Selasa, 13 Maret 2012

Pembelajaran Sains di MI

Sains selalu berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tertentu saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (discovery). Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi salah satu wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan IPA memberi penekanan khusus pada pemberian pengalaman langsung untuk menumbuhkembangkan kompetensi siswa agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Dalam penyusunan pembelajaran di kelas, Piaget beranggapan bahwa siswa bukan merupakan botol kosong yang siap untuk diisi, melainkan anak secara aktif akan membangun pengetahuan duanianya.[1] Mata pelajaran pengetahuan alam di Madrasah Ibtidaiyah dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan pengetahuan alam yang ditujukan untuk mendidik peserta didik agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas. Hal ini didasari oleh tujuan Pengetahuan Alam, yakni mengamati, memahami, dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, bumi dan alam semesta, energi dan perubahannya. Kemampuan observasi dan eksperimentasi lebih ditekankan pada melatih kemampuan berfikir eksperimental yang mencakup tata laksana percobaan dengan mengenal peralatan yang dipergunakan baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan peserta didik.[2]
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara liasan dan tertulis sesuai dengan bukti yang diperoleh merupakan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Semuanya itu adalah serangkaian kerja ilmiah yang merupakan serangkaian ketrampilan proses yang membutuhkan media yang sesuai.
Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan belajar siswa. Suatu konsep akan lebih mudah dipahami dan diterima oleh siswa apabila disertai dengan pengamatan langsung baik melalui peragaan alat peraga atau media maupun dengan praktikum/eksperimen. Pengajaran dengan media tersebut juga dapat memberikan pengalaman tersendiri dari siswa sebagai bagian dari proses menemukan dan memahami suatu konsep atau teori.
Pengalaman banyak menunjukkan bahwa pada umumnya guru dalam pembelajaran IPA banyak yang hanya menekankan pada pemberian informasi serta enggan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan alat peraga atau media serta kegiatan laboratorium. Kondisi ini juga terjadi di MI Hidayatussibyan Lancar Kec. Wadaslintang Kab. Wonosobo. Dari hasil observasi awal diketahui bahwa dalam proses pembelajaran IPA di sekolah tersebut ditemukan beberapa permasalahan antara lain :
1.    Metode dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih cenderung menggunakan metode ceramah dengan pembelajaran searah serta variasi pembelajarannya masih kurang;
2.    Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa (LKS) kurang optimal yaitu hanya digunakan untuk latihan soal-soal saja dan belum digunakan sebagai media pengembangan pengalaman belajar siswa;
3.    Penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal, sehingga siswa dihadapkan pada proses pembelajaran yang abstrak dan motivasi siswa untuk belajar IPA masih belum memadai;
Keterampilan proses sangat dibutuhkan oleh para siswa dalam bekerja ilmiah, karena hal itu mendasari setiap gerak langkah dari seorang siswa yang akhirnya akan membawa pada prestasi yang diharapkan. Para siswa pada umunya belum terbiasa melakukan kerja di laboratorium atau praktikum. Kurangnya penguasaan keterampilan proses ini karena siswa kurang atau bahkan belum pernah sama sekali melakukan praktikum atau kegiatan eksperimen di laboratorium. Sehingga diperlukan sebuah “pembudayaan” dalam hal kerja ilmiah sejak dini.
Peningkatan keterampilan proses dapat berlangsung apabila pengajaran disajikan guru dengan mengurangi peran “penceramah” dan meningkatkan peran “fasilitator” melalui kegiatan praktikum IPA (scientific activities) yang mendorong anak “doing science” seperti pengamatan, pengujian dan penelitian.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka diperlukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses  dalam memahami konsep-konsep melalui pemanfaatan metode dan media pembelajaran yang sesuai. Penggunaan metode eksperimen dan diskusi kelompok sebagai alternatif dalam mengatasi permasalahan ini. Dengan menggunakan metode eksperimen dan diskusi kelompok serta media pembelajaran/praktikum yang tepat diharapkan siswa dapat menggunakan potensi kognitif, afektif dan psikomotoriknya dengan lebih baik.


[1] Amalia Sapriati, dkk, Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009),
hal. 1.14.
[2] Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengetahuan Alam Madrasah Tsanawiyah, Depag RI, Jakarta, 2004, hal. 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar Anda