyaddah” dengan kiasan bahwa
bacaannya sama dengan dengungnya “nun
sukun” bertemu dengan “nun”.
Demikian pula dengan pelajaran “mim
bersyaddah” dengan kiasan bacaan dengungnya sama dengan “nun bersyaddah”.
Dalam pembelajaran surah-surah pendek, santri
diwajibkan membaca dan menghafal dengan lafal yang qiraati, begitu juga dengan
hafalan doa-doa harian.
Selain itu, pada kelas tinggi, santri juga diberi
materi pelajaran gharib, tajwid dan sebagainya. Sehingga pada
munaqasah TPQ yang berlangsung di tingkat Cabang Kabupaten Wonosobo, santri
dapat lulus dengan hasil yang baik.
B.
Perbedaan
Metode Qiraati dengan Metode-metode Lainnya
Metode-metode pembelajaran
baca tulis Al-Qur'an telah banyak berkembang di Indonesia sejak lama. Tiap-tiap
metode dikembangkan berdasarkan karakteristiknya.
1.
Metode Baghdadiyah
Metode
ini disebut juga dengan metode “ Eja “, berasal dari Baghdad masa pemerintahan
khalifah Bani Abbasiyah. Tidak tahu dengan pasti siapa penyusunnya. Dan telah
seabad lebih berkembang secara merata di tanah air.
Secara
dikdatik, materi-materinya diurutkan dari yang kongkrit ke abstrak, dari yang
mudah ke yang sukar, dan dari yang umum sifatnya kepada materi yang terinci (khusus).
Secara garis besar, Qoidah Baghdadiyah
memerlukan 17 langkah. 30 huruf hijaiyyah selalu ditampilkan secara utuh dalam
tiap langkah. Seolah-olah sejumlah tersebut menjadi tema sentral dengan
berbagai variasi. Variasi dari tiap langkah menimbulkan rasa estetika bagi santri
(enak didengar ) karena bunyinya bersajak berirama. Indah dilihat karena
penulisan huruf yang sama. Metode ini diajarkan secara klasikal maupun privat.
Beberapa
kelebihan Qoidah Baghdadiyah antara lain :
a.
Bahan/materi pelajaran
disusun secara sekuensif;
b.
30 huruf abjad hampir
selalu ditampilkan pada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral;
c.
Pola bunyi dan susunan
huruf (wazan) disusun secara rapi;
d.
Ketrampilan mengeja
yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri;
e. Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah.
Beberapa
kekurangan Qoidah baghdadiyah antara
lain :
a.
Qoidah Baghdadiyah
yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa modifikasi kecil;
b.
Penyajian materi
terkesan menjemukan;
c.
Penampilan beberapa
huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman santri;
d. Memerlukan waktu lama untuk mampu membaca Al-Qur'an.
2.
Metode Iqra’
Metode Iqro’ disusun oleh Bapak As'ad Humam dari Kotagede
Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Musholla)
Yogyakarta dengan membuka TK Al-Qur'an dan TP Al-Qur'an. Metode Iqro’ semakin berkembang dan menyebar
merata di Indonesia setelah munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK
Al-Qur'an dan metode Iqro’ sebagai sebagai program utama perjuangannya.
Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna
cover yang memikat perhatian anak TK Al-Qur'an. 10 sifat buku Iqro’ adalah :
a. Bacaan langsung.
b. CBSA
c. Privat
d. Modul
e. Asistensi
f. Praktis
g. Disusun secara lengkap dan semprna
h Variatif
i. Komunikatif
j. Fleksibel
Bentuk-bentuk
pengajaran dengan metode Iqro’ antara lain :
a. TK Al-Qur'an
b. TP Al-Qur'an
c. Digunakan pada pengajian anak-anak di masjid/musholla
d. Menjadi materi dalam kursus baca tulis Al-Qur'an
e. Menjadi program ekstra kurikuler sekolah
f. Digunakan di majelis-majelis
taklim
3.
Metode Qiraati
Metode baca al-Qu ran Qira'ati ditemukan KH. Dachlan Salim
Zarkasyi (w. 2001 M) dari Semarang, Jawa Tengah. Metode yang disebarkan sejak
awal 1970-an, ini memungkinkan anak-anak mempelajari al-Qur'an secara cepat dan
mudah..
Kiai Dachlan yang mulai mengajar al-Qur'an pada 1963,
merasa metode baca al-Qur'an yang ada belum memadai. Misalnya metode Qa'idah
Baghdadiyah dari Baghdad Irak, yang dianggap metode tertua, terlalu mengandalkan
hafalan dan tidak mengenalkan cara baca tartil (jelas dan tepat, red.)
Kiai Dachlan
kemudian menerbitkan enam jilid buku Pelajaran Membaca al-Qur'an untuk TK
al-Qur'an untuk anak usia 4-6 tahun pada l Juli 1986. Usai merampungkan
penyusunannya, KH. Dachlan berwasiat, supaya tidak sembarang orang mengajarkan
metode Qira'ati. Tapi semua orang boleh diajar dengan metode Qira'ati. Dalam perkembangannya, sasaran metode Qiraati
kian diperluas. Kini ada Qiraati untuk anak usia 4-6 tahun, untuk 6-12 tahun,
dan untuk mahasantri.
Secara
umum metode pengajaran Qiro’ati adalah :
a.
Klasikal dan privat
b.
Guru menjelaskan
dengan memberi contoh materi pokok bahasan, selanjutnya santri membaca sendiri
( CBSA)
c.
Siswa membaca tanpa
mengeja.
b. Sejak awal belajar, santri ditekankan untuk membaca dengan
tepat dan cepat.
4.
Metode al-Barqy
Metode al-Barqy dapat dinilai sebagai metode cepat membaca
al-Qur'an yang paling awal. Metode ini ditemukan dosen Fakultas Adab IAIN Sunan
Ampel Surabaya, Muhadjir Sulthon pada 1965. Awalnya, al-Barqy diperuntukkan
bagi santri SD Islam at-Tarbiyah, Surabaya. Siswa yang belajar metode ini lebih
cepat mampu membaca al-Qur'an. Muhadjir lantas membukukan metodenya pada 1978,
dengan judul Cara Cepat Mempelajari Bacaan al-Qur'an alBarqy.
Muhadjir Sulthon Manajemen (MSM) merupakan lembaga yang
didirikan untuk membantu program pemerintah dalam hal pemberantasan buta Baca
Tulis Al Qur’an dan Membaca Huruf Latin.
Berpusat di Surabaya, dan telah mempunyai cabang di beberapa kota besar di
Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Metode ini disebut “anti lupa” karena mempunyai struktur
yang apabila pada saat santri lupa dengan huruf-huruf / suku kata yang telah dipelajari, maka ia akan
dengan mudah dapat mengingat kembali tanpa bantuan ustadz. Penyebutan Anti Lupa
itu sendiri adalah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Agama
RI.
Metode ini diperuntukkan bagi siapa saja mulai anak-anak
hingga orang dewasa. Metode ini mempunyai keunggulan anak tidak akan lupa
sehingga secara langsung dapat “mempermudah” dan “mempercepat” anak / santri belajar membaca. Waktu untuk belajar membaca
Al Qur’an menjadi semakin singkat.
Keuntungan
yang di dapat dengan menggunakan metode ini adalah :
a.
Bagi ustadz ( ustadz
mempunyai keahlian tambahan sehingga dapat mengajar dengan lebih baik, bisa
menambah penghasilan di waktu luang dengan keahlian yang dipelajari),
b. Bagi santri ( santri merasa cepat belajar sehingga tidak
merasa bosan dan menambah kepercayaan dirinya karena sudah bisa belajar dan
mengusainya dalam waktu singkat, hanya satu level sehingga biayanya lebih
murah),
c. Bagi sekolah (sekolah menjadi lebih terkenal karena
murid-muridnya mempunyai kemampuan untuk menguasai pelajaran lebih cepat
dibandingkan dengan sekolah lain).
5.
Metode Tilawati
Metode Tilawati disusun pada tahun 2002 oleh Tim terdiri
dari Drs.H. Hasan Sadzili, Drs H. Ali Muaffa dkk. Kemudian dikembangkan oleh
Pesantren Virtual Nurul Falah Surabaya. Metode Tilawati dikembangkan untuk
menjawab permasalahan yang berkembang di TK-TPA, antara lain :
a. Mutu Pendidikan, kualitas santri lulusan TK/TP Al Qur’an
belum sesuai dengan target.
b. Metode Pembelajaran, metode pembelajaran masih belum
menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sehingga proses belajar tidak
efektif.
c. Pendanaan, tidak adanya keseimbangan keuangan antara
pemasukan dan pengeluaran.
d. Waktu pendidikan, waktu pendidikan masih terlalu lama
sehingga banyak santri drop out sebelum khatam Al-Qur'an.
e.
Kelas TQA, pasca TPA
TQA belum bisa terlaksana.
Metode Tilawati memberikan jaminan kualitas bagi
santri-santrinya, antara lain :
a. Santri mampu membaca Al-Qur'an dengan tartil.
b. Santri mampu membenarkan bacaan Al-Qur'an yang salah.
c. Ketuntasan belajar santri secara individu 70 % dan secara kelompok 80%.
Prinsip-prinsip
pembelajaran Tilawati :
a. Disampaikan dengan praktis.
b. Menggunakan lagu Rost.
c. Menggunakan pendekatan klasikal
dan individu secara seimbang.
Seorang pengajar baca tulis Al-Qur'an, tidak serta merta
mengadopsi metode yang baru dikenalnya, apalagi jika hanya mendapatkan informasi
saja tentang metode tersebut. Para Pembina harus melakukan kajian yang
mendalam, sebelum menetapkan metode apa yang akan dipakai dalam mengajarkan
baca tulis Al-Qur'an kepada santri.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode pengajaran
antara lain :
a.
Mudah dan murahnya
mendapatkan pelatihan-pelatihan bagi para pembina.
b.
Mudah dikuasai oleh
mayoritas Ustadz/ah
c.
Mudah dan murah
mendapatkan buku panduan
d. Mudah dan sederhana pengelolaan pengajarannya.
Metode apapun yang berkembang, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Efektifitas, efisiensi, cepat mudahnya sebuah metode
pengajaran berbeda-beda di tiap daerah. Banyak faktor yang mempengaruhinya.
Penggabungan beberapa metode pengajaran belum tentu membuahkan hasil yang
baik. Perlu konsistensi bagi pembina
dalam menerapkan sebuah metode apabila telah dipilih, sebab ganti-ganti metode
akan menyebabkan kebingungan bagi pembina, terlebih lagi bagi santri.
C.
Peranan
Metode Qiraati dalam Pembelajaran al-Qur'an
Metode membaca
al-Qur'an qiraati ditemukan oleh KH. Dachlan Salim Zarkasyi dari Semarang.
Metode ini memungkinkan santri mempelajari al-Qur'an secara cepat dan mudah.
Meskipun awal munculnya metode ini dimaksudkan untuk diajarkan pada tingkat TK
al-Qur'an, namun pada perkembangannya, semua orang bisa diajar dengan metode
qiraati ini. Sasaran metode qiraati kian diperluas, kini ada qiraati untuk anak
usia 4 – 6 tahun, untuk anak 6 – 12 tahun, dan untuk mahasiswa.
Secara umum, bentuk pembelajaran
qiraati adalah klasikal dan privat, ustadz menjelaskan dengan memberi contoh
materi pokok bahasan, dan selanjutkan santri membaca sendiri (CBSA).
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam
awal pembelajaran al-Qur'an dengan metode qiraati, agar santri mudah membaca
dan betul-betul mengerti serta faham, maka ustadz mengajarkan bacaan “bunyi”
huruf hijaiyyah yang sudah berharakat “fathah”. Dalam pelajaran ini anak tidak
boleh mengeja. Agar santri bisa membaca dengan baik dan benar, maka sejak awal
sekali santri sudah diharuskan membacanya dengan lancar, cepat dan tepat, tanpa
ada salah dalam membaca. Dengan demikian secara tidak langsung santri harus mengerti
dan faham setiap huruf hijaiyyah. Dalam pembelajaran surah-surah pendek, santri
diwajibkan membaca dan menghafal dengan lafal yang qiraati, begitu juga dengan
hafalan doa-doa harian. Selain itu, pada kelas tinggi, santri juga diberi
materi pelajaran gharib, tajwid dan sebagainya. Sehingga pada munaqasah TPQ
yang berlangsung di tingkat cabang/kabupaten, santri dapat lulus dengan hasil
yang baik.
Metode apapun yang berkembang,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Efektifitas, efisiensi, cepat
mudahnya sebuah metode pengajaran berbeda-beda di tiap daerah. Banyak faktor
yang mempengaruhinya. Penggabungan beberapa metode pengajaran belum tentu
membuahkan hasil yang baik. Perlu
konsistensi bagi pembina dalam menerapkan sebuah metode apabila telah dipilih,
sebab ganti-ganti metode akan menyebabkan kebingungan bagi pembina, terlebih
lagi bagi santri.
Secara umum,
bentuk pembelajaran qiraati adalah klasikal dan privat, ustadz menjelaskan
dengan memberi contoh materi pokok bahasan, dan selanjutkan santri membaca
sendiri (CBSA). Metode ini memungkinkan santri mempelajari al-Qur'an secara
cepat dan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Abd.
Rachman Assegaf, Prof.Dr., Filsafat
Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif, Cet. 1, Rajawali Pres., Jakarta, 2011.
|
Anas
Sudjono, Prof. Dr., Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
|
Aminuddin
Rasyad, Prof. Dr. H, & Darhim, Drs., Media
Pengajaran, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas
Terbuka, Jakarta, 1997.
|
Asep
Herry Hermawan, Drs., M.Pd, dkk, Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran, Universitas Terbuka, Jakarta, 2009.
|
Bobbi
DePorter, dkk, Quantum Teaching :
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas, Cet. 2, (Penerjemah : Ary
Nilandari; Penyunting : Femmy Syahrani), Kaifa, Bandung, 2010.
|
Chabib
Thoha, Drs., M.A, dkk, Metodologi
Pengajaran Agama, Cet. 2, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama
dengan Pustaka Pelajar, Semarang – Yogyakarta, 2004.
|
Departemen
Agama Republik Indonesia, al-Qur'an dan
Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989.
|
Gatot
Muhsetyo, dkk, Pembelajaran Matematika
SD, Universitas Terbuka, Jakarta, 2008.
|
German
W Rama & Juan Carlos Tedesco, Education
and Development in Latin America 1950-19, pp.187-211, Online,
http://www.jstor.org/stable/
|
Hamzah
B. Uno, Prof. Dr. H, M.Pd, Profesi
Kependidikan Problema Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2007.
|
Khusni
Mutamakin, Visi Misi dan Ciri Metode
Qiraati, Online,
http://khusnimutamakin.blogspot.com/2010/12/visi-misi-dan-ciri-ciri-metode-qiraati.htm.
|
Nanang
Renuka H, Social Justice and Political
Education through Non-Formal Education, Online,
http://www.jstor.org/stable/3444692.
|
Mamsudi
AR, Drs., Panduan Manajemen dan
Tatatertib TK/TAHUN PELAJARAN al-Qur'an, LPPTKA BKPRMI, 1999.
|
Purwanto
Ngalim, M, Prinsip-prinsip dan Evaluasi
Pengajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.
|
Thomas
La Belle, Formal, Nonformal and
Informal Education : A Holistic Perspective on Lifelong Learning, pp.159-175,
Online, http://www.jstor.org/stable/3444930.
|
U.
Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum dan
Pengajaran TKA-TPA, LPPTKA BKPRMI Pusat, 2004.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda