Sabtu, 25 April 2015

Latar Belakang Masalah PTK

Pada awalnya peneliti mengobservasi dan merenungkan hasil nilai raporpeserta didik kelas IV SD Negeri 2 Wadaslintang Kabupaten Wonosobo pada semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang terbukti hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menunjukan angka yang relatif rendah yakni hanya berkisar pada Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yaitu 75 (tujuh puluh lima). Bahkan nilai-nilai tersebut beberapa terkesan dipaksakan hanya untuk mengejar SKBM tersebut dengan hanya tercapai nilai rata-rata kelas sebesar 76,83.

Kegitan proses pembelajaran tidak lain adalah menanamkan sejumlah normal ke dalam jiwa peserta didik. Sehingga pembelajaran itu disebut juga proses interaksi eduaktif.[1]Ketika peneliti mengobservasi kegiatan proses pembelajaran, guru mengajar masih dengan strategi pembelajaran konvensional. Di mana guru cenderung hanya sekedar menstranfer ilmu pada peserta didik, sehingga peserta didik pasif, kurang kreatif, bahkan bosan. Disamping itu dalam menyampaikan materi guru terkadang hanya menggunakan alat peraga ala kadarnya dan bahkan sering kali tidak memanfaatkan alat peraga yang relevan. Metode ceramah yang mendominasi selama proses pembelajaran membuat peserta didik dan suasana pembelajaran monoton. Peserta didik juga masih terlihat melakukan aktivitas-aktivitas yang negatif yang menghambat efektivitas dan efesiensi proses dan hasil pembelajaran, misalnya beberapa anak mengobrol di luar tema pembelajaran, mengganggu teman, keluar masuk kelas dengan berbagai alasan, mengantuk atau bahkan bermain-main dengan alat tulis dan mainan yang sengaja dibawa oleh peserta didik. Padahal, pendidikan merupakan salah satu faktor pembentuk watak dan kepribadian peserta didik, sehingga pendidikan sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan perilaku peserta didik.[2]
Melihat kondisi pembelajaran yang monoton dan tidak kondusif tersebut, suasana pembelajaran tampak kaku dan tidak menyenangkan, hal ini  berdampak pada nilai yang diperoleh peserta didik kelas IV pada kompetensi dasar meneladani perilaku Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Banyak peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindikasikan pada capaian nilai hasil belajar beberapa peserta didik yang masih di bawah standar ketuntasan belajar minimal.
Berdasarkan dokumentasi dari daftar nilai yang dimiliki guru, pada ulangan harian dengan tema meneladani perilaku Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.diketahui bahwa dari 32 peserta didik yang mengikuti ulangan harian, ternyata baru 21 anak atau 65,63% peserta didik yang mencapai ketuntasan dalam belajar dengan kriteria ketuntasan belajar minimal  sebesar 75. Ini menunjukkan bahwa masih sebanyak 11 anak atau 34,37% peserta didik belum mencapai batas SKBM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil ulangan harian ini mengindikasikan keberhasilan dalam proses pembelajaran masih rendah dan perlu diadakan perbaikan pembelajaran guna memperbaiki capaian prestasi peserta didik. Alternatif strategi, metode atau media yang bisa dikembangkan diantaranya dengan pemanfaatan media kartun edukatif dalam pembelajaran. Media pembenlajaran merupakan perantara sampainya pesan belajar (message learning) dari sumber pesan (message resource) kepada penerima pesan (message receive), sehingga terjadi interaksi belajar mengajar.[3]
Pemanfaatan media kartun dalam pembelajaran merupakan kegiatan yang masih sangat jarang dilakukan, terutama di sekolah/madrasah yang notabene berada di pedesaan dengan keterbatasan sarana prasana yang dimiliki lembaga pendidikan tersebut. Walaupun jika lembaga pendidikan tersebut telah memiliki media kartun pembelajaran tersebut, bisa saja dari sisi tenaga pendidik dan kependidikannya belum secara profesional mampu mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi tersebut secara efektif dan efisien.
Di sekolah, guru yang berperan sebagai seorang pengajar dan pendidik mempunyai peran dan fungsi starategis dalam menanamkan pengetahuan dan akhlak/budi pekerti bagi para peserta didik. Di satu sisi ada harapan dan tuntutan agar peserta didik nantinya menjadi manusia berilmu (pandai,cerdas), namun di sisi lain yang lebih berat adalah agar peserta didik nantinya menjadi manusia berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia (akhlakul karimah). Karena kalau manusia hanya cerdas saja tetapi tidak berakhlak , bisa-bisa nanti setelah dewasa akan menjadi penjahat rakyat, koruptor, dan sebagainya. Kita memahami dan mengerti, bahwa seluruh guru sudah berkali-kali dan tiada henti setiap hari selalu menasihati dan memberi contoh sikap dan perilaku luhur kepada segenap peserta didiknya. Dengan berbagai cara, metode dan strategi diterapkan untuk mendidik peserta didik agar menjadi insan berakhlak mulia. Namun jika peserta didik hanya diceramahi melulu setiap hari tentu akan merasa bosan, jenuh, dan mungkin kebal. Maka penggunaan kartun sebagai media pembelajaran di sekolah dalam rangka menanamkan sikap perilaku yang terpuji, budi pekerti luhur dan akhlak mulia patut untuk dicoba dan diaplikasikan pada proses pembelajaran di sekolah.
Dengan menggunakan media kartun diharapkan proses pembelajaran akan PAKEM, lebih menantang dan semakin bermakna. Relevansinya dengan indikator PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) pada komponen metode pembelajaran yang bervariasi. Lalu pada komponen pengelolaan kelas, yaitu kegiatan belajar peserta didik bervariatif. Termasuk juga komponen sumber belajar dan alat bantu pembelajaran  di mana guru menggunakan berbagai sumber belajar.
Bobbi DePorter berpendapat bahwa peserta didik sering mencari-cari alasan untuk tidak tertarik, kontradiksi, ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan guru. Tetapi, semakin banyak guru memberi teladan, semakin mereka tertarik dan mulai mencontoh guru. Mengapa mereka tertarik? Karena mereka merasakan kesebangunan, kecocokan antara keyakinan dan perkataan guru dengan perbuatan guru.[4] Jadi, memberi teladan adalah salah satu cara ampuh untuk membangun hubungan dan memahami orang lain. Keteladanan akan menambahkan kekuatan ke dalam pengajaran guru. Masalahnya adalah banyak guru yang belum mampu memberi teladan ini dan bahkan kadangkala guru menunjukan perilaku yang tidak layak untuk diteladani.
Penggunaan media kartun ini sebagai penambah motivasi belajar dan membawa angin segar suasana pembelajaran, selain tentu saja penanaman nilai-nilai moral. Tidak semua film kartun layak dijadikan sebagai media pembelajaran, maka kita atau pun guru sudah seharusnya melakukan proses seleksi terlebih dahulu mana film yang relevan dan layak dijadikan media pembelajaran
Setelah peneliti melakukan observasi awal di SD Negeri 2 Wadaslintang Kabupaten Wonosobo, ternyata fenomena tersebut di atas juga dialami oleh lembaga pendidikan ini. Selain media kartun yang masih terbatas, dari segi pendidik juga belum sepenuhnya memahami prosedur operasional atas media-media tersebut. Sehingga dengan alasan tersebut, banyak pendidik yang masih enggan menggunakan media kartun pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti perlu untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PESERTA DIDIK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA KARTUN EDUKATIF TENTANG PERILAKU TERPUJI PADA KELAS IV SD NEGERI 2 WADASLINTANG WONOSOBO TAHUN PELAJARAN 2013/2014.”



[1] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1, (Bandung : Pustaka Setia, 2009),
hal. 60.
[2] Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Cetakan I, (Yogyakarta : Magnum Pustaka, 2010), hal. 2.
[3] Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cetakan Kesatu, (Bandung : Alfabeta, 2008), hal. 138.
[4]Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, (Diterjemahkan dari : Quantum Teaching : Orchestrating Student Success; Penerjemah : Ary Nilandari; Penyunting : Femmy Syahrani), Cetakan II, (Bandung : Kaifa, Mizan Pustaka, 2010),
hal. 72-73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda